PART 8

737 34 17
                                    

SFTH PART 8

DUKUN SANTET

Anggi sudah jadi korban keganasan ilmu hitam akibat dendam cinta Nanang yang tak terbalas, kejadian itu tak hanya menyisakan ketakutan bagi Anggi dan orang tuanya tetapi juga menimbulkan trauma yang berkepanjangan.

Si Dukun Santet bisa melakukan hal2 yang tak bisa diterima oleh akal sehat dikarenakan bukan murni dari kemampuan atau kesaktiannya melainkan dari sosok makhluk ghaib yang berperan sebagai pembantunya,
Makhluk ghaib itulah yang bertugas memasukkan Lintah kedalam perut Anggi sedangkan peran si Dukun hanya tinggal memerintah saja.

Apakah itu bukan perbuatan dosa?
Jelas itu perbuatan syirik dan dosa besar!
Kemajuan teknologi semakin canggih, demikian pula dgn ilmu kedokteran semakin jauh berkembang pesat tetapi ilmu kedokteran tidak pernah bisa mengungkap suatu penyakit manusia yang disebabkan oleh makhluk ghaib...
Sesungguhnya teknologi yang dikuasai makhluk ghaib itu jauh lebih tinggi dibandingkan dgn teknologi manusia.

Aku dan Harun sudah mengatur siasat, Aku merasa geli dgn ide Harun kala itu, kalian pasti penasaran bukan? Aku dan
Harun akan berpura pura datang untuk minta bantuan pada Si dukun itu,
Bantuan apakah yang kami minta?
Kami akan pura2 minta si Dukun itu untuk mengirim santet pada seseorang yang photonya sudah kami bawa,
Photo siapakah itu?
Photo Nanang!
Ya, siang itu kami berboncengan pakai motor menuju rumah si Dukun Santet sambil membawa dua bungkus martabak sebagai oleh oleh, martabak itu kami beli di penjual martabak pinggir jalan yang kualitasnya terbaik dan paling enak, hanya saja Aku menambahkan bumbu rahasia didalamnya.

Entah mengapa ada ada saja masalah yang kami jumpai dalam perjalanan, belum ada separoh perjalanan tiba tiba ban belakang bocor, terpaksa kami harus menuntun sepeda motor bergantian hampir satu kilo jauhnya, sangat menyebalkan..
Terlebih lagi saat itu matahari bersinar sangat terik,
Sesampainya di tukang tambal ban kami harus mengantri lagi.
Seusai nambal ban Motor kami meneruskan perjalanan, medan terjal area perbukitan cukup sulit untuk dilalui dgn motor tua bulukan... Berkali kali Harun harus turun dari boncengan untuk membantu dorong motor yang tak kuat melewati tanjakan.

Saat kami memasuki jalan area perbukitan yang menuju desa pertama tiba tiba laju sepeda motor tersendat sendat lalu mesin mati, sampai capek kick starter aku pancal tapi mesin tak mau hidup.....
Gila!
Ku buka jok lalu kutengok isi dalam tangki!
Sial!
Bensin habis tak tersisa setetespun.

Lalu kami dorong motor menuju desa terdekat..
Beruntung ada yang jual bensin
di sebuah warung pinggir jalan,
Dua puluh menit kemudian akhirnya kami sampai di tempat yang kami tuju, saat itu sudah jam 3 sore.
Rumah yang kami datangi terletak di ketinggian lereng bukit, rumah itu terpisah cukup jauh dgn rumah lain.
Rumah yang megah dan artistik, halamannya cukup luas, ditanami oleh pohon cemara dan pohon jeruk.
Rumahnya berbentuk rumah joglo yang di pojok pojok ruangan di hiasi oleh ornamen2 yang berbentuk unik.
Di samping rumah itu terdapat tiga ekor binatang peliharaan yang berupa burung piyak yang dirantai sebelah kakinya.
Burung piyak itu burung hantu yang berukuran besar dan mampu menghabiskan satu ekor tikus Wirok sekali santap.

Saat kami sampai di rumah itu sedang ada tiga orang tamu, menilik dari plat nomor motor dan mobil yg dipakai, para tamu itu berasal dari luar kota.
Lagi lagi kami harus mengantri karena Si Dukun sedang melayani 3 orang tamu yang datang lebih dahulu.
Sekitar satu jam kami menunggu Akhirnya kami bisa bertemu dan dilayani oleh si Dukun.

Dukun itu berpakaian baju batik, tubuhnya agak gemuk tetapi pendek, saat kami bersalaman tingginya hanya seukuran daguku...
Dukun itu usianya kira kira 50 tahun, sebagian rambut dikepalanya sudah memutih.
Pada wajahnya penuh bekas2 sakit cacar,matanya sangat tajam seperti mata elang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKU BUKAN BOCAH INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang