02

78 24 4
                                    

        Warna putih halus terlihat berserakan di hamparan luas langit kota tokyo pagi hari itu, biasan cahaya matahari tampak menyeruak, Izumi Murakami sekilas mengalihkan bola mata hitamnya pada Azuki Narumi yang tengah berjalan cukup jauh dibelakang.

          "Izumi!" langkah Izumi murakami berhenti saat namanya terdengar diserukan dari arah belakang, ia tau...pemilik suara itu tak lain dan tak bukan adalah gadis yang sudah satu minggu ini sengaja ia jauhi, Azuki Narumi. Izumi untuk sesaat membiarkan dirinya diam terpaku...sebelum akhirnya kembali berjalan tanpa sedikitpun menoleh kebelakang.

          'Maaf...aku belum sanggup..bila hanya sekedar menjadi teman untukmu'

                          ***

          ''Tok!tok!tok!..." suara benturan antara alat bantu ajar berupa tongkat kayu dan permukaan papan tulis itu sukses membuat lamunan Izumi Murakami seketika buyar, bola mata hitamnya yang sesaat mendelik malas menatap Yukio-sensei berubah kaget saat secara tak sengaja melirik ke arah bangku Azuki Narumi.

           'Dia...sedang menulis diary...' Izumi murakami menurunkan tanganya yang putih halus meraih sebuah buku kecil hitam dari dalam tasnya yang sedari tadi terbuka. Menatap buku itu ragu sebelum memasukkanya begitu saja kedalam laci meja. Izumi menghela nafas pelan bersamaan dengan penjelasan Yukio-sensei yang kembali terdengar.

          "Baiklah...Murakami-san! Silahkan kerjakan soal ini..setelah itu kita pulang..." suara Yukio-sensei kembali terdengar setelah terdiam beberapa detik sambil merapikan buku-bukunya, jam putih mungil kenang-kenangan dari para kakak kelas sudah menunjukkan waktu kepulangan, para murid bersorak lirih saat Izumi Murakami beranjak bangkit dari kursi.

          "Ba...bagaimana bisa?!" Yukio-sensei bertanya heran setelah mendelik dan menyeret ulang bola mata kecokelatan dibalik kacamatanya untuk memeriksa jawaban Izumi untuk yang kedua kali, pasalnya sedari awal ia lihat Izumi hanya melamun sambil bertopang dagu.

           'Ckk!...padahal kupikir ia akan kesulitan walau sedikit...yah...mau bagaimana lagi..' batin Yukio-sensei kesal dalam balutan rambut halusnya yang terulur panjang. Sejenak ia menerawang seisi kelas, mengingatkan soal pekerjaan rumah sebelum menutup pelajaran dan mulai beranjak pulang. Beberapa siswi teladan nampak mengekor di belakang Yukio-sensei untuk bertanya sedikit soal pelajaran.

           Perlahan tapi pasti, kaki ramping Izumi Murakami yang terbalut sepatu kets hitam itu mulai beranjak dari tempat duduknya. Bola mata hitam Azuki Narumi beredar, ia baru hendak berdiri dan menghentikan Izumi saat Akamura Take tiba-tiba merangkul Izumi dan menyeretnya keluar kelas.

          "Makasih..." ucap Izumi datar setelah Akamura Take melepaskan rangkulannya sembari menghela nafas. Mereka sudah berjalan cukup jauh meninggalkan bangunan utama, berjalan santai menyusuri bagian tua komplek sekolah yang dijalari rerumputan tinggi.

          "Kau mau terus seperti ini..? menurutku kau yang bermasalah disini tau..." Izumi hanya mengangkat bahu mendengar ucapan Akamura. Akamura kembali menghela nafas.

         "Kau sendiri...bagaimana?" Izumi murakami balas bertanya sambil sedikit membetulkan posisi tas denim hitamnya.

         "Haha...kau belum tau ya...aku sudah menyatakan perasaanku kok..." Izumi memicingkan bola mata hitamnya.

          "Nggak percaya?...coba saja tanyakan pada Naomi Asahina bahwa aku sudah menyatakan perasaanku padanya..." 

          "Oh...kapan dan dimana ya itu?..." sebuah suara yang tiba-tiba muncul membuat Akamura take terperanjat kaget, berlawanan dengan Izumi yang malah menyeringai sambil menjunjung jari jempolnya sejajar dengan bahu.

MIRROR DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang