03

74 23 10
                                    

       Silau cahaya matahari tampak sangat menyengat, menjalari hamparan luas kota tokyo siang hari itu, menyeruak menerobos celah-celah bangunan di semua penjuru.

         Izumi Murakami menatap lekat-lekat seorang gadis berseragam di hadapanya, rambut hitam halus yang terjuntai, sorot mata yang teduh dipadukan dengan kulit putih bersih, tidak mengherankan jika gadis serupawan ini di nobatkan sebagai ratu kelas. Pasalnya, selain cantik secara fisik ia juga nomor satu dalam hal akademik. Namun yang membuat Izumi heran adalah...apa dan kenapa perempuan seperti dia bisa menyukainya.

       "Murakami!" Izumi tersentak sebelum buru-buru berpaling ke arah yang lain.

        "Kau melihatku seolah ingin melumatku bulat-bulat...apa kau sebegitu marahnya sampai-sampai menatapku seperti itu?" Izumi menggeleng kecil mendengar pertanyaan Aoi Shizuku, menyesap coffe lattenya sejenak sebelum tanpa sadar membalas pertanyaan itu.

         "Aku hanya penasaran kenapa kau bisa menyukaiku..." tepat setelahnya Izumi Murakami baru sadar apa yang barusan ia ucakan dan buru-buru mengoreksi dengan panik.

         "Be...bercanda... sama sekali tidak lucu kan...?haha.." berlawanan dengan Aoi Shizuku yang malah memasang wajah bingung. Bibir halus Aoi shizuku mulai bergerak berbicara.

        "Dari mana kau tahu?" tanya Aoi tenang. Mulut Izumi Murakami terbuka kaget.

        "Jadi benar!?" Izumi bertanya disusul anggukan kecil Aoi Shizuku.

        "Kenapa?"

        "Apanya yang kenapa bodoh justru ekspresimu itu yang aneh...harusnya kau kaget, malu-malu atau..ahh sudahlah..." Izumi memejamkan matanya yang terbenam diantara lipatan tangan.

       "Kenapa?"

       "Ha-ah?" Izumi mendongak, bola matanya terbuka lebar mendapati Aoi Shizuku yang tengah berdiri menyodorkan buku hitam dengan seulas senyum manis, helaian rambut hitamnya beriak diterpa hembusan angin tipis.

        "Kalau hanya mencintaimu, untuk apa aku malu?" Ucapnya lembut sebelum menaruh buku hitam itu diatas meja bundar putih dan berbalik membelakangi Izumi Murakami.

       "Tapi tenanglah Murakami...aku tau kau menyukai Azuki Narumi...jadi aku tak akan bergerak sampai dia menolakmu.." Aoi Shizuku mendongak menatap kapas-kapas putih yang bertebaran di langit.

       "Kau bicara seolah-olah yakin kalau aku akan ditolak ya..?" Jawab Izumi lemas.

        "Soalnya tidak terlihat cocok sih...ah sudah dulu ya...aku ada urusan.." balas Aoi Shizuku sambil mulai beranjak pergi.

          'Yah..aku yakin kau akan ditolak karena diarymu itu murakami...tapi dari yang kulihat sepertinya kau malah melupakannya..ah biarlah...'

       "Begitu ya...tidak cocok ya..pantas dia menolakku..." segaris senyum terukir di bibir halus Aoi Shizuku mendengar ucapan Izumi, ia kembali berbalik menghadap ke arah Izumi.

        'Sepertinya dia benar-benar lupa..hmm...' Aoi Shizuku melangkah maju, bola matanya yang hitam kecoklatan menatap lekat bola mata hitam Izumi Murakami.

          'Maaf Azuki...' 

          "Kalau begitu Murakami...jadilah pacarku..aku akan membantumu melupakannya...bagaimana?" Tanya Aoi Shizuku tanpa sedikitpun keraguan. Izumi terlonjak kaget, ia hanya dapat menatap wajah manis Aoi Shizuku dengan kebingungan, terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menunduk dan menjawab pelan.
        
         "Akan aku pikirkan..." Aoi Shizuku kembali tersenyum, kali ini senyumannya terlihat sedikit berbeda, ...sebuah senyum licik.

          '...Aku bukan orang baik-baik..'
       
                          ***

       "Hahaha-!" Tawa lepas Nase Murakami sukses membuat sang adik yang sedang meminum black coffee dihadapanya mendelik kesal.

         "Sudah puas?" Tanya Izumi Murakami ketus. Nase Murakami menghapus air di sudut matanya sebelum balas berbicara.

         "Aku bisa membayangkan wajah konyolmu dihadapan gadis bernama Aoi itu...." Izumi hanya memutar bola mata hitamnya karena Nase, kakak perempuannya itu kembali tertawa, padahal menurutnya hal itu tidak ada lucunya sama sekali. Tiba-tiba Izumi teringat suatu hal dan buru-buru bertanya.

        "Tapi Kak Nase...setahuku aku tak pernah menulis diary..." sambil masih menahan tawa Nase Murakami menjawab singkat sebelum kemudian berlalu keluar kamar.

          "Pernah kok...waktu sd.." terdengar suara batuk yang kuat dari dalam kamar Nase Murakami, Izumi sejenak menghela nafas sebelum menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.

           'Biarlah...aku ngantuk...' baru saja ia memejamkan mata saat suara notifikasi terdengar dari dalam saku celananya, dengan malas ia meraih ponsel dengan tangan kanannya yang bebas, berlawanan dengan tangan kirinya yang masih mengenggam kaleng black coffee kosong.

           Bola mata hitamnya melebar kaget melihat satu buah pesan masuk.

         #shoudo_matsui: hei Izumi...tadi aku melihatnya lho...ada diary hitam di lacimu..tapi aku tidak membawanya karena merepotkan..Yah..tak kusangka kau sebegitu inginya menjauhi Azuki...paling tidak jika kau tidak ingin membaca diary itu kau tak perlu meninggalkanya juga kan..?...oh ya...kau dan Akamura juga meninggalkanku tau...dasar jahat...=_=...

        "Apa-apaan sih!??~"

                           ***

       #Azuki_naru67: ya...ada apa Aoi...?^^

       #Aoi shizuku: kenapa kau tak menerima Izumi sih?!

       #Azuki_naru67: eh!? itu... karena...

       #Aoi shizuku: aku tau lho...karena janji kan?lantas kenapa!?...lupakan saja...dia juga sudah melupakannya...dan asal kau tau, aku...sudah menembaknya dan dia bilang akan dia pikirkan...aku hanya membritahumu agar kau tak menyesal.....=_=

      #Azuki_naru67: Ba...bagaimana bisa!!??...dan juga kenapa kau malah menembak Izumi!?

       #Aoi shizuku: kau kan sudah menolaknya...sudah ya...aku sudah memberitahumu lho...

       #Azuki_naru67: tu...tunggu dulu!?darimana kau tau!?...

       #Aoi shizuku: soal janji?!...Izumi meninggalkan diarynya dan aku membacanya...sudah dulu ya...bye
      
        Azuki Narumi menjatuhkan ponsel pink dari genggamanya sebelum melompat turun dari kasur dan membuka loker yang berada tepat di depan meja rias, tanganya yang putih halus dengan cepat memilah buku-buku dan menarik keluar buku cokelat kecil dari dalam loker.

       "Bukunya masih disini...!?"

                          ***

MIRROR DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang