Rumah keluarga Kappanen, sebelum gelap.
"Jadi gimana Finlandia, Ayli? Kamu suka?"
Mata itu abu-abu terang, menatap Ayli dengan lengkung senyum sederhana sembari menyerahkan sepiring charcoal pancake tipis yang baru ia buat.
"Hati-hati, masih panas. But it'll taste incredibly nice with those ice creams, you can have it."
Ayli mengingatkan dirinya untuk tidak lupa bernafas, menerima pancake dengan gemetaran akibat udara dingin yang menyapu teras, lalu menyendok sepotong besar es krim vanila persegi ke atas piringnya. Uap dingin dan panas mengepul di atas meja. Ayli menyendok satu, rasa manis es krim dan pancake yang panas lumer di lidahnya.
Laki-laki itu masih berdiri, menatap Ayli seperti menunggu gadis itu mengatakan sesuatu.
"Enak," gumamnya lemah. Sedikit salah tingkah.
Gadis itu menenggelamkan tubuhnya dalam belitan selimut besar yang telah melilitnya sejak tadi. Sungguh dirinya tidak menyangka bahwa makan malam yang digembar-gemborkan Rowan tadi siang akan berlangsung di halaman. Di tengah udara menggetarkan bulan september pukul enam. Kenapa orang-orang eropa repot-repot makan di luar dengan terbungkus selimut wol begini, Ayli masih tidak habis pikir.
Laki-laki itu tersenyum, menyampirkan satu lapis selimut tambahan di bahu Ayli kemudian menarik kursi di ujung meja, tepat di sisinya. Untuk beberapa saat, kebisuan di antara mereka membuat Ayli jengah. Gadis khatulistiwa itu meraih gelas jusnya untuk melegakan tenggorokkan yang terasa kering. Matanya diam-diam melirik ke samping.
Jukka Kappanen. Jadi ini laki-laki yang digilai Rowan setengah mati. Ayli tidak habis pikir. Bukankah tipe yang disukai gay itu biasanya cowok-cowok berbadan besar dengan otot-otot padat dan perut kotak-kotak? Sementara Jukka sama sekali jauh dari kesan atletis. Tubuhnya kurus dengan tinggi menjulang nyaris dua meter. Sama sekali tidak terlihat tanda-tanda keberadaan otot bervolume signifikan di tubuhnya.
"He's marvellous, Ayli. You'll love him. Everybody does," seru Rowan berapi-api saat ia memberitahu Ayli tentang undangan makan malam mendadak sesuai informasi Mirku.
"Yes, everybody does. But this guy right here loves Jukka in another whole level," Elsa yang kebetulan saat itu duduk makan siang bersama Ayli menyambung cepat. Wajahnya tak kalah bersemangat. "Rowan pernah nembak Jukka."
Kata-kata terakhir Elsa yang diucapkan dalam bisikan penuh rahasia seolah sedang mengungkap konspirasi dunia sontak membuat Ayli terbelalak. "What?" matanya langsung sibuk mencecar Rowan. "Kamu pernah nembak Jukka?"
"Padahal jelas-jelas Jukka udah punya istri."
"APAA?! Jukka udah punya istri?"
Seperti orang bodoh, bolak-balik Ayli mementahkan lagi pernyataan Elsa menjadi pertanyaan. Saking tidak percayanya. Menemukan laki-laki yang menyukai laki-laki saja rasanya sudah terlalu aneh. Masih pakai acara menyatakan perasaan kepada pria beristri segala.
Di hadapannya, wajah Rowan berubah pias, "Oh, shut up, Elsa!" desisnya dengan wajah keras. Moodnya baru saja membaik lewat harapan akan bertemu Jukka, namun kembali rusak oleh mulut rese gadis berambut merah.
"Apa salahnya sih, bilang suka saat kita memang bener-bener suka sama orang. Lagian aku bukannya mau ngerusak rumah tangga orang atau apapun. I just want him to know that I fancy him. That's all. Kalian berdua jangan konyol!" cecarnya kesal setengah mati pada Elsa dan Ayli, meninggalkan keduanya terbengong-bengong di ruang makan. Tidak menyangka akan reaksi Rowan .
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Sun (On Going)
RomanceRanska Ayli datang ke Finlandia dengan harapan menemukan ayahnya, menemukan akar sejarahnya. Berkedok sebagai sukarelawan di rumah sosial bernama Lyhty Ry, yang artinya cahaya lilin, petualangan Ayli pun dimulai. Siapa sangka, di negeri kulkas denga...