Pertimbangan

82 11 0
                                    


Buruk, mungkin itu yang sedang dirasakan gadis 16 tahun penyuka chocolate dan keju itu. Viola Putri Mahesa, atau Ola yang sedang menunggu kabar dari seseorang saat ini. Entah apa yang dipikirkan, tapi semuanya terasa begitu buruk. Harus menunggu sesuatu yang tak pasti. Beberapa kali mencoba, tetap saja tak ada yang berubah. Semuanya berjalan tak sesuai harapan.

Malam Minggu ini, ia duduk termangu di balkon kamar atas. Menikmati secangkir hot chocolate dan berbagai camilan berbahan dasar keju, ditemani angin pergantian musim yang berhembus menerpa rambut hitamnya. Malam menjelma menjadi teman seketika. Ia berusaha menetralkan semua pikiran yang lalu lalang di benaknya, seperti jalanan tanpa traffic light. Kalau boleh menyebut galau, ya! Mungkin itu yang dirasakannya saat ini. Menunggu kabar seseorang di luar sana yang bahkan ia tak tau orang itu juga menunggunya atau tidak.

"Olaaa..."

Seseorang memanggil dengan suara khasnya dan berhasil memecah lamunan gadis itu. Itu suara Ninda Lusi, Bunda Ola.

"Iyaaa," Jawab Ola. Ia berjalan lunglai menuruni anak tangga untuk menuju ke sumber suara.

Didapati di meja makan sudah ada Ayah, Bunda dan kakak laki-lakinya yang sudah siap untuk menyantap makan malam. Ayahnya bernama, Ivan Mahesa. Ia termasuk kategori pemimpin keluarga yang tegas dalam hal mendidik putra-putrinya. Tapi walaupun begitu, ia tidak pernah menegur anaknya dengan fisik karena ia punya cara tersendiri untuk membuat anak anaknya tidak melenceng dari aturan.

Kakak laki-laki-nya bernama Galang Putra Mahesa. Dia adalah makhluk paling menyebalkan yang pernah Tuhan ciptakan, menurut Ola. Kejahilannya sudah tingkat Dewa. Ya, tapi Ola tetap menyayanginya.

"Cepat, La. Cacing perut gue udah pada bakar ban, nih. Butuh asupan," Ucap Galang sambil menepuk-nepuk perutnya beberapa kali. Mata tajamnya melirik Ola yang lambat menuruni tangga.

"Iya, iya sabar. Lihat gak sih, lagi jalan tau?" Ola berjalan sambil memanyunkan bibir kemudian duduk di sebelah Galang.

"Gak liat, tuh. Gue merem nih," balasnya dengan mata yang ditutup kedua tangan. Tentu saja dengan kondisi muka yang konyol, khasnya.

"Bodo amat, kak. Semerdeka lo aja!"

Menurutnya, Galang adalah pribadi yang menyebalkan, receh, usil dan cerewet. Ditambah lagi, ribet. Tapi, walaupun begitu Galang adalah laki-laki kedua yang disayanginya setelah Ayah.

"Udah, kan? Kita doa dulu ya sebelum makan," Ucap Ayah setelah Ola benar-benar duduk.

Sudah menjadi tradisi keluarganya ketika makan malam. Semuanya harus kumpul di meja makan untuk makan bersama. Walaupun kadang hanya Ola, Bunda dan Galang karena Ayah sering keluar kota untuk mengurus pekerjaannya.

Selesai makan, Ola meminta izin Bunda untuk ke kamar karena ingin istirahat. Tapi, Bunda menyuruhnya untuk duduk dulu. Katanya ada hal yang harus dibicarakan. Bunda melirik Ayah dengan maksud agar Ayah yang memulai percakapan.

"Gini," Ayah melipat tangannya di atas meja kemudian menatap Ola dan Galang bergantian. "Kita akan segera pindah."

Galang yang sedang meneguk air putih, terbatuk-batuk dan menyemburkan air tepat di tangan Ola saat gadis itu sedang mengambil tisu di depannya.

"Eww... Jijik, kak," Ola mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah Galang sambil memasang muka jijik.

"Hehe.. maaf, La. Sini gue elap." Galang meraih tisu di depannya kemudian mengelap tangan Ola sampai kering. Walaupun laki-laki itu terkenal dengan receh-nya, di sisi lain ia juga akan menunjukan perhatian kepada adiknya. Itulah yang membuat Ola bangga punya kakak seperti Galang.

REVIOLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang