Terkadang kesederhanaan malah membuat segalanya lebih indah
Seperti cinta yang sederhana, tidak banyak tingkah
Namun menjanjikan bahagia.-Alnira-
Irza mengganti pakaiannya dengan kaos polo berwarna abu, lagi pula acara sudah akan selesai dia tidak perlu menggunakan kemeja lagi. Irza kembali turun ke halaman rumahnya, tamu yang datang cukup banyak, kebanyakan para ibu-ibu muda yang membawa anak mereka, tapi juga ada perempuan single yang duduk kursi yang diletakkan di bawah tenda, salah satunya adalah perempuan yang tadi menumpahkan minuman di kaosnya. Irza melihat perempuan itu sedang duduk sendirian sambil memandangi layar ponselnya.
Pakaian yang dikenakananya sangat kontras dengan para undangan lain yang mengenakan pakaian santainya. Ah, iya perempuan itu mengatakan kalau dia baru saja pulang dari kantornya.
Dia teman Lana atau Rayi?
Ah, kenapa Irza jadi menanyakan hal itu.
"Kak... "
Irza menoleh saat seseorang menepuk bahunya, ternyata Lana bersama dengan temannya yang bernama Nola.
"Kakak kok ganti baju?" tanya Lana.
"Oh, tadi nggak sengaja ketumpahan air."
Irza melihat teman Lana itu tersenyum kepadanya sambil menyelipkan rambutanya dibelakang telinga.
"Eh iya, ini kenalin temen kerja Lana, namanya Nola."
Nola mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Irza, mereka berdua saling menyebutkan nama masing-masing.
"Ehm, Lana tinggal dulu ya Kak. Mau nyapa tamu yang lain," dan setelah mengatakan itu, Lana segera beranjak, meninggalkan keduanya.
Irza bingung apa yang harus dilakukannya, dia agak canggung kalau baru bertemu dengan seorang wanita. Jadi saat ini dia hanya berdiri sambil sesekali melihat ke kanan kirinya.
"Ehm... udah makan?" tanyanya pada Nola.
"Belum," jawab Nola sambil kembali menyelipkan rambutnya dibelakang telinga.
Irza melihat Nola yang tersenyum malu-malu padanya, ya, suasana saat ini benar-benar canggung.
"Kalau gitu makan dulu," ajak Irza sambil berjalan ke meja tempat makanan tersedia.
Irza mengambil menu makanan yang ada di sana, bergitu juga dengan Nola yang mengambil salad ke dalam mangkuk kecil.
Setelah itu mereka berdua duduk di kursi kosong di bawah tenda, mata Irza lagi-lagi mengarah pada perempuan berkacamata itu, kali ini perempuan itu tengah menelepon seseorang, wajahnya terlihat serius apalagi saat ini keningnya berkerut.
"Kak Irza lagi libur ya?"
Irza yang sibuk memperhatikan perempuan berkacamata itu langsung teralihkan oleh pertanyaan Nola.
"Oh, iya."
"Kata Lana, Kak Irza pelaut? Bagian apa?" tanyanya lagi.
"Saya engineer."
"Oh, jadi urusannya sama mesin-mesin kapal itu ya?"
Irza mengangguk.
"Kamu sendiri, marketing juga seperti Lana?" tanya Irza.
"Iya, kami satu tim."
Mereka kembali diam, Irza menikmati makanannya, nasi dan irisan daging sapi lada hitam sementara Nola menikmati salad buahnya. Irza tahu seharusnya dia melakukan pendekatan saat ini dengan Nola, seperti apa yang disarankan oleh adiknya. Tapi dia sedang malas untuk berbasa-basi. Dia baru saja patah hati, tidak mudah untuk memulai suatu hubungan kembali. Apalagi harus beradapatasi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiran Angin Laut
Romance[Pemenang Wattys Award 2017 kategori Riveting Reads] Apa sih yang dipikirkan orang saat mendengar kata pelaut? Orang yang kerjanya menangkap ikan seperti nelayan? Orang yang bekerja berbulan-bulan di laut dan tak pulang-pulang? Atau orang yang diyak...