Desiran Angin Laut - 1

206K 22.5K 1.7K
                                    

       

Hal yang paling mahal di dunia ini adalah
kepercayaan dan kesetiaan.

-Alnira-

****

Irza tidak bisa menahan senyumannya saat kakinya menapak di Bandara Soekarno Hatta. Setelah menempuh penerbangan yang cukup lama akhirnya dia bisa kembali lagi ke tanah air tercinta.

Dia akan berada di Indonesia selama dua setengah bulan, sebelum nanti akan bertugas kembali di tengah laut bersama dengan rekan kerjanya yang lain.

Irza mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi orang yang paling ingin ditemuinya, "Assalamualaikum Ma,"

"Waalaikumsalam, sudah nyampe, Kak?"

"Udah, Ma. Ini baru keluar dari bandara."

"Alhamdulillah, ini Mama udah siapin masakan kesukaan kamu. Ada dendeng, soto ceker, ayam gulai, pokoknya Mama masak banyak buat kamu."

"Wihh Mama tahu aja kesukaan Irza. Ya udah Ma, Irza cari taksi dulu ya."

"Iya, hati-hati ya, Nak."

Irza kembali memasukkan ponselnya ke saku celana dan memesan taksi yang kana membawanya pulang ke rumah. Dia sangat merindukan ibunya. Bagi Irza, ibu adalah segalanya, yang selalu memberikan cintanya tanpa pernah meminta balasan yang sama. Dulu saat Irza memutuskan untuk melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, semua orang menentangnya. Bahkan sang Ayah mengancam tidak akan membiayai sekolahnya.

Ibu adalah satu-satunya orang yang mendukungnya untuk terus maju mengejar cita-citanya, dan untungnya setelah setahun menjalani pendidikan Irza yang memang pintar dan berbakat mendapatkan beasiswa langsung dari perusahaan pelayaran asal Belanda yang saat ini juga tempat Irza bekerja.

Kurang lebih delapan tahun Irza sudah bekerja di perusahaan itu. Di mulai dari pelayarannya di sekitaran Asia Tenggara hingga sekarang dia berlayar di lautan Eropa. Sebagian besar waktunya dihabiskan di laut, makanya hingga usianya yang ke 29 tahun ini, Irza masih belum menikah.

Pelaut? Udah nggak pulang-pulang, pasti di luar banyak banget wanita simpananya.

Irza memejamkan mata sambil memijat keningnya. Dia ingin sekali mengamati jalan raya yang ada di kanan kirinya saat ini, tapi mata dan pikirannya terlalu lelah.

"Abis liburan darimana, Pak?" tanya sopir taksi yang sedang mengemudikan mobilnya menembus kepadatan jalanan Jakarta.

"Nggak liburan Pak, saya kerja."

"Oh, kerja di luar negeri?"

"Iya."

"Wah, enak atuh Pak. Dimana, Pak?"

Irza yang tadi berniat untuk tidur sejenak kembali membuka matanya. "Saya kerja di kapal Pak," jawabnya.

"Pelaut?"

"Iya."

"Wah, jarang pulang dong ya. Berlayar terus ya, Pak."

Irza hanya memasang senyuman sekilasnya lalu memilih diam. Selalu pertanyaan dan pernyataan yang sama yang akan dilontarkan orang ketika mendengar profesinya saat ini.

Jarang pulang, terlibat pergaulan bebas, terkenal sebagai player.  Padahal tidak semua orang seperti itu kan? Hanya karena mayoritas orang dengan profesi yang sama seperti dia melakukan hal itu, bukan berarti orang bisa mumukul rata semuanya kan? Apa memang tidak tersisa sedikit saja pemikiran positif tentang pekerjaannya ini?

Desiran Angin LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang