Aku pernah hancur karena terlalu percaya.
Pernah juga patah, karena memilih orang yang salah.
Aku pernah memutuskan berjuang untuk
Hati yang malah memperjuangkan orang lain
Sehancur itu aku pernah....-Captain Marsmellow-
*****
Sasi melebarkan matanya saat melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu apartemennya.
"Ardi?"
Ardi memandangi Sasi dari balik bahu Irza, lalu kembali ke Irza, tubuh Ardi menegang saat melihat pemandangan di depannya. "Lo siapa?" tanyanya pada Irza.
"Gue?" Irza menunjuk dirinya sendiri, "Gue Irza."
Wajah Ardi saat ini benar-benar tidak bersahabat, "Gue nggak nanya nama lo. Gue nanya, lo siapanya Sasi, kenapa pagi-pagi lo udah ada di tempat dia!"
Sasi mendekati kedua pria itu, dia tidak mau ada keributan di tempatnya, apa kata tetangga kalau melihat keributan dua pria dewasa seperti ini.
Bukannya tersulut emosi, Irza malah mengangkat sebelah alisnya, "Lah, lo sendiri ngapain ke sini pagi-pagi?"
Ardi menggeretakkan giginya lalu memandang Sasi, "Kamu ngapain masukin cowok nggak jelas ini ke apart kamu?!" bentaknya.
"Hei... lo bisa ngomong sopan dikit nggak sama cewek gue?!" Irza tidak suka dengan cara Ardi yang membentak Sasi.
"Oke. Stop!" Sasi berusaha menengahi perseteruan keduanya.
"Kamu mau apa, Di?" tanya Sasi.
Ardi melirik bunga yang sedari tadi digenggamnya. Dia sudah merencanakan ini sejak beberapa hari yang lalu, rasanya sudah cukup aksi saling diam antara dia dan Sasi. Dengan apa yang telah dilakukannya selama ini, sepertinya tidak cukup meluluhkan hati Sasi. Ya, Ardilah yang mengirimkan bunga setiap hari ke kantor Sasi. Dan sepertinya dia yang harus turun tangan untuk meminta maaf secara langsung pada sahabatnya itu, tapi dia tidak menyangka kalau pagi ini dia disuguhi oleh pemandangan seperti ini.
Bagaimana bisa Sasi memasukkan pria asing ke dalam apartemennya?
"Aku bisa ngomong sama kamu, Si?" Ardi melirik Irza, padangannya turun pada tangan Sasi yang memegangi lengan Irza, Ardi langsung mengalihkan pandangannya, dia tidak suka melihat itu. "Berdua!" tukasnya.
Sasi memandang Irza, begitupula Irza yang langsung menatap bola mata Sasi. Egonya tidak akan pernah membiarkan Sasi untuk bicara dengan Ardi. Tapi Irza harus bersikap dewasa, masalah Ardi dan Sasi harus diselesaikan. Akhirnya Irza mengangguk dan Sasi tersenyum sambil mengusap lembut lengan Irza. Ya, mereka sudah bisa berbicara tanpa kata sekarang.
Sasi memilih turun dan menuju salah satu restoran cepat saji bersama dengan Ardi. Sasi sudah duduk di depan Ardi. Sebenarnya hal terakhir yang diinginkan Sasi di dunia ini adalah bertemu dengan Ardi. Tapi itu tidak mungkin, mereka tinggal di kota yang sama dan dia juga tidak bisa selamanya menghindar dari masalah ini bukan? Dia harus bisa bersikap dewasa, tidak ada lagi dendam yang harus menumpuk di hatinya, toh baik Sasi maupun Ardi sudah menentukan pilihan masing-masing. Sasi yang memilih untuk bersama dengan Irza sedangkan Ardi yang memilih bersama dengan Stephi.
Jujur di dalam hatinya yang paling dalam, Sasi tidak ingin kehilangan Ardi sebagai seorang sahabat. Bagaimanapun persahabatan mereka tidaklah singkat, Ardi adalah sosok yang selama ini ada untuknya. Yang berusaha melindunginya, menjadi keluarga untuk Sasi di saat Sasi harus berjauhan dengan orangtuanya. Bahkan Sasi lebih sering berkomunikasi dengan ibu Ardi ketimbang ibunya sendiri.
"Sejak kapan kamu jadi liar begini!" desis Ardi.
Sasi memandang Ardi dengan kening berkerut, "Liar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiran Angin Laut
Romance[Pemenang Wattys Award 2017 kategori Riveting Reads] Apa sih yang dipikirkan orang saat mendengar kata pelaut? Orang yang kerjanya menangkap ikan seperti nelayan? Orang yang bekerja berbulan-bulan di laut dan tak pulang-pulang? Atau orang yang diyak...