one

65 12 18
                                    

•Vanilla•

Biarkanlah seseorang yang menjadi masa lalumu itu pergi, lepaskan seluruh kenanganmu bersamanya, biarkan angin yang berhembus membawa seluruh kenangan itu, dan biarkan waktu yang berjalan membuatmu melupakan semua itu sedikit demi sedikit.

OooO

"Van,"

"Vanilla!"

Keenan berdecak kesal melihat sepupunya yang terus melamun.

"Vanilla, coklat, stroberry!!" teriak Keenan tepat di telinga Vanilla yang sontak membuat mata Vanilla tertutup juga tangannya yang menutup telinganya.

"Kee! Bisa gak sih gak usah pake teriak teriak?!" tanya Vanilla kesal.

"Abis lu sih di panggil gak nengok nengok"

"Ck! Emang ada apaan sih"

"Apasih yang lo lamunin?"

Vanilla terdiam sebentar "Kee, gue mau nanya,"

"Nanya apa? Nanya kenapa bulan itu terang? Atau mau nanya kenapa matahari itu silau?"

"Kee! Gue seriussss," Keenan tertawa begitu berhasil membuat Vanilla kesal.

"Kee, kenapa sih gue bisa amnesia?"

"Lu mau tau kenapa?" tanya Keenan serius.

"Kenapa?" Vanilla dengan wajah polosnya.

"Karena adanya gaya gravitasi bumi!" jawab Keenan disertai tawaan yang membuat Vanilla tambah kesal.

"Keenann!!!"

"Udah ah, gue mau kembali ke kelas" Keenan lalu berdiri dan berjalan menuju kelas.

"Kee, tungguin gue!" Vanilla pun ikut berdiri dan menyusul langkah Keenan

"Vanilla awass!!" seru salah seorang dari pemain basket di lapangan.

"Van, awas!" baru saja Keenan ingin berjalan menangkis bola basket itu, Vanilla sudah terjatuh tergeletak di tanah.

Keenan berkacak pinggang, "Vanilla bego! Udah dibilangin awas malah gak minggir juga! Pingsan kan akhirnya, bego sih!" Keenan masih saja menggerutu tidak jelas melihat Vanilla yang sudah pingsan.

"Keenan! Lo bego atau apa sih? Vanilla pingsan ya diangkat ke UKS lah, lo kenapa masih ngomel ngomel situ?" seru Daniel yang berada di tengah tengah kerumunan orang yang melihat pingsannya Vanilla.

"Iya ya? Kok gue bego juga sih?" Keenan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Eh kalian juga! Bukannya bantuin angkat, situ malah asik nonton dia pingsan" lanjut Keenan sambil berusaha mengangkat Vanilla.

*

"Van, lo pingsan atau apa sih? Lama bet" Keenan yang masih setia menunggu Vanilla bangun pun akhirnya kesal juga karena yang ditunggu tak kunjung bangun juga.

"Van,"

"Woi,"

"Bangunnn"

"Bodo ah, gue mau ke kantin dulu"

"Kee" seru Vanilla setengah sadar yang membuat Keenan kembali terduduk di tempatnya.

"Udah bangun lu?"

"Kee"

"Eh? Van? Van? Lu gapapa?" tanya Keenan khawatir melihat Vanilla yang memegang kepalanya seolah olah memberi Keenan kode kalau kepalanya sakit.

"Kepala gue sakit, Kee"

"Aduh, gimana ya? Tunggu tunggu gue panggilin bu--"

"Udah gak usah, mendingan kok, ambilin gue air aja" Keenan pun mengambil air diatas meja kecil yang terletak disamping tempat tidur dimana Vanilla berbaring.

"Lo kenapa tadi?" tanya Keenan sambil membantu memegang gelas Vanilla.

"Gue inget sesuatu" jawaban Vanilla yang langsung membuat Keenan terdiam.

"Kee," panggil Vanilla.

"I-iya?"

"Gue dulu pernah kehilangan seseorang yang gue cintai?" tanya Vanilla. Keenan terdiam beberapa detik hingga dering ponsel yang berbunyi menyadarkannya.

"Halo" Keenan menjawab teleponnya. "Oh, oke" Keenan memutuskan teleponnya.

"Van, gue kembali dulu ya? Mau kasih tau anak anak OSIS ada rapat dadakan" Vanilla mengangguk

Vanilla kembali memejamkan matanya begitu Keenan sudah keluar. Vanilla memikirkan kedua cowok yang harus dia cari tau.

Kelvin.

Adlan.

Siapa kedua laki laki itu?

Vanilla kembali mengingat kejadian yang membuat kepalanya sakit.

"Adlan, lo gak boleh ninggalin gue!"

"Maafin aku, Van"

"Lan, lo udah jan--"

"Happy birthday, princess" ucap Adlan memberikan sebuah kotak kecil kepada Vanilla.

"Ini--"

"Ini udah jam 00.00 tanggal 16 maret, ultah lo kan?" Vanilla terdiam, disaat saat begini, Adlan masih sempat memberikan Vanilla kado? dan sejak kapan Adlan mempersiapkan kado itu?

"Hei? Kamu jaga diri kamu baik baik ya?" ucap Adlan tersenyum.

"Kamu udah janji bakal jagain aku kan?" tanya Vanilla. Cairan bening dari pelupuk matanya sudah terjatuh. Bahkan disaat setengah jiwanya sudah pergi, Adlan masih bisa tersenyum?

"Aku sayang kamu, Vanilla Adlina, kamu harus janji jaga diri kamu baik baik untuk aku ya"

"Tap-- Adlan? Adlaannn!!" Vanilla mengguncang tubuh Adlan keras. Berharap yang diguncang membuka matanya kembali.

"Adlan, lo gak boleh ninggalin gue!!".teriak Vanilla yang masih saja memeluk Adlan. Suster dan dokter yang melihat hanya bisa menahan haru sesekali menenangkan Vanilla.

"Udah, Van, kita harus merelakan semuanya" ucap Mark, saudara Adlan.

"Gak kak! Gak bisa! Aku gak rela Adlan ninggalin kita semua" teriak Vanilla lalu berlari keluar rumah sakit

Berlari sekencangnya melewati setiap mobil yang sesekali mengklakson memperingati agar Vanilla harus berhati hati

Dan..

Bugghh..

"Van?" Vanilla membuka matanya, kembali pada alam sadarnya begitu mendengar namanya di panggil.

"Eh? Luna,"

"Lo baik baik aja kan?"

"Iya, gue gapapa kok" Vanilla tersenyum.

"Lu sih, udah gue ajakin tadi ke kantin, gak mau, malah pergi sama si cowok tengil itu ke lapangan, kena bola basket kan akhirnya" cerocos Luna. Vanilla tertawa mendengar ocehan Luna, dia tau walaupun Luna sering marah marah tidak jelas, tapi itu semua demi kebaikan Vanilla.

"Tengil tengil tapi lo sayang juga kan?" tanya Vanilla sambil mengedipkan matanya sebelah.

"Vanilla!" Vanilla tertawa begitu melihat rona merah di pipi Luna. Yap, Luna sahabatnya yang juga pacar dari sepupunya, Keenan.

"Yaudah, kita kembali ke kelas yuk, gue udah gak ikut pelajarannya Bu Ina, yakali gue gak ikut pelajaran selanjutnya" ucap Vanilla lalu turun dari ranjang UKS.

"Yuk" Luna tersenyum sembari merangkul Vanilla keluar kelas.









OooO


Tbc.

VanillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang