Better

7 2 0
                                    

Entahlah.

Tapi sepertinya saya lebih menyukai Sabtu ini ketimbang hari Minggu dulu, ketika saya dan kamu menghabiskan waktu seharian hanya berdua. Mungkin karena kehadiran Mia dan Putri membuat canggung enggan menghampiri. Atau mungkin karena saya sudah sedikit berdamai dengan hati saya lantaran kamu bukanlah sosok yang benar-benar saya cari sebagai pasangan (tapi saya masih menyukaimu).

Kita berempat berjalan bersama--Mia dan Putri, saya dan kamu. Seperti itu, hingga saya curiga orang-orang melihat kita sebagai sepasang kekasih bersama dua orang temannya.

Ah tidak, itu hanya keinginan hati saya yang paling dalam. Tidak mungkin orang lain mengira demikian ketika jarak di antara saya dan kamu masih terlalu jauh untuk dapat dikatakan memiliki hubungan khusus. Sepertinya saya memang masih menyimpan perasaan.

Bolehkah saya sedikit berbangga, karena permintaan Mia, kini kamu memiliki foto saya di ponselmu. Memang, bukan hanya foto saya sendiri, tetapi bersama Mia dan Putri juga. Bolehkah saya berharap, ketika suatu hari kamu melihat-lihat koleksi fotomu, kamu akan melihat foto itu dan mengingat hari Sabtu ini?

"Besok mau ke mana nih?"

Itu pertanyaanmu saat matahari mulai tergelincir, saat kita sudah menghabiskan berjam-jam waktu kita di tengah-tengah pepohonan tengah kota. Saya tak menjawab, karena saya tahu kamulah yang pada akhirnya akan mengusulkan tempat untuk kita sambangi berikutnya.

"Kota Tua, yuk."

Benar, kan.

"Boleh."

"Putri?"

"Enggak deh, aku ada janji sama mbak sepupuku."

"Kalau Mia?"

"Ikut dong," jawab Mia cepat--karena dia akan tinggal sendirian di kos jika tidak ikut salah satu di antara kami."Eh, tapi nanti aku ganggu date kalian," tambahnya lagi, merujuk pada saya dan kamu.

Sialan. Hati saya berulah lagi.

Dengan cepat, wajah skeptis saya muncul sebagai jawaban. Topeng yang saya miliki sejak saya mengenal cinta ternyata berguna hingga saat ini. Mengelabui orang-orang, lelaki yang saya sukai, dan, semoga usaha saya berhasil, diri saya sendiri.
.
.
Sudahkah saya bercerita bahwa tangan saya dan Dito sempat bersentuhan saat jalan-jalan kami hari Sabtu ini?

Tidak, bukan karena inisiatif Dito atau saya yang sudah berkulit badak. Melainkan karena kami berjalan berdampingan terlalu dekat. Ditambah kebiasaan saya yang tidak terlalu memperhatikan siapa yang ada di samping saya ketika berjalan.

That's the closest I am to holding someone else's hand--exclude the act I play during middle school.
.
.
"Katanya nunggu di Pepper Lunch, Dit?"

Saya hanya tersenyum pahit mendengar pertanyaan Mia. Hari ini hari Minggu, dan kami sehabis keluar dari toko buku di sebuah mal di daerah Jakarta Utara--setelah sebelumnya sukses menyambangi daerah Kota Tua. Melihat toko buku, tentu saja saya tidak bisa menahan keinginan dan masuk ke dalam, melihat-lihat novel yang hanya akan saya tangisi kemudian.

Tapi, Dito tidak tahan. Dia memilih menunggu di luar ketimbang menemani saya di dalam, di bagian novel berada--atau di bagian lain kalau ia memiliki selera yang berbeda dengan saya. Sepertinya saya benar-benar tidak bisa berakhir bahagia dengan lelaki satu itu.

Karena saya mencari seorang lelaki yang rela dan sabar menemani saya mengelilingi rak novel di toko buku.

Saya sedih, saya (sedikit) kecewa.

Tapi (sepertinya) saya masih menyukainya.
.
.
Dito mengirimi saya chat di tengah jam kerja. Berdalih kesepian, seperti yang biasa dia lakukan, menyapa saya layaknya menyapa teman-temannya dalam suatu grup chat. Terkejut memang, tetapi saya tidak bisa mengelak dari detak jantung saya yang tiba-tiba berubah temponya begitu saja.

Namun, setelah saya bercerita pada Putri (dengan gaya bercanda, tentu saja) ternyata Dito juga melakukan hal yang sama padanya. Perbedaan terletak pada fakta bahwa Dito tidak meneruskan percakapan karena dia tiba-tiba offline begitu saja.

Sepertinya saya harus mengingatkan diri sendiri (lagi) bahwa saya bukan satu-satunya teman yang bisa diajak mengobrol oleh Dito.

Lebih penting lagi, saya bukanlah satu-satunya wanita yang berada di sekitar dirinya.

TemporaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang