"Udah ah, gue males ngomong sama anak tengu." Hana berlalu meninggalkan Davin, dan segera menuju ruang musik.
Davin dibuat menganga tak percaya. Tak tersepona kah sedikit pun si Hana pada Davin?
Ego mereka sama sama tinggi. Apalagi Davin.
•••
Karena Davin tidak tahu harus menunggu dimana, maka ia putuskan untuk menunggu Hana di dalam ruangan. Ia berjalan mencari kursi kosong.
Brakk
Davin tak sengaja menjatuhkan botol yang ada di pinggir meja. Membuat semua perhatian murid yang ada di dalam tertuju pada Davin, termasuk Hana. Mereka menatap Davin dengan tatapan memuja dan heran, kecuali Hana yang sejak tadi menatapnya dengan datar.
Davin segera mengambil botol yang jatuh itu dan meletakkannya kembali. Disusul dengan cengiran khasnya, membuat sebagian siswa menjerit tertahan.
"Ih, kutu kupret tebar pesona lagi. Ngapain coba." Hana mendumel dalam hati.
Segera Davin duduk di kursi dekat pintu, menghiraukan semua murid yang ada di ruangan ini yang menatapnya dengan tatapan memuja.
"Ehm." Hana berdehem cukup keras, membuat perhatian teralihkan pada Hana.
"Baik, kita lanjutkan latihannya."
Para murid mempersiapkan diri mereka dengan biolanya. Sedangkan Hana bersiap dengan pianonya.
Musik pun dimulai. Melantunkan melodi indah yang sangat enak di dengar. Seolah suara piano dan biola itu saling melengkapi untuk menjadi satu melodi yang sangat merdu dan pas untuk didengarkan.
Davin menunggu dengan sabar, sambil menikmati musik yang dimainkan Hana dengan teman-temannya.
Tak berapa lama pun, latihan usai. Hana dan yang lain membereskan peralatan masing-masing. Di sudut lain, disana, Davin yang sedang duduk sudah tertidur pulas dengan tangannya yang menyilang di depan dada. Hana yang melihat itupun memutar bola matanya jengah.
"Kak duluan ya," ucap beberapa siswa bebarengan kepada Hana. Hana hanya mengangguk mengiyakan.
Para siswa yang melewati Davin menatap Davin dengan tatapan memuja. Tidur aja ganteng, apalagi pas bangun.
Hana menghampiri Davin yang masih tertidur pulas itu. Lalu ia mengambil sebuah kayu kecil di dekat kursi. Hana mencoel bahu Davin dengan kayu itu.
"Eh lu, bangun." Hana memutar bola mata jengah, karena Davin tak kunjung bangun.
Tiba-tiba ia melihat seekor laba-laba hinggap di kepala Davin. Hana menahan tawanya. Mampus lo, batin Hana.
Semakin lama laba-laba itu berjalan ke arah wajah Davin. Karena geli sendiri melihatnya, Hana pun mencoba menyingkirkan laba-laba itu.
Grep.
Sebuah tangan memegang tangan kecil Hana. Hana mendelik melihat Davin yang terbangun dari tidurnya.
"Udah selesai latihannya?" tanya Davin dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Hana mengedipkan matanya berkali kali, ia tersadar jika tangannya masih dipegang oleh Davin. Langsung ia melepaskan cekalan itu.
"Lo modus ya pengang tangan gue?" pertanyaan Hana terdengar seperti pernyataan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hana
Подростковая литература"Coba Lo senyum gitu tiap hari, pasti gue udah jatuh." Perkataannya yang ambigu membuat Hana menatap heran. -Davin Wijaya "Bisa diem gak." Ia mengucapkan dengan nada datar dan bahkan terdengar seperti pernyataan. -Hana Maharani Ini cerita tentang Ha...