#1 awal

45 1 0
                                    

Sepatu navy menemani perjalanannya pagi ini. berjalan menyusuri koridor rumah sakit.

"selamat pagi dokter" paginya dimulai dengan menyapa sang papa yang terlihat lelah.

"ah kamu, mama masak apa pagi ini? Papa gak bisa pulang lantaran-" ucapan papanya terpotong dengan ucapan amira.

"operasi pasienkan? Iya amira tau, tadi diceritain sama mbak ami didepan, nih bekal sarapan pagi dari sang mama tercinta" Tapi percayalah, ia selalu peduli pada papanya yang sudah menginjak umur 54 tahun.

"gimana kuliah kamu?" topik pembicaraan yang sensitif.

"ya gitu" amira sangat bosan di bahas tentang ini.

Ia mulai bosan dengan kampus. percayalah.

"wisuda?" tanya papa sambil memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya. Pagi ini mama masak nasi goreng favoritnya papa.

"tukan, papa. Bahas wisuda mulu, amira harus ngumpulin beberapa tugas lagi kok, abis itu mira usahain cepat wisuda"

Papa tertawa kecil "judes amat sih anak papa satu ini, dah ah pulang sana, papa mau video call sama mama dulu, sana."

Amira diusir papa sendiri. Astaga.

Ia berpamitan dengan papa, keluar dari ruangan dan menuju lift diujung koridor. Amira menekan tombol untuk menuju lantai dasar. di dalam lift ini hanya ada dia dan seorang pria yang menurutnya,sangat besar dan juga tinggi.

Tanpa ia sadari, amira memperhatikan wajah pria itu, Tampan.

tampilan si pria terlihat kusut dengan jas dan rambut yang berantakan. Seorang pria bisa menangis? bahkan ia masih terlihat tampan dengan mata bengkak dan hidung yang memerah.

reflek, amira mengeluarkan sapu tangan miliknya dan memberikan kepada pria disebelahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Karena Amira memang asing untuk berbicara dengan lawan jenis, kalau perlu tidak usah bicara sama sekali dengan mahluk yang namanya pria. ia terlalu takut.

Sampai di lantai bawah amira keluar dari lift dan menuju tempat parkir tanpa menoleh kearah si pemuda tadi.
----------

sepulang dari rumah sakit. amira melangkahkan kakinya ke arah kelas Fany,teman dekat bahkan sudah seperti saudara.

"eh anak pak dokter, ni dapat surat cinta lagi dari boim" fany memberikan selembaran kertas merah jambu dengan senyum yang jahil.

"apasih fany" amira risih dengan hal- hal seperti ini. dari masuk kuliah ia sudah sering dapat bunga,surat,bahkan boneka dan coklat. Tapi tak satu pun yang di respon. Rasanya sulit saja untuk memulai. untuk sekedar ngobrol saja takut, apa lagi menjalin suatu hubungan.

"kalo ini surat dari gue dan my honey" cetus Fany sambil menyerahkan amplop tebal berwarna pink salem.

"bulan depan gue nikah Ra, lo kapan?haha"ucap fany sambil tertawa kecil dan mereka berjalan menuju kursi taman terdekat.

"buset dah, cepet amat. Wisuda juga belom dah nikah aja lo. Bukannya tahun depan ya fa?"

Fany cuma senyum senyum gak jelas. Dia memang mau nikah muda katanya. Dijodohin pula. Kalo Amira? Ogah. Enggak bakal mau yang namanya dijodoh-jodohin gitu.

Yang ada Fany gak pernah bosan untuk menjodohkan amira dengan pria-pria aneh diluar sana.

Sayangnya, Amira sama sekali gak tertarik. Prinsipnya sejak tamat SMA adalah Nikah tanpa pacaran. Maksudnya dia gak mau pacaran lagi, benar-benar buang waktu, pikiran, tenaga, dan hati. Kalau ada yang tulus yasudah lamar aja.

"amira, lo denger gak sih gue ngomong dari tadi?" cetus Fany membuat lamunan amira buyar.

"hah apa fa?"

"besok si Rio gak bisa nemenin gue fitting baju. Lo temenin gue ya, ntar dianter sama temen abang gue" fany menoleh ke arah mira dengan tatapan memohon.

"gak mau, besok mau kerumah sakit papa" jawab amira ketus, nanti kalau amira nurutin maunya Fany yang ada jadi ajang nyari jodoh.

"JAHAT!" teriak Fany dramatis yang berujung jadi tontonan orang-orang. Dan yang selanjutnya yang bakal fany lakuin adalah mewek. meskipun sebentar lagi menikah, amira rasa sifat kekanakan sahabatnya gak pernah luntur.

"iyaaaa udah, jangan mewek! Iya gue temenin, ntar pakek mobil gue aja ya" fany memang keliatan lebih lebih anak kecil kalau apa yang dia mau gak diturutin.

"yah kenapa? Ntar gue jemput deh sama temenya abang, baru pulang dia dari amrik. Dia nginap dirumah sekarang. Karna besok abang ada rapat. Jadi dia deh yang nemenin gue, kangen indo katanya" jelas Fany Panjang lebar yang cuman amira jawab anggukan kepala saja.

memangnya aku perduli?

"Amira, gak mungkin gue berdua doang sama dia, makanya gue ajak lo" jelas Fany lagi.

"iya paham kok" jawab amira singkat.

"mana tau dia jodoh lo kan?" fany menatap mira dengan wajah yang berbinar. sedangkan Amira membalasnya dengan tatapan datar. benar-benar tanpa ekspresi.

"Tukan bahas ginian lagi. Udah ya Fa, gak minat gue" amira memalingkan mukanya ke arah depan. menerawang kejadian gila yang Fany lakukan untuk menjodohkannya. bahkan amira dibuat kelabakan sewaktu Fany menjodohkannya dengan anak SMA.

hell-no! gue gak suka brondong. gue sukanya kedongdong.

"kalau dia-nya yang minat gimana?" tanya fany santai.

Paling mereka hanya mau main-main saja dengan hati.

----------

4 desember 2017

AMIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang