III. Acara Makan yang Menakutkan

115 9 1
                                    

"BEN, saya agak khawatir dengan Alpha. Coba panggil dia kesini," kata Bheta kepada pelayan yang mengantarkan Rouvert ke ruang makan itu.

"Baik, Sir."

Sang pelayan menunduk dengan hormat lalu bergegas meninggalkan ruangan. Suasana mulai sunyi. Bahkan ruangan yang semula dipenuhi suara sendok dan piring bersentuhan itu kini sudah tidak terdengar lagi. Sang empunya acara menghangatkan situasi.

"Semuanya, tidak usah khawatir. Mari kembali makan," ucap Dawn Chringstone. Ia tersenyum hangat kepada para tamu. Acara makan dilanjutkan. Sementara itu, Arthenz Rouvert bertanya kepada Lady.

"Madame, kalau boleh tahu, laki-laki itu siapa?"

"Oh, dia," jawab Lady Wattersonela sambil meminum seteguk teh, lalu kembali melanjutkan kata-katanya dengan nada agak pelan, "Dia Ben Phynks. Dia adalah pelayan yang istimewa. Dia pelayan kami yang paling tepercaya. Kami bahkan meminta nasihatnya jika ada problem yang timbul di keluarga kami. Orangnya sangat pandai dan cekatan."

"Oh, oke," ucap Rouvert. "Lalu, bagaimana latar belakang keluarganya?"

"Anda bertanya kepadaku mengenai keluarganya?" Lady Wattersonela tertawa kecil. "Entahlah, akupun tak tahu. Waktu itu kami sangat butuh pelayan, jadi begitu pria itu melamar pekerjaan langsung kami terima. Kami senang dia bisa dipercaya."

Rouvert mengangguk perlahan, kemudian melanjutkan makanannya yang belum habis. Tak lama setelah itu, sang pelayan datang lagi keruang makan. Ia berlari kearah Bheta dengan wajah merah padam.

"Sir! Gawat!" katanya dengan nada keras.

"Ada apa Ben? Jangan membuat semua orang menjadi ketakutan. Dimana Alpha?" tanya Bheta sambil menunjukkan tubuh yang semakin gemetar. Lagi-lagi Rouvert menatapnya dengan tatapan tajam.

"Tadi ketika saya mengetuk pintu kamar Miss Alpha, dia tidak menjawab. Lalu, saya ketuk pintunya lagi berkali-kali, namun tetap saja dia tidak menyahut. Saya khawatir. Tanpa pikir panjang, saya langsung memberitahu anda kesini," jelas Ben.

Berita itu telah membuat orang-orang semakin cemas. Mereka semua berdiri dari kursi lalu berbondong-bondong melangkahkan kaki menuju kamar Alpha.

Para tamu dan keluarga melewati lorong villa, lalu menaiki lantai dua dengan menggunakan tangga mewah yang terbuat dari kayu eboni. Lantai dua adalah tempat dimana kamar Alpha berada. Ternyata ruangannya lebih luas. Banyak sekali benda-benda berharga yang terdapat di ruangan itu — termasuk guci-guci yang sangat langka.

Setelah mereka sampai didepan pintu kamar, Rouvert kemudian mengetuk selama tiga kali sambil memangil-manggil nama putri orang terkaya ketujuh di London itu.

"Miss Alpha! Miss Alpha!" teriaknya.

Namun tetap tidak ada jawaban. Semua semakin khawatir. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara keras dari kamar tersebut.

Praaang!

Tanpa meminta persetujuan apapun, Ben mengambil inisiatif untuk mendobrak pintu kamar gadis itu sampai rusak. Dan itulah yang terjadi. Rouvert beruntung karena terlebih dahulu menghindar sebelum Ben merusak pintunya. Ia melihat kearah jam tangannya. Waktu itu pukul 19.31 lewat 10 detik.

Semua orang ditempat itu kini melihat apa yang seharusnya tidak ingin mereka lihat. Didepan mereka telah terbaring seorang anak perempuan cantik yang sangat pucat. Ia terkapar kaku di tempat tidurnya. Gadis cilik itu sedang memegang lehernya sendiri dengan kedua tangannya. Dengan begitu banyaknya busa yang keluar dari mulutnya, sudah dipastikan ia tidak bernyawa lagi.

Mystery in White VillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang