CEMBURU (OUR HUSBAND CHAPTER 23)

17K 1.5K 165
                                    

Happy Reading

Beberapa orang meyakini. Bahwa, manusia tidak akan pernah merasa bersyukur memilki sesuatu, sebelum semuanya hilang atau menjadi milik orang lain.

Dan hari ini, aku percaya akan hal itu. Entah kenapa, menit yang kulalui terasa sangat lambat. Aku sadar, aku tidak bisa hidup tanpa Mondi. Aku tidak bisa jika aku tidak melihat senyum itu. Aku lemah, tanpa sentuhan lembut dari tangannya.

Aku menggeleng, memandang bayanganku di depan cermin. Selemah itu aku tanpa suamiku? Aku tersenyum. Karena jawabannya adalah iya. Aku menjadi lemah tak berdaya tanpa Mondi.

Dua hari terasa berat kulalui. Ditambah, aku tidak bisa menghubungi Mondi sejak semalam.

Di mana dia?

Sedang apa?

Kenapa ponselnya tidak bisa dihubungi?

Kuletakkan kembali ponsel yang sejak tadi kugenggam. Ponsel yang layarnya tak kunjung menyala sampai di detik aku memutuskan keluar meninggalkan benda itu di dalam kamar.

"Bunda masih mual?"

Pertanyaan dan nada penuh perhatian itu menyambut langkahku mendekatinya. Aku tersenyum, lalu mengelus rambut Clara.

"Chui minta disisir rambutnya sama bundanya." Dan seperti biasa. Clara memberiku boneka kesayangannya lengkap dengan sisir kecil.

"Apa ayah tahu bunda sakit?"

Aku menggeleng. Semalam, sebelum tidur, aku memang sempat mual dan merasa sangat pusing. Untuk beberapa detik, benda-benda di sekelilingku terasa berputar membuatku sedikit kehilangan keseimbangan. Dan tangan kecil Clara lah yang menolongku. Dia membantu menahan rambutku saat aku memuntahkan semua isi perutku di dalam kamar mandi. Mengusap lembut tengkukku sembari menenangkan. Aku tersenyum mengingatnya. Bagaimana cekatannya Clara mengambilkan aku minyak kayu putih di dalam tas oma-nya sekalipun minyak itu tak membantu banyak.

Aku bersyukur memiliki anak sebaik dia. Bisa dikatakan--- aku adalah salah satu wanita yang paling beruntung di dunia. Tidak melahirkan, tidak merasakan bagaimana rasanya hamil. Tapi aku memiliki anak. Yang selalu memanggilku bunda.

Kurang sempurna apalagi hidupku?

"Kemana sebenarnya ayah itu? Dasar... laki-laki. Mereka memang seperti itu, bunda."

"Bagaimana dengan William?" tanyaku.

"Bunda tahu? Tabiat William lebih jelek dari ayah. Kalau ayah, kan, hanya marah-marah nggak jelas. Nah, kalau William. Dia sering tebar pesona. Dia juga selalu melupakanku dan memilih bermain sama Arleta. Dasar dia itu---"

"Kamu cemburu?" Aku menggodanya. Kulihat raut wajah Clara berubah. Terlihat tegang dan malu-malu. Aku terheran-heran. Anak sekecil ini sudah memiliki rasa tertarik pada lawan jenis dan juga cemburu.

"Bunda...." Clara menekan pahaku pelan. "Apa bunda cemburu pada tante Reva? Aku tidak paham. Kenapa ayah selalu menghabiskan waktu bersama tante Reva."

"Aku yang menyuruhnya," jawabku seraya mengajaknya berjalan-jalan di sekitar vila untuk melihat-lihat pemandangan.

Hamparan kebun teh menyambutku. Udara sore semakin membuat pikiranku tenang.

"Kenapa?" tanya Clara.

Aku menatap Clara. Kemudian berkata, "Dalam sebuah hubungan. Baik itu rumah tangga atu persahabatan. Tidak baik jika ada kecemburuan. Yang harus Ala tanamkan dalam hati adalah; rasa pengertian, dan kepercayaan. Karena tanpa itu, hubungan yang kamu jalani tidak akan ada artinya."

OUR HUSBAND√(Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang