Bagian Pertama

9K 702 32
                                    

"Teruntuk tuan Hati yang terhormat, bisa tidak kamu berhenti mencintai orang yang tidak tepat?"


TUBUH Deora mengambang di atas udara, dilemparkan oleh lima orang adik kelasnya, Deora berusaha menyeimbangkan tubuh agar bisa berdiri tegak di atas formasi baru yang disusun membentuk labirin.

Mengucap basmalah, Deora bernapas lega karena dua menit setelahnya ia berhasil berdiri di atas telapak tangan teman-temannya. Pom-pom yang ada di tangannya di angkat, lalu ia memberi kode.

Kodenya berhasik ditangkap oleh yang lain, dengan segera, sekompak mungkin mereka melompat, begitu juga dengan Deora yang langsung salto memutar tubuhnya.

"Pucuktens Crew!" jerit Cherly, lalu dibalas teman-temannya.

Saat Deora melakukan pendaratan, semua orang menarik napas. Pasalnya, banyak kemungkinan flyer mereka itu akan jatuh dan mengalami cidera.

Sesuai dugaan waktu, ternyata Deora berhasil menegakkan tubuhnya di tanah. Tersenyum lebar ke arah Bu Winda yang sedari tadi menikmati proses latihan anak-anak didik ekskulnya.

"Aaaaa!" seru guru serba bisa mereka itu. Meski sudah beranak tiga, tubuh proposional serta semangat bu Winda sama sekali tidak kentara. "Kalian pokoknya luar biasa. Udah jago latih keseimbangan, mahir menentukan waktu buat jatuh, dan terlebih Deora sangat keren waktu terbang-terbang di udara."

Fernaza yang tadinya bertugas melemparkan Deora ke atas langsung menimpali, "Hidupnya diterbangin mulu sama Daniel, Bu. Makanya bisa enjoy gitu terbang-terbang di atas."

Sontak semuanya terkekeh, termasuk Deora dan bu Winda.

"Sayangnya Daniel bukan anak basket ya, kalau sempat ... hm, habis dia Ibuk buat, kalo kalah meski udah dapat semangat dari cheers sebadai ini," kata bu Winda, lagi-lagi hiperbola. "Semangat kalian kayaknya nggak luntur ya, meski ini udah setengah enam sore."

"Bentar lagi pembukaan ILC kan, Buk? Semangat dong, Pucuktens kan langganannya ILC," komentar Atika, menyebutkan alasan kenapa mereka bisa latihan bersemangat.

Senyum bu Winda lantas meredup. Dipandanginya satu-satu seluruh anak muridnya. "Lah pada merhatiin Ibuk gitu? Buru duduk dulu, minum langsung. Ini kalian pada keringetan."

Deora menunduk, ia ikut berjalan ke pinggir lapangan guna memgambil botol air minum yang sudah dipersiapkannya sejak jam makan siang.

Jika sudah seperti ini urusannya, Deora sudah tahu apa yang selanjutnya akan bu Winda katakan. Deora sebenarnya sudah mencoba ikhlas, toh yang akan bu Winda katakan juga demi kebaikannya.

Naura duduk di samping Deora. "Siap-siap dapet kejutan."

Deora terkekeh. "Aku siap selalu loh Mas, Nor."

Melihat seluruh anggota ekskulnya sudah duduk rapi dan siap menyimaknya, Winda menarik napas panjang. Menatap komplotan Deora yang sudah memasang wajah manis.

"Seperti yang kalian ketahui, dan sudah dibahas buat kesepakatan sekolah, Ibuk minta maaf buat kelas dua belas selama dua semester ke depan kalian sama sekali tidak diperbolehkan untuk ikut lomba atau event apapun yang menyangkut cheers." Suasana mendadak senyap. "Konsekuensi yang ditanggung memamg berat, tapi ingat setahun itu sebentar. Kalian perlu banyak waktu sebelum UN. Ibuk enggak mau angkatan kalian ini lulus dengan nilai rata-rata biasa. Harus bisa melebihi angkatan sebelumnya."

Devolution GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang