Part 14 : Keep fighting

50.2K 2K 4
                                    

Aku gugup. Aku berdiri di depan rumah mungil yang terletak di daerah Bintaro milik Amanda. aku mendapatkan alamat ini dari arsip kantor, dulu Amanda adalah asisten Abi, jadi masih ada biodatanya di bagian hrd. Dan aku berhasil mendapatkannya.

Kulangkahkan kakiku perlahan menyusuri taman kecil di depan rumahnya. Sepertinya Amanda ada di rumah, karena jendela rumah ini terbuka, lampunya pun menyala. Aku mengetuk pintu rumahnya perlahan.

“Hai Amanda, boleh gue masuk?” Amanda muncul dengan memakai short dan kaos gombrong. Perutnya belum terlalu besar.

“Mau apa?” ia masih memperlakukanku seperti biasa, judes.

“Ada yang mau gue bicarain, demi kepentingan lo juga. Nggak ada yang tau gue kesini, jadi gue bener-bener nggak ada maksud apa-apa.” Mendengar penjelasanku Amanda akhirnya mengizinkan aku memasuki rumahnya.

Amanda menyuguhiku secankir teh hangat, aku duduk di ruang tamunya yang tampak bersih dan apik.

“Langsung aja, ada apa?”

“Man, gue tau, anak yang lo kandung itu bukan anak abi. Dan gue mau ingetin lo supaya jangan gegabah dalam ambil keputusan.. kita tau, keluarga abi itu bukan keluarga sembarangan. Kalopun abi sekarang menyanggupi untuk menikahi lo, pada saat anak lo lahir, dia pasti akan minta tes dna.” Aku memperhatikan Amanda yang sepertinya mulai mencerna kata-kataku. “Gue kesini bicara sebagai sesama perempuan. Kalo pada saat hasil tes dna keluar, dan hasilnya negative, gue yakin keluarga abi akan menuntut lo. Orangtua abi itu orang penting man, dia nggak akan rela nama baik keluarganya tercemar. Apa lo mau, kalo nantinya anak lo harus menjalani masa-masa pertumbuhannya tanpa ibu disampingnya?”

“Maksud lo apa?” Amanda menatapku dengan tajam.

“Man, kalo emang dari hasil tes dna terbukti anak itu bukan anak abi, kemungkinan besar lo akan berada di sel man. Lo udah ngelakuin penipuan. Dan itu berarti, lo nggak bisa mengurus anak lo di saat anak lo baru lahir, disaat dia lagi sangat membutuhkan ibunya. Apa lo rela?”

“Tujuan lo apa lex bilang ini ke gue?”

“Gue anak yatim piatu man, dan itu sangat tidak enak. Walaupun ibaratnya gue punya harta. Tapi keberadaan orangtua itu nggak bisa digantikan dengan apapun. Pada saat gue sedih, apa uang bisa meluk gue? Apa uang bisa ngehapus air mata gue? Nenangin gue? Pada saat itu, uang udah nggak ada artinya lagi man..” aku meminum tehku perlahan. “Gue nggak mau, lo menyesal nantinya, kalo mendadak keluarga abi tau lo menipu mereka dan menjebloskan lo ke penjara setelah anak lo lahir, gue nggak pengen anak lo nggak ngerasain kasih sayang orangtua dari dia kecil man.”

Amanda menundukkan kepalanya, ia sepertinya sedang berpikir keras mengenai ucapaku.

“Lo itu masih punya orangtua yang sangat menyayangi lo man. Seburuk-buruknya seorang anak, orangtua pasti akan tetap menyayangi anaknya. Kalo aja lo memberanikan diri lo untuk jujur sama orangtua lo, gue yakin, bokap nyokap lo pasti akan mendukung lo untuk membesarkan anak lo man.”

“Orangtua gue nggak tau gue kaya gini di Jakarta lex. dan sekarang semuanya udah terlambat.”

“Nggak ada kata terlambat. Percaya sama gue man. Lo masih muda, cantik, masa depan lo masih panjang man. Jangan takut untuk mengakui kesalahan, karena orang-orang malah akan jauh menghormati lo saat lo berani mengakui kesalahan lo, dibanding lo lari dari kesalahan lo sendiri.”

Amanda meneteskan air matanya. Ia terisak. Aku menoleh ke arahnya yang duduk di sisiku. Kupeluk tubuhnya yang mulai gemetar karena isakannya.

“Maafin gue lex..” Amanda mengucapkannya dengan terbata-bata.

Love Breakfast!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang