Aku mengeluarkan koper besarku dari dalam gudang yang terletak di dekat kolam renang rumahku. Aku mengangkat koper itu sampai ke kamarku yang berada di lantai atas. “Mpok, pokoknya sampe lexa pulang kantor ini kopernya biarin begini aja ya. Kamar lexa juga nggak usah diberesin okay.” Aku sengaja membuat kamarku berantakan sejak kemarin malam. Mpok mengerutkan keningnya. Menyadari saat ini sudah pukul delapan, aku bergegas turun, bisa terlambat aku sampai di kantor! “Pak, nanti tolongin lexa ya, ke alamat ini.” Aku memberikan secarik kertas kepada pak Karyo yang telah kutuliskan dengan sebuah alamat di dalamnya. “Bapak ketemu sama yang namanya mbak shima, pak karyo bilang aja mau ambil pesenannya lexa gitu ya. Thanks pak!” aku berlari kecil begitu mobilku berhenti di depan lobby kantorku. Sudah pukul setengah sepuluh, tandanya aku telat hari ini. Aku langsung memasuki ruangan Abi, tanpa mengetuk, seperti biasa. “Pagi bi.. maaf ya aku kesiangan,” aku bersandar pada pintu ruangan Abi, berusaha mengatur nafasku yang masih tersengal-sengal. “Lexa? Kok kamu masuk? Bukannya kemarin kamu udah resign?” Abi menghampiriku, menarik tanganku secara lembut, menuntunku menuju sofa di ruangannya. “Justru itu, besok kan aku berangkat, aku mau kerja buat kamu untuk yang terakhir kalinya. Boleh kan?” aku memberikan senyumku untuk Abi. Sejak beberapa minggu yang lalu kasusnya dengan Amanda sudah selesai, aku bersikap seperti biasanya pada Abi. Aku membawakannya susu coklat lagi, kami juga suka makan siang di apartment nya lagi seperti dulu. Hanya saja, aku juga tetap dekat dengan Adri, dan ini membuat Abi terkadang ngomel nggak jelas. Tapi saat ini kan aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Abi, hanya sebatas bos dan asisten, jadi aku rasa kalau aku dekat dengan siapapun, dia tidak bisa memprotesku. “Kamu mau ngebatalin pengunduran diri kamu juga aku kabulin lex..” Abi menatap wajahku. Penuh harap. “Nggak bisa ya?” “Mana mungkin bi, besok itu jadwal pesawatku ke Italy, nggak mungkin kan aku batalin hari ini? Lagipula, anak buahnya om roy di kantor almarhum papaku juga udah ngaturin tempat tinggal aku segala, jadi udah nggak memungkinkan untuk aku cancel keberangkatanku ini.” Abi menundukkan kepalanya, ia memijit-mijit keningnya. “Pulang kantor, aku anterin kamu pulang ya. Telfon pak karyo supaya nggak usah jemput kamu lex.” “Aduh maaf banget bi, Adri udah duluan janji mau jemput aku. Lagipula, kamu kan jam setengah lima sore nanti ada meeting sama klien dari bali yang baru bikin rumah di kemang itu. Jadi kan?” aku mengingatkan Abi dengan meetingnya sore ini, seringkali dia lupa dengan jadwalnya sendiri. “Jadi. Argh! Waktuku tinggal sedikit banget sama kamu lex. kalo gitu, setelah meeting aku main ke rumah kamu ya? Aku masakin untuk kita dinner, gimana?” “Boleh banget! Aku tunggu kamu, janji ya?” Abi langsung memeluk tubuhku. Erat. “Janji alexa.. aku akan percepat meetingku nanti, supaya bisa buru-buru ke rumah kamu. Aku usahain jam delapan aku udah ada di rumah kamu okay.” Aku bangun dari sofa, hendak kembali ke ruanganku. “Nih aku bawain buat kamu, belum sarapan kan?” aku mengulurkan tanganku, memberikan sekotak susu coklat untuk Abi. Ia tersenyum sambil mengambil susu itu dari tanganku. “Aku bakal kangen banget sama sarapan yang kamu kasih setiap pagi ini lex.” *** “Dri, korek lo mana sini dong jangan jauh-jauh!” aku mengambil korek api gas dari tangan Adri yang sedang sibuk meniup balon itu. “Heh lo tuh bukannya beli pompa kek udah tau balonnya banyak begini!” protes Adri yang sejak setengah jam yang lalu meniupi balon warna-warni di ruang makanku itu. “Udah sini dri, aku bantuin.” Lala, gebetan baru Adri itu mengambil salah satu balon dari meja makan. Adri mengajak wanita itu ke rumahku sore ini, Lala sangat ramah denganku, dari tatapan matanya ke Adri, aku yakin ia memiliki perasaan khusus untuk sahabatku ini. “Tuh.. lala aja nggak protes!” aku mencibir kepada Adri. Aku mengalihkan pandanganku ke arah ruang tamu. “Gimana der? Beres?” Darryl sibuk dengan handphone di genggamannya. “Beres, katanya sih paling lima menit lagi juga sampe.” Darryl bersandar mesra di bahu Namira yang kini duduk di sisinya itu. “Sayang sakit?” Namira menatap mesra Darryl, membelai pipi Darryl dengan penuh kasih sayang. “Ah dia mah manja doang nam, jangan percaya!” ledekku. Darryl dan Namira sudah resmi berpacaran sejak minggu lalu. Setelah Darryl bekerja sekantor dengan Namira, usahanya makin gencar sehingga Namira akhirnya menerima juga cinta sepupuku ini untuk dirinya. *** “Aduh maaf banget ya lex telat, tadi kliennya bawel banget. Beruntung kamu nggak nanganin dia.” Abi sampai di rumahku pukul setengah Sembilan malam. Kemejanya kusut, rambutnya acak-acakan, dasinya sudah dilonggarkan. “Kamu berantakan banget, capek ya bi? Nggak bisa bantuin aku packing dong..” aku melepaskan dasi itu dari kemeja Abi. “Bisa lex.. yuk.” Aku langsung menarik tangan Abi menuju kamarku. Abi tercengang melihat keadaan kamarku yang tidak biasanya berantakan seperti ini. “Kamu belum packing sama sekali?” Aku menggeleng menjawab pertanyaan Abi itu. “Apa keburu lex?” “Harus. Aduh bi aku laper banget..” aku meringkuk di kursi meja riasku. Abi langsung menghampiriku, panik. “Kamu kenapa? Udah yuk lex, kita makan dulu. Aku masakin kamu ya?” Aku mengangguk. Aku dan Abi menuruni tangga rumahku. Menuju ruang makan. Langkahku dan Abi terhenti di tiga tangga terakhir, Abi menutup wajahnya dengan kedua tangannya sesaat. “Ah..” desahnya. Happy birthday abi Happy birthday abi Happy birthday dear abi Happy birthday abi.. Om Tom, tante Gita, Adri, Lala, Darryl, Namira, Mpok dan pak Karyo menyambut Abi di bawah tangga. Abi tersenyum pada semuanya, speechless. Ia menoleh kepadaku, Abi merangkul lalu mencium ubun-ubunku. “Pasti kamu, thankyou lexa..” “Happy birthday abi..” aku mendorong tubuh Abi agar menuruni anak tangga. Tante Gita yang memegang cake berbentuk kotak susu coklat itu segera menyuruh anak tunggalnya ini untuk meniup lilin yang sudah mulai meleleh itu. “Make a wish dulu dong!” seru Darryl sebelum Abi meniup lilin ulang tahun yang berbentuk angka dua puluh enam itu. “Ayo mas dipotong kuenya..” mpok kini ambil suara yang langsung mendapat dukungan dari semuanya. “Pasti kamu deh lex yang bikin cake bentuk susu ini..” Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Abi ketika hendak memotong cake nya itu. “First cake nya buat siapa sayang?” tante Gita tersenyum pada Abi. Abi meletakkan potongan cakenya di piring kertas yang telah kusediakan. Abi memberikan first cake nya itu kepadaku yang langsung membuat semuanya bersorak meledek kami berdua. Setelah adegan potong cake, kami semua menuju ruang makanku. Sudah banyak makanan yang disajikan oleh mpok di meja makan. Abi tidak perlu memasak lagi untuk kami. Abi menatap keadaan rumahku yang bertabur balon warna-warni di sekelilingnya. “Lex, thankyou ya..” Abi melingkarkan tangannya di pinggangku ketika aku sedang memperhatikan tamu-tamuku yang sedang asik menyantap makan malamnya di pinggir kolam renang dengan penuh kegembiraan dari ruang makan. Dari ruang makan memang hanya dibatasi oleh pintu-pintu kaca untuk menuju kolam renang, jadi aku bisa melihatnya dengan jelas. “Sama-sama bi, ini kado ulangtahunku buat kamu, kamu suka?” aku mengangkat kepalaku agar dapat melihat wajah Abi yang berdiri tepat dibelakangku ini. “Suka banget.. udah lama aku nggak ngerayain ulang tahunku kaya gini lex..” Abi mengecup pipiku. Aku langsung mendorong tubuhnya menjauhi tubuhku. “Banyak orang bi!” seruku. Lagipula, Abi juga tidak pernah memberikan penjelasan mengenai status hubungan kami berdua. Sepertinya, dia sengaja menggantungkan hubungan ini. “Aku ke kamar sebentar ya bi, kalo ada yang cari aku, bilang aja aku ke kamar sebentar..” aku menaiki anak tangga rumahku. Aku ingin berganti pakaian, kemeja yang kini kukenakan terasa panas. Aku mengenakan dress santai tanpa lengan yang baru kubeli di zara kemarin. Baru saja aku berganti pakaian, aku mendengar keributan di lantai bawah, aku segera berlari untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Bukannya mereka sedang bersenang-senang merayakan ulangtahun Abi ya? Mataku terbelalak mendapati Adri yang tersungkur di pinggir kolam renang dengan darah segar yang menetes dari pinggir bibirnya. Aku berlari menghampiri dua pria dewasa yang sedang saling baku hantam ini. “Abi! Kamu apa-apaan sih!” aku mendorong Abi sekuat tenagaku menjauhi tubuh Adri yang baru ditinjunya itu. Kulihat Lala segera membantu Adri yang sempat terjatuh mendapat tinjuan mendadak dari Abi. “Kamu liat dong lex! dia itu playboy! Dia ngedektin kamu terus, sedangkan waktu nggak ada kamu dia mesra-mesraan sama perempuan lain.” Ucap Abi berapi-api tanpa mengalihkan pandangannya dari Adri. “Kamu tuh apaan sih bi! Aku sama adri itu nggak ada apa-apa!” “Tapi selama ini kamu selalu pulang kantor berdua dia, ketawa-tawa, aku bisa liat semua itu lex.” “Dengerin aku ya, aku selalu pulang kantor sama Adri karena emang jalan rumah kami searah. Adri lagi tinggal di rumah orangtuanya yang ada di pondok indah juga. Bukan karena hal lain.” Jelasku. Aku menghampiri Adri dan Lala yang masih terpaku di hadapan aku dan Abi. “Sorry banget ya dri, bawa masuk yuk la. Biar gue kasih obat buat lukanya itu.” Aku dan Lala segera menuntun Adri menuju ruang tamuku. Sementara Abi masih terpaku di tempatnya. Para tamu sepertinya sangat terkejut dengan aksi brutal Abi barusan, bahkan kulihat tante Gita sempat menceramahi Abi yang kini duduk di sisi orangtuanya itu. Sementara Darryl dan Namira tampaknya sudah kembali seperti semula. Buktinya saja, Darryl kini kembali sibuk mencoba berbagai macam makanan yang disajikan. Aku masih menemani Adri dan Lala di ruang tamuku untuk mengobati luka di pinggir bibir Adri. “Santai aja lagi lex, gue nggak apa-apa kok.. lo bisa liat kan, abi tuh selama ini cemburu sama kedeketan kita, berarti dia masih sayang sama lo lex..” Adri bukannya diam malah terus mengoceh mengomentari aksi Abi barusan. Sementara Lala kulihat menatap wajah Adri dengan penuh kecemasan. “Tapi nggak kaya gini juga, nggak lucu banget kaya anak sma aja.” Jawabku sambil meminum ice lemon tea yang baru kuambil dari ruang makanku. Aku hampir tersedak dengan minumanku sendiri begitu menyadari Abi berdiri dihadapan aku, Adri dan Lala dengan wajah merasa bersalah seperti itu. “Sorry dri, gue udah salah paham sama lo.” Abi menatap wajah Adri dan sepertinya dia memang benar-benar menyesal. Terlihat jelas dari kedua matanya. “No problem bi, gue nggak apa-apa kok, santai aja..” Adri tersenyum kepada Abi. “Ini semua cuma salah paham aja, diantara gue sama lexa nggak ada apa-apa..jadi jangan takut gue bakal rebut lexa dari lo.” “Emang lo kira gue barang main direbut-rebut!” aku menoyor kepala Adri yang duduk disebelahku. “Oh iya gue belom kenalin ke lo, ini lala, temen kantor gue..” kulihat Abi dan Lala saling bersalaman mengenalkan dirinya masing-masing. Kurasa Abi langsung dapat membaca bahwa Lala bukan hanya sekedar teman biasa untuk Adri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Breakfast!
RomanceKehidupan Alexa Bratawijaya berubah sejak kepergian kedua orangtuanya. Tetapi Alexa berusaha untuk tetap meraih cita-cita dan juga melaksanakan amanat kedua orangtuanya. Termasuk menjadi asisten dari desainer interior ternama di Jakarta, Abi Alzadis...