"Mengapa Tuhan menciptakan hati jika pada akhirnya hanya untuk di patahkan?"
Aku terbangun karena mendengar seseorang tengah berdebat. Di mana aku? Kenapa tanganku terasa tidak nyaman? Sesuatu seperti terpasang di sana. Aku hanya terbangun, belum membuka mata. Apa aku di culik? Rasanya tempat tidur ini asing, berbeda dengan milikku.
Berusaha tenang, aku masih diam pada posisiku. Aku penasaran dengan perdebatan mereka yang entah siapa.
"Sudahlah Jen. Ini hidupnya, biarkan dia yang menentukan"
Suara lain menjawab. Kali ini terdengar berat namun lembut. Tapi aku yakin, bahwa itu suara laki-laki. Siapa mereka? Suara orang pertama terdengar familiar.
"Mereka sangat cocok, aku tidak paham lagi dengan situasi yang mereka hadapi. Kemarin Jimin melihatku juga, aku yakin. Tapi, kenapa dia sama sekali tidak menghampiriku untuk bertanya soal Yoona? Atau jika ia memang tidak mau tahu, setidaknya dia bisa sekedar menyapaku. Tapi dia ter---"
"Cukup Jen, kau bisa membuatnya terbangun. Kau bilang kau mabuk kemarin, bukankah kau selalu lupa ketika mabuk? Sudahlah hentikan"
Setelah ucapan terakhir itu, tidak ada lagi suara yang muncul. Aku menunggu dan menunggu kelanjutannya, tapi tak kunjung ada. Apa bangun sekarang akan terlihat baik? Aku membuka mata perlahan, rasanya cukup berat. Dinding berwarna biru muda yang pertama kali kulihat. Aku menoleh ke samping kanan dan disambut oleh tirai putih. Kemudian menoleh ke kanan, mendapati seorang pria tengah duduk dengan tudung jaket yang menutupi wajahnya. Ia tengah menunduk, menatapi ponselnya.
Bukankah tadi terdengar seperti lebih dari satu orang? Kemana perempuannya? Aku mengedarkan pandangan, tidak ada siapa-siapa. Apa aku berhalusinasi? Tidak mungkin, tadi itu sangat terdengar jelas. Mereka seperti berdebat membicarakanku dan pria itu.
Gerakanku ternyata menghasilkan suara, meskipun terdengar kecil, tapi berhasil membuat pria yang tengah memainkan ponselnya itu menoleh. Tatapannya beralih ke arahku, kemudian ia memasukan ponselnya ke dalam saku jaketnya. Ia tersenyum manis padaku, "Kau sudah bangun? Apa aku perlu memanggil dokter?"
Ah, ternyata aku berada di rumah sakit. Tidak salah lagi, indra penciumanku ketika bangun tadi langsung mendapati bau-bau yang berhubungan dengan rumah sakit dan ternyata itu benar. Aku memandang bingung ke arahnya, membuat pria itu mengernyitkan dahinya. Namun sesekon kemudian, ia tampak mengerti sesuatu. Kulihat tangannya beralih ke arah tudung kepalanya, kemudian menariknya.
"O-oppa" aku mendesis mendapati wajah pria itu lebih jelas.
Namun kemudian ia menggeleng, "Jangan panggil oppa, aku memang lebih tua dari Jennie beberapa bulan tapi umur kita sama saja kan?"
Aku menangguk. Dia, kakak laki-laki Jennie. Lebih tepatnya mereka kembar, Jennie lahir lebih lama darinya. Jujur, ini pertama kalinya aku bertemu langsung dengannya. Sebelumnya aku hanya sering melihatnya melalu foto yang Jennie perlihatkan. Setahuku, ia tengah melanjutkan kuliahnya di negeri Paman Sam itu, tapi kenapa sekarang ada di sini? Di hadapanku? Kalian tahu, dia lebih tampan jika dilihat langsung.
Aku berusaha bangun dari posisi tidurku, tapi dia menahannya. Tak lama, suara cempreng nan imut terdengar dari luar. "Taehyung, apa Yoona sudah ba---"
"Yoona-ya!" Jennie berlari ke arahku dengan wajah bahagianya. Ia dengan cepat meraih tubuhku ke dalam pelukannya, amat kencang sampai aku hampir tidak bisa bernapas sebelum Taehyung menariknya secara paksa.
"Taehyung! Pergilah sana kau hanya ku tugaskan untuk menunggunya"
Lagi, ternyata suara perdebatan yang kudengar tadi berasal dari dua orang itu. Aku menggeleng gemas, mereka terlihat serasi, sungguh. Mereka memang kembar, tapi wajahnya tidak begitu mirip. Jika kalian tidak tahu tentang mereka, mungki kalian akan berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Aku tidak berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Time ; pjm
Fanfiction"Don't ever look back or you'll regret it" hanya sebuah kisah tentang seorang gadis malang yang bertemu kembali dengan mantan kekasihnya setelah berjuang melupakannya. Park Jimin × Min Yoona