Dua : Selamat Tinggal

26 1 0
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

"Ya kosek!!" terdengar suara perempuan dari dalam, dan hentakan kaki mengarah ke pintu di depannya.

Ceklek!!

"Eh, Dara!! Ayo masuk!!" Sri - teman Dara - menyilahkan Dara untuk masuk. Sri dan Dara kemudian duduk di sofa ruang tamu. Kemudian muncullah pasangan suami istri yang tak lain adalah orang tua Sri, Dara kemudian salim sama orang tua Sri.

"Eh, ada Nak Sri, gimana kabarnya? Baik-baik tho?" tanya ibunya Sri.

"Iya bu, saya baik-baik saja," jawab Dara.

"Kok malem-malem keluyuran? Nggak dicari bapak sama ibu?" kini pertanyaan terlontar dari mulut bapaknya Sri.

"Saya udah pamit kok, Pak," jawab Dara tersenyum.

"Ya alhamdulillah kalo udah izin, biar orang tuanya ndak kelimpungan. Selamat main ama Sri, Dara. Anggep aja rumah sendiri. Dara nginep di sini kan?" tanya ibunya Sri.

"Iya bu, saya nginep," jawab Dara.

Kemudian orang tua Sri masuk ke kamarnya, meninggalkan Sri dan Dara di sana.

"Eh, Dara, kamu tadi mboncengin anak pak lurah pulang ya?" tanya Sri menyelidik. Dara mengangguk. Tiba-tiba, gak ada hujan gak ada kentut, Sri tiba-tiba berteriak histeris. Dara kemudian menutup mulut Sri dengan kue bolu yang ia bawa tadi.

"Telen ndhisik kuwi bolu, gek ngomong," ujar Dara. Sri menurut. Sri mengunyah bolu yang menyumpal mulutnya, sebelum melanjutkan histerisnya. Setelah kue bolu sudah meluncur ke mulut Sri, didorong air putih yang dibawa Dara, Sri kemudian menanyakan Dara bak Wartawan.

"Dara!! Dara!! Kok bisa? Aku kagum lho sama kamu," mata Sri berbinar-binar menatap Dara.

"Itu juga ndak disengaja kok. Tadi Mas Ajik jatuh dari sepeda gara-gara aku, ya aku antar dia pulang aja sebagai tanggung jawabku. Masa' saya tinggal kabur?" Dara kemudian menyomot kue bolu lantas memasukkannya ke mulutnya.

"Owh, jadi namanya Mas Ajik?" tanya Sri, Dara mengangguk.

"Terus ke sini mau ngapain?" tanya Sri. Dara masih sibuk mengunyah bolu, lantas ia menelannya.

"Aku cuma mau bilang, dua hari lagi aku mau pindah," kata Dara dengan nada sedih. Sri kaget.

"Hah?? Pindah?? Kenapa? Ke mana?" tanya Sri dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Ya aku ndak tahu. Bapak bilang dua hari lagi kami mau pindah ke Jakarta. Aku sebenarnya juga ndak pengen, ndak rela pisah ama temen-temen yang lain. Jadi aku ke sini buat pamitan ama kamu," ujar Dara.

"Sing bahagia ya neng kana. Eh, tapi aku denger, di Jakarta banyak cowok gantengnya lho," ujar Sri menghibur Dara. Tapi Dara bukan gadis sejenis Sri yang akan berbinar kalau ada cowok bening, mancung, tinggi, nan tampan.

"Eh, kita nobar yuk!" ajak Dara. Kemudian mereka masuk ke kamar Sri. Sri mengeluarkan laptopnya, lantas menghidupkannya.

"Kita mau nobar apa?" tanya Sri. Kemudia Dara menunjukkan flashdisk yang ia simpan di sakunya tadi.

"Mau nonton apa? 49 days? Anything about one percent? Kill me heal me? Goblin? Cheese in The Trap?" tawar Dara, Sri yang mendengarkan hanya bisa memutar bola matanya.

"Sakkarepmulah, yang penting marakke baper," ujar Sri, dia nggak paham kalau tentang gituan.

"Ya wes, kita nonton Goblin aja," Dara menancapkan flashdisknya ke laptop Sri. Lalu ia menekan file Goblin. Tampaklah video-video berepisode.

Saat Dara akan menekan video yang episode satu, Sri menahan tangannya,"Kosek, aku mau bawa cemilan dulu," kemudian Sri keluar dari kamar. Tidak lama kemudian Sri muncul dengan kaleng yamg berisi rangginan, kue bolu yang tadi dibawa Dara, dan dua botol air putih.

Saat Sri udah anteng di samping Dara, Dara mengklik tombol play, mereka pun khidmat menonton.

****
"Sri, Nak Dara, bangun! Ayo shalat subuh berjamaah," saat ibunya Sri membuka pintu kamar Sri, pertama kali yang ia lihat adalah dua gadis yang tidur dengan mata bengkak, tisu berserakan yang habis digunakan mengelap air mata, dan kaleng rengginan yang isinya ludes ntah ke mana.

"Ndok, bangun, ayo shalat subuh," ibunya Sri menggoyang-goyangkan tubuh putrinya. Sri terbangun dengan mata setengah terbuka, kepalanya mendongak ke arah ibunya.

"Sri, bangunin Nak Dara buat shalat subuh," ujar ibunya Sri. Sri hanya mengangguk. Saat ibunya Sri keluar dari kamar, Sri membangunkan Dara,"Dar, tangi. Shalat subuh."

Dara tidak bergeming. Tidak bangun. Sri yang kesal karena Dara tidak bangun, kemudian berbuat jahil.

"Dar , itu lho ada Mas Goblin di sini," bisik Sri. Sesuai harapannya, Dara bangun dengan mengigau,"Mana? Mana? Goblin oppa!!"

Sri tertawa terbahak-bahak melihat reaksi temannya. Dara yang melihat Sri tertawa menjadi kesal.

"Kamu tuh, ayo shalat subuh, disuruh ibu," ujar Sri. Mereka berdua turun dari kasur, kemudian menuju ke tempat wudhu di depan rumah. Selesai wudhu mereka langsung menyusul orang tua Sri untuk shalat subuh berjamaah.

****

"Kalian matanya bengkak kenapa?" tanya bapaknya Sri menyelidik. Mereka sedang sarapan menggunakan sop dengan nasi dan tempe goreng.

"Baper pak!" jawab Sri dan Dara serempak. Orang tua Sri hanya menggeleng.

"Pak, bu, makasih atas tempat dan makanannya. Dara mau pamit pulang dulu," pamit Dara ke orang tua Sri.

"Lho kok cepet?" tanya ibunya Sri.

"Besok Dara sudah harus pindah," Dara memasang raut sedih. Orang tua Sri kaget mendengarnya. Mendadak sekali.

"Kok kami gak dikasih tahu?" tanya ayahnya Sri.

"Ini saya juga tahu kemarin, sebelum ke sini. Makanya saya sekalian pamit," Dara menundukkan kepala. Ingin rasanya sedih. Sri dan orang tuanya sudah menganggap Dara sebagai keluarga mereka.

"Pindah kemana?" tanya ibunya Sri.

"Ke Jakarta," jawab Dara. Ibunya Sri kemudian memeluk Dara, disusul Sri.

"Nak Dara, ndak usah sedih. Nak Dara udah ibu anggep jadi anak ibu sendiri. Nanti kalau ada waktu luang, Dara dan orang tuanya main ke sini ya?" ibunya Sri menepuk-nepuk punggung Dara.

"Iya bu, pasti," Dara tidak tahan, ia akhirnya menangis. Sri juga akhirnya ikut menangis. Mereka sudah seperti saudara kandung.

****

Keesokan harinya, Dara dan orang tuanya ke terminal untuk pergi ke ibu kota. Di sana juga ada Sri dan orang tuanya untuk melepaskan mereka.

"Dara.." Sri kemudian memeluk Dara, menangis. Begitu juga dengan Dara. Mereka menangis.

"Jaga baik-baik di sana ya," ujar Sri, Dara mengangguk.

"Dara!" suara yang ia kenal memanggilnya, semua orang menoleh ke orang yang memanggil Dara. Di sana terdapat Ajik dan Pak Lurah yang sedang menuju ke sini dengan motor bebek.

"Mas Ajik, Dar. Mas Ajik," Sri menyenggol Dara, yang disenggol hanya menatap Ajik tidak percaya.

Saat motor Ajik dan Pak Lurah berhenti, mereka menghampiri Dara. Pak Lurah menghampiri orang tua Dara, Ajik menghampiri Dara.

"Kamu mau pindah ya?" tanya Ajik. Dara menjadi kikuk sekarang.

"I.. Iya mas. Dara mau pindah ke Jakarta," Dara menatap Ajik canggung.

"Sayang banget ya, kita ketemuan cuma sebentar," ujar Ajik dengan wajah sedih. Dara jadi nggak enak dengernya.

"Ta.. Tapi Dara akan inget mas Ajik, kok," ujar Dara menghibur. Tatapan Ajik yang tadi sedih, sekarang menjadi tatapan bahagia.

"Beneran?" tanya Ajik antusias.

"Iya mas," Dara tersenyum.

"Ekhem," deheman Sri membuat Ajik dan Dara sadar, lalu mereka tertawa canggung.

Saat orang tua Dara dan Dara masuk ke dalam bis, mereka berdadah-dadah ke arah Orang tua Sri, Sri, Pak Lurah, dan Ajik. Lalu, bis meninggalkan mereka berempat dengan kenangan dulu.

Selamat tinggal, desaku

Tbc

Isin Isin MeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang