Tiga : Tatapan

24 1 0
                                    

Satu tangan memegang botol minuman keras, satu tangan lagi merengkuh pinggang wanita yang sejak tadi menggoda dan menyentuh ototnya. Bahunya yang lebar, wajahnya yang tampan, otot lengannya,  dada bidang dan perutnya yang membentuk sixpack membuat gadis yang melihatnya menghampirinya. Matanya yang tajam menatap orang-orang yang hilir mudik, berdansa, dan ada juga yang seperti dirinya, dikelilingi wanita-wanita yang memamerkan elok tubuhnya.

"Woi bro!" seseorang menyapanya, lantas duduk di sampingnya,"besok jangan lupa, ngehancurin gengnya si Andy kupret itu."

"Iya," jawabnya enteng, lalu tiba-tiba ia merasa gerah,"bro, gue mau cabut. Sumpek gw di sini lama-lama, mau ikut nggak?" tanyanya.

"Nggak ah, gue masih ada urusan ama mbak-mbak satu ini,"

"Ya udah gue cabut dulu," lantas ia meninggalkan tempat itu.

****

"Dara, gimana? Rumahnya bagus tha?" tanya ibunya, Dara hanya mengangguk. Ia dan keluarganya sampai di Jakarta 5 jam yang lalu. Ia tidak tahu, ternyata rencana pindahan bapaknya sudah direncanakan ari jauh hari. Buktinya, bapak dan ibunya sudah membeli rumah baru mereka.

"Dara, di sini bapak punya teman dekat saat masih SMA. Rumahnya ndak jauh dari sini. Jaraknya tiga rumah dari sini. Nah, besok ibumu mau bikin kue buat teman bapak itu buat temen bapak itu. Kamu yang antar ya?" Bapak Dara menatap Dara dengan penuh harap. Dara juga tidak bisa menolak. Kalau sampai menolak, bisa-bisa rencana bapaknya memasang wifi bisa dibatalkan.

"Iya, pak," Dara menjawab dengan pasrah. Lalu ia kembali ke kamar. Ia ingin menjalankan rencana sebelmunya. Menamatkan menonton drama korea. Namun tiba-tiba ponsel Dara berdering.

"Halo," sapa Dara.

"Dara!!" suara orang disebrang membuat Dara tersadar.

"Sri!!" ternyata temannya yang menelpon.

"Dara, kamu sudah sampai," tanya Sri.

"Iya, udah sampai kok," jawab Dara.

"Dara, nih ada yang mau telepon sama kamu," kemudian bunyik gesrek-gesrek tanda ponsel berpindah tangan dari Sri.

"Hai Dara," suara laki-laki menyapanya. Mata Dara membulat.

"Mas Ajik!" Ajik tersenyum di seberang sana. Ntah kenapa dia rindu dengan sosok Dara. Padahal, dia sama Dara baru bertemu dengan singkat. Namun Ajik rindu dengan Dara.

"Iya, ini saya. Kami kangen kamu," sebenarnya Ajik ingin mengatakan "aku kangen kamu". Namun ia sadar, ia dan Dara baru bertemu sebentar.

"Hehehe, Dara juga rindu sama kalian," Dara cengengesan.

"Dara, saya cuma mau pesan saja. Kamu harus baik-baik di sana, jaga kesehatan. Mungkin awalnya kamu gak betah, tapi lama-lama kamu pasti bakal betah," ujar Ajik. Perkataan Ajik membuat Dara seakan menemukan solusi dari awal masalahnya. Dia yang terbiasa dengan hawa dingin harus merasakan panas yang membuatnya tidak kuat.

"Iya mas, makasih ya atas sarannya. Dara akan inget," jawab Dara berterima kasih.

"Eh, Dara, Dara!" kali ini telepon terhubung ke Sri lagi.

"Bapak sama ibu aku nitip pesan sama keluarga kamu. Dan jangan lupa mampir ke sini ya," ujar Sri, membuar Dara rindu akan rumahnya dulu.

"Iya Sri," jawab Dara.

"Sudah dulu ya Dara, mungkin kamu perlu istirahat. Assalamualaikum," kata Sri.

"Waalaikumsalam," dan jawaban salam untuk Sri merupakan penutup telepon mereka. Dara menatap sedih ponselnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Isin Isin MeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang