04

102 6 1
                                    

Lihatlah awan hari ini.
Ia menggumpal dan menghitam,
Sebentar lagi ia akan menangis.

Lihatlah ke atas langit.
Hari ini, awan menangis, seolah memberitahuku bahwa ia sudah tak sanggup.

Awan menangis.
Menumpahkan seluruh perasaannya yang ia pendam sendirian.

Awan menangis.
Menceritakan pada dunia bahwa ia sudah tak kuasa memendam perasaannya, hingga ia menjatuhkannya.

Tapi, awan seolah menertawakanku yang juga sedang menangis pilu.
Awan seolah bercerita padaku,bahwa kita sama.
Awan seolah menyampaikan perasaanku pada semesta.

Rintik-rintik air dari angkasa kini membentur tanah. Membasahi tanah yang kini sedang kupegang. Tanah yang baru tadi menjadi gundukan, kini terbasahi air hujan.

Aku menangis pilu, menyayat hati.
Awan, mengapa kau turunkan airmu? Mengapa kau menangis? Mengapa kau tak bisa lagi menahannya? Apa kau ingin menertawakanku? Apa kau juga merasakan hal yang sama denganku?

Awan, kumohon.
Jangan turunkan hujan itu.
Biarlah aku berpikir hari ini akan cerah. Secerah senyumnya yang dulu selalu menghiasi hariku, sampai senyum terakhirnya hari ini.

Tapi, terima kasih, karena sudah menyampaikan perasaanku.
Karena sungguh, ku tak sanggup melepaskan perasaanku pada dunia, biarlah kau yang mewakilkannya.
Terima kasih.
***

Tentang Rasa Yang Tak TersampaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang