Chapter 1 - Prolog

239 12 2
                                    


Agustus, 2008

Hawa panas mulai menyengat dan terasa membakar kulit ketika jam istirahat hampir berakhir.

Sementara itu...

"Woy! Balikin, nggak?!" Gadis berambut pendek itu meraih kerah seragam anak laki-laki bandel di depannya. Dicengkeramnya dengan keras sambil memasang tatapan menyeringai. Lalu dikeluarkannya sekepal tangan dari saku celana merahnya yang pendek. Kepalan itu siap untuk meninju wajah si anak laki-laki. Sementara gadis berkuncir dua tengah menangis di belakangnya.

Kejadian yang terjadi di pojokan kelas itu begitu heboh hingga semua anak dikelasnya berkumpul mengelilinginya untuk sekedar menonton. Bahkan anak kelas sebelah juga ikut-ikutan.

"Ih apaan si, ini kan permen gue!" Sangkal bocah itu. Sudah jelas gadis ini tahu betul bahwa dia telah merampasnya dari anak yang berkuncir dua hingga membuat anak itu menangis.

"Huhuhu.... bu guruuu...." si gadis berkuncir dua menangis sesenggukan sambil menutupi wajahnya sementara dua temannya yang lain menenangkannya.

"Bohong! Jelas-jelas tadi gue liat lo ambil dari si Dita! Buruan balikin, atau gue hajar lo!" Gadis itu semakin mendekatkan dirinya ke bocah laki-laki yang tampaknya tengah ketakutan itu. Si laki-laki menggeleng kuat. Sementara anak laki-laki yang lain bersorak riuh mendukung aksi si gadis.

"Oxcel! Oxcel! Oxcel!"

"Tau nih Adit! Balikin tuh permennya Dita!" Sahut salah satu temannya si gadis berkuncir dua.

Si bocah laki-laki yang ternyata bernama Adit itu semakin ketakutan, keringat bercucuran, tapi apa daya ia benar-benar menginginkan sebuah permen lollipop rasa coklat yang saat ini ia genggam dan disembunyikan ke belakang tubuhnya.

Tangan gadis itu sudah semakin gatal. Maka ia layangkan tinjunya ke wajah Adit hingga menyebabkan luka lebam di pipi bagian atasnya dan sedikit darah di sudut bibirnya. Adit melempar permennya ke sembarang arah lalu menangis dan pergi keluar kelas untuk mengadu pada gurunya.

"HUAAAA!!! BU GURUUUUU! OXCEL NAKAL, BUUU! HUHUHU...." Tangisan Adit begitu keras hingga terdengar ke seluruh koridor sekolah ketika ia berlari menuju ruang guru.

"Dasar cengeng!" Pekik Oxcel. Seluruh anak laki-laki bertepuk tangan menyoraki Oxcel karena berani menonjok bocah yang terkenal paling bandel dan usil di sekolah. Oxcel mengambil lollipop yang masih terbungkus itu dari lantai lalu diberikan kembali ke Dita. Namun tanpa terima kasih, gadis itu malah nyelonong pergi setelah merampasnya dari tangan Oxcel. Diikuti dengan dua temannya.

"Woy bukannya bilang makasih malah pergi! Dasar bocah ganjen!" Protes Oxcel. Itulah mengapa ia tidak memiliki satupun sahabat perempuan. Ia juga tidak terlalu suka berteman dengan anak perempuan karena sikap mereka yang menyebalkan dan centil.

Hingga akhirnya, seorang guru wanita masuk ke kelas dan seketika kerumunan itu bubar dengan otomatis.

"Eh eh! Ada bu guru! Ada bu guru!" Seru salah satu dari mereka. Kaki guru itu melangkah mendekati Oxcel.

"Oxcella, ayo ikut ibu ke ruang BK" Oxcel membuang napasnya dengan kasar lalu berjalan mengikuti guru itu. Sudah menjadi hal yang biasa ia dipanggil ke BK. Dan ini sudah kedua kalinya ia pindah sekolah karena keseringan dipanggil BK.

Delapan tahun kemudian . . .


*Oxcel POV*

Iya, ini aku Oxcel, dan sudah enam belas tahun bernapas. Aku bersekolah di salah satu sekolah swasta elit di Jakarta, kelas XI. Bisa dibilang aku adalah anak campuran karena Bokap asli dari Spanyol sementara Nyokap asli dari Manado. Banyak yang bilang aku ini tomboy karena sahabatku itu cowok semua: dua orang campuran, dan duanya lagi lokal. Kami berlima tergabung dalam suatu geng yang bernama WILDBLOOD, karena kami liar dan slengean. Tapi itulah yang bikin aku bahagia karena bisa punya sahabat segila mereka.

Kenapa pake "aku"? Kenapa nggak pake "gue" aja biar keren? Hahaha pengennya sih gitu, tapi biar keliatan sopan aja dikit dan nggak ribet hehe.

Di sekolah, aku nggak punya sahabat perempuan satupun. Dan dengan keadaanku yang seperti ini, aku jadi bahan gosipan mereka. But, never mind. Aku sudah biasa, tapi tentu aku lawan yang model kayak begini.

"Eh, lo tahu nggak? Masa ya, tadi si Oxcel gue liat sok banget mau ngelawan si Brian. Ya kalah lah, Brian kan gendut bongsor gitu. Lah dia? Ceking kurus kerempeng udah kayak nggak dikasih makan se-abad sama nyokapnya, hahahaha!"

"Yang ada mah langsung gepeng kali kayak tikus kelindes truk kalo dia ditiban Brian hahahah!"

"Woy! Kedengeran, bego!" Aku selalu bisa mendengar gosipan itu. Mereka pun hanya bisa menunduk dan diam mematung ketika kupergoki sedang membicarakan diriku.

"Seenggaknya, gue tinggi nggak kayak elo elo pada yang bogel! Dan satu, kalo mau ngomongin gue tuh pelan, nggak usah kenceng-kenceng gitu. Sekalian aja sana lo pake toa masjid!" Seruku lagi. Ada perasaan puas menyeruak dari dada.

Di kelas ketika pelajaran berlangsung dan gurunya sedang izin keluar sebentar, seketika suasananya menjadi rusuh. Tentu hal tersebut adalah ulah dari si Haikal, ketua kelas nggak bener yang super bandel dan emang tukang nge-rusuh. Si duo centil, Lizzie dan Catherine pun tak mau kalah. Sedangkan aku hanya berkutat saja pada ponselku.

Hingga aku merasa ada suatu benda menabrak kepalaku, botol air mineral yang masih menyisakan setengah botol air didalamnya. Segera aku bangkit dari dudukku yang berada di pojokan belakang.

"Heh! Siapa nih yang ngelempar ke gue? Ngaku!" Seketika kelas menjadi hening, tidak bersuara sama sekali. Tentu saja mata mereka terfokus ke arahku. Terlihat Lizzie dan Catherine menunduk seperti tengah menahan tawanya. Aku pun menghampiri meja mereka sambil membawa botol tadi.

Brak!

"Heh! Jadi elo yang ngelempar?! Kalo nggak suka sama gue sini ngomong depan muka gue nggak usah pake ngelempar-lempar gitu. Pengecut tahu nggak?! Dasar ganjen!" Mereka yang tadinya menahan tawa, kini berubah menjadi ketakutan. Tak lupa, aku membuka tutup botol itu dan ku tumpahkan isinya di atas kepala mereka berdua.

"Minta maap!" Sentakku.

"I..iya...iya, Cel... ma..ap" jawab Lizzie terbata-bata. Diikuti dengan Catherine. Sebagian rambut dan seragam mereka berdua sudah basah tersiram air.

"Awas sekali lagi lo ngelempar gue yang nggak-nggak, nih!" Aku memberi isyarat seraya mengepalkan tangan kiri sembari menepuk-nepuknya dengan telapak tangan kananku yang tentu membuat mereka berdua tambah ketakutan.

"Ngerti lo?!" Mereka pun mengangguk kuat lalu aku segera kembali ke tempat dudukku. Dan seketika pula kelas menjadi rusuh kembali.

Sampai pada akhirnya...

"Attention please, for student who named Oxcella Serafine Fernandez, please go to the principal's office right now, thank you"

Yaelah, pake dipanggil ke kepsek segala. Ada masalah apaan lagi coba? Tapi gapapa lah, I think this is the good chance for me.

****

Hai hai!!!
Wildblood sempet di unpublish karna berantakan pas di edit, and now it's comeback again!
Beberapa part juga udah di perbarui dan ada yang di tambahin lohh ^^
Jangan lupa ya, vote, comment, and add this story to your library, guys! ;)

-----------------------------------------------------------

Au Revoir,
Clarolaaa

WILDBLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang