Chapter 3 - Roosella Sahulata Fernandez

158 7 3
                                    


Hai!!
Kita ketemu lagi! ^^
Semoga kalian masih betah baca cerita aku ya hehe. Maafkan kalo tiba-tiba kalian ketemu sama typo dan kawan-kawannya, karena saya bukan manusia sempurna (?) *bodo amat*
Wkwk yaudah langsung aja yaa ke part selanjutnya. Selamat membaca!!!

***

Oxcel mengendarai motor dengan pelan dan santai, berharap ini adalah perjalanan paling jauh yang akan ditempuh. Sejujurnya ia betul-betul tidak ingin cepat pulang ke rumah. Rumah yang selama ini hanya ia anggap sebagai penjara, dan dirinyalah yang menjadi tawanan tanpa mendapatkan hak keadilan. Gadis itu berharap tinggal di sebuah kost-kost'an bersama keempat sahabatnya. Tapi rasanya itu sungguh mustahil dan tidak akan pernah bisa terjadi.

"Jam berapa ini, Serafine? Kenapa pulang telat? Kenapa nggak telepon Mama kalo mau pulang telat?" Begitu Oxcel melangkah masuk ke dalam rumah, wanita itu menghujaninya dengan beberapa pertanyaan. Ya, Oxcel benci situasi ini.

"Maaf, Ma. Tadi ada rapat mendadak" jawabnya dusta.

"Kamu tuh ya selalu alesannya rapat, rapat, dan rapat. Dan nggak mungkin rapat sampai jam segini" seru Mama. Oxcel hanya terdiam.

"Astaga, Mama! Ini baru jam lima sore, Ma" jawab Oxcel. Oxcel tidak tahu harus berkata apalagi. Ia akan lebih banyak dihujani pertanyaan apabila ia berkata yang sejujurnya.

"Kamu udah nggak peduli lagi sama Mama ya? Mama khawatirin kamu karena kamu sering pulang telat, Cella. Dan Mama trauma sama kasus kamu waktu SMP gara-gara tawuran sama sekolah lain. Nggak usah deh mampir nongkrong-nongkrong nggak jelas kayak cowok." dan lagi-lagi Oxcel cuma bisa diam.

"Kamu tuh perempuan, jangan kaya cowok kenapa sih?! Mau jadi lesbi kamu?!", seru Mama setengah membentak. Ya, seperti biasanya. Dan Oxcel tentu sudah sangat kebal akan kata-kata itu. Namun tetap saja, lama-kelamaan telinganya panas mendengarnya.

"Harusnya tuh kamu mencontoh kakak kamu. Bersikap sesuai kodratnya sebagai perempuan, berpenampilan biasa, nggak suka ngelawan orangtua, sopan dikit, kenapa sih?!" Rasa-rasanya gendang telinga gadis itu ingin pecah saja. Ini sudah ke ribuan kalinya Mama berkata seperti itu.

Natalia Veruca Sahulata Fernandez. Wanita berumur empat puluh tujuh tahun asal Manado itu sangat menekan anak perempuan bungsunya, Oxcel, agar menjadi feminim seperti kakaknya, Roosella Sahulata Fernandez, yang baru lulus dari University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia.

Sangat bertolak belakang dengan Papa, Alvaro George Fernandez. Pria itu sangat menginginkan anak keduanya adalah laki-laki. Namun, takdir berkata lain. Lahirlah seorang bayi mungil yang cantik, Oxcel. Mungkin karena terlalu dimanjakan seperti seorang anak laki-laki, maka jadilah Oxcel yang tomboy seperti sekarang ini. Namun Oxcel tidak suka terlalu dimanjakan oleh harta orangtuanya.

Mama sangat membangga-banggakan sosok Roosella. Wajar. Karena Roosella adalah sosok yang terlalu sempurna di mata Oxcel. Cantik, pintar, berbakat, punya segalanya, dan feminim. Sedangkan dirinya sadar bahwa ia adalah gadis pemberontak dan keras kepala yang cuma bisa menyusahkan keluarganya. Sudah menjadi hal yang biasa ketika Mama mulai membanding-bandingkan Oxcel dengan kakaknya.

"Apa emang Mama beneran mau ya, punya anak yang berkelainan seksual?" Tanya Oxcel tajam.

"Ya kamu pikir aja, tentu nggak ada orangtua yang pengen anaknya punya kelainan"

"Nah. Sekarang Mama pikir juga gimana rasanya dituduh mau jadi lesbi?! Udah berkali-kali Mama selalu nuduh aku dan menyamakan aku dengan seorang lesbi. Tenang, Ma. Aku masih normal" tanpa menunggu jawaban dari Mama, Oxcel langsung menuju kamarnya di lantai atas.

WILDBLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang