We're falling apart, still we hold together
We've passed the end so we chase forever
'Cause this is all we know
This feeling's all we know
("All We Know" - The Chainsmokers)***
Seorang wanita ditakdirkan untuk tidak menjadi lemah dan apa adanya. Ada kalanya mereka menjadi kuat untuk merobohkan benteng yang mengganggunya.
Angelo tahu bahwa harinya saat ini sangat sial. Bahkan ia tahu sebelum guru piket berbadan gembul itu menghukumnya hingga istirahat pertama usai. Kejadian pagi tadi ketika Angelo terlambat upacara karena dia harus menuntaskan rutinitas paginya di toilet sekolah, membuatnya dihukum oleh Bu Berta. Wanita itu pun tidak mengasihani Angelo, alih-alih menatapnya tajam seolah ingin membunuh.
Belum cukup sampai di situ, Angelo harus memunguti sampah di kelasnya karena hari ini adalah hari piketnya. Hingga kini cewek itu belum juga usai, lantaran salah seorang siswi asyik mengotori lantai dengan kertas yang dirobeknya. Angelo menegur, tapi siswi itu malah menangis dengan keras. Dapat Angelo yakini bahwa teman sekelasnya itu sedang patah hati, atau sedang terkena musibah yang begitu besar.
"Ck, nggak usah sok rajin gitu kali, Ngel. Ntar lagi pasti kotor kayak kandang sapi," celetuk Tanisha, salah seorang sahabat Angelo berdarah Amerika. Dia kini terlihat membaca buku sambil berjalan ketika Angelo menatapnya.
"Kalo nggak dipiketin, terus mau jadi apa kelas ini? Emangnya lo mau, sahabat lo yang udah kena sial ini bakalan kena lagi sama Bu Berta?" Angelo lantas meneruskan kegiatan menyapunya. Tak terlalu menghiraukan ocehan Tanisha dan Valerie di belakang sana.
"Si Angelo, mah emang kerajinan dia. Kalo belum bersih mana mau berhenti," sungut Valerie, si cewek blasteran Indonesia-Jerman yang sangat cantik. Di tangannya terdapat makanan ringan yang menggiurkan, dan hal itu menjadi sasaran empuk Tanisha untuk mengambil separuhnya. Sembari balas merutuk.
"Yee, elo juga hari ini piket, kan? Kok malah diem aja di sini, Neng?"
Valerie mendadak mendelik sebal, kemudian diliriknya sosok Angelo yang bersikap tak acuh. "Gue udah piket tadi pagi bahkan sebelum Bu Berta hadir di sekolah. So, apa gue perlu piket lagi sementara Angelo belum piket?"
Alih-alih menggedikkan bahu tak acuh, Tanisha beranjak berdiri dengan tangan yang sibuk membuka lembaran buku geologinya. "Gue ada tugas yang belum selesai. Lo mau bantu?" tanya Tanisha pada Valerie yang masih asyik mengemil. Namun memang dasarnya Valerie bukan murid pintar, maka ia menjawabnya dengan gelengan malas.
"Gue nggak suka, ya bau perpustakaan. Banyak debu, udah gitu tai cicaknya ada di mana-mana."
Sudah Tanisha duga. Selain bukan murid pintar, Valerie sangat anti dengan gedung bernama perpustakaan atau semacam gedung yang berisi banyak buku. Katanya, mata birunya yang seperti laut itu akan cepat rabun jika menatapi terus-menerus banyak buku.Dan Tanisha tidak perlu repot-repot lagi untuk membujuk Valerie kali ini. Karena ia tiba-tiba mengingat sosok Angelo yang katanya belum mengerjakan tugas geologi. Lantas dengan langkah riang, Tanisha berjalan mendekati Angelo di ambang pintu.
"Ngel, habis ini ke perpus yuk! Ngerjain tugasnya Pak Yuta yang geologi." Tanisha menatap Angelo penuh harap. Sementara Angelo malah menatapnya lelah. Dari lagatnya, Angelo seperti akan menolak ajakan Tanisha. Dan cewek berdarah Amerika itu seketika was-was.
"Sori, deh gue lagi males ngerjain tugas hari ini. Nanti aja di rumah. Lagian masih besok, kan ngumpulinnya? Gue mau ke kantin aja, laper."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Selfish Boyfriend
Teen FictionAku pernah menyanyikanmu sebuah lagu pengantar tidur. Agar kamu terlelap. Agar kamu mimpi indah. Dan agar kamu dapat menggapai Bintang impianmu. Meski disaat yang sama, kamu menyanyikanku sebuah lagu pengantar kematian. Agar aku tak lagi ada di hidu...