"Revaldo! Gue boleh minta pin lo gak?"
"Ih..! Gue juga dong minta id line lo!"
"Oh my god! Ga nyangka banget bakalan ada anak baru kayak lo!"
Bla. Bla. Bla.
Aku membuang mukaku menghadap dinding dengan telapak tangan menopang wajah dan siku menumpu di atas meja. Malas melihat pemandangan norak yang sedang terjadi di sampingku.
"Seneng deh tuh, mendadak artis!" Sindirku, dalam hati.
Sebelum mereka mendapatkan yang mereka inginkan, Pak Jodi pun datang. Otomatis secara sengaja mereka pun bubar buyar.
Aku menatap jauh ke depan.
Sekali-dua kali aku mengintip ke samping dan yang kudapati adalah : Revaldo hanya melihat ke depan juga. Aku agaknya sedikit heran, kenapa dia bertingkah seolah aku ini orang asing? Dia bahkan tidak melihatku, mengajakku berbicara, dan juga menyapa. Sebenarnya dia ini kenapa? Pura-pura tidak mengenalkah? Atau apa?
Sumpah ya, dia beku banget kayak es doger!
Tiba-tiba matanya melirik ke arahku perlahan, sinis na'udzubillah. Pucek aku pun pura-pura membenarkan cepolan mungilku.
Tiba-tiba dia bersuara. "Bisa gausah ngelirikin gua kayak gitu gak?"
"Diih! Geer tingkat dewa"
Setelah itu kudapati dia kembali fokus. Aku kemudian meratapi yang lain dalam diam.
●●●
Setelah bel istirahat berbunyi, aku memutuskan untuk segera ke kantin daripada harus berlama-lama berhadapan dengan si 'beliau' itu. Aku pun mengantri di barisan untuk membeli makanan.
Akhirnya! Giliranku untuk memesan sudah tiba.
"Pesen mie ayamnya satu sama jus jeruk, ya, bu!" Kataku memesan.
Baru saja aku mengucapkan kata terakhir, tiba-tiba seseorang mementalkan badanku kesamping hingga aku hampir saja terhuyung, berniat untuk mengambil tempatku berdiri. Lebih tepat lagi ingin mengusirku atau menyuruhku meminggir.
Dan dengan santainya, mereka memesan seraya sok berbincang-bincang.
"Sorry, antri dong!" Kataku mencoba mengingatkan mereka.
Tapi mereka hanya mengacuhkan aku saja. Aku kesal. Wajahku agaknya memerah tanda marah.
"Woy! Antri napa?" Seruku agak kesal karena mereka sungguh menjengkelkan.
Salah satu dari mereka akhirnya menoleh.
"Hey! Lo gak tau siapa kita? Udah deh. Diem aja, sana..! hush.. hush..!"
Aku mengernyit merasa jijik. Bisa kupastikan mereka pasti satu komplotan. Mereka pasti geng cabe-cabean yang merasa sudah tenar sekali sampai-sampai merasa sudah menjadi penguasa sekolah. Terlihat jelas dari penampilan mereka. Mulai dari baju yang ketat, pas body, dan dipotong pendek. Kemudian rok span mereka yang dipotong pendek jauh di atas lutut. Juga wajah mereka yang terpoles make up lengkap. Tapi sayangnya, aku sama sekali tidak mengenal mereka.
Dasar! Cabe-cabean!
Tiba-tiba sebuah suara muncul diantara mereka kala mereka sibuk berbincang. Suara perempuan itu agak terkesan sinis. Bukan terkesan, memang sinis sepertinya.
"Bisa baca gak?" Ucap seorang perempuan cantik pada geng sok penguasa tersebut sarkastik.
Mereka semua selaku komplotan geng tersebut menoleh. Memandangi perempuan yang tengah menatap mereka sinis.
"Apaan sih?"
"Yaa bisalah! Nantangin?"
Beberapa anggota dari mereka ada yang saling berbisik, melirik-lirik perempuan yang baru saja menyindir mereka. Sementara sebagian lainnya ada yang berkacak pinggang, dan ada yang balas menatap tajam perempuan tersebut.
"Kalo emang bisa, kalian seharusnya ngerti dong maksud dari tulisan itu!" Seru perempuan yang membelaku tadi seraya menunjuk tulisan di dinding. "Bisa baca gak? Kalo gak bisa biar gue yang bacain, 'HARAP MENGANTRI'!"
Mereka semua, komplotan cabe tersebut, tampak kebingungan. Dari aksi mereka, bisa disimpulkan mereka itu tampak seakan-akan berbicara, 'apaan sih?' 'Siapa sih dia?'. Seperti itulah.
"kalian itu sopan santunnya ditinggiin dong, dek! Ngerti aturan! Jangan semena-mena sama orang lain!"
Dek? Oh! Bisa disimpulkan kalau perempuam tadi itu adalah seorang kakak kelas, kuyakini sih seorang anak kelas dua belas. Tapi kalau si geng cabe-cabean itu aku tidak tau. Bisa jadi mereka kelas sepuluh, bisa jadi seangkatan. Entahlah.
Mereka semua terdiam. Bagai dikutuk menjadi patung. Sementara aku menahan tawa ditempat melihat tingkah lucu mereka semua. Rasanya aku merasa menang. Acuh tak acuh dengan mereka, Kakak cantik itu kemudian pergi menghampiri ibu kantin dan mengatakan sesuatu. Kemudian dia berjalan menghampiriku sambil membawa semangkuk makanan dan segelas jus.
Dia menyodorkanku sesuatu yang dibawanya. "Semangkuk mie ayam sama segelas jus jeruk, 'kan?" Tanyanya lembut.
Aku mengangguk.
"Ini!" Katanya memberikan makanan itu kepadaku. Aku pun mengambilnya dengan senang hati lalu berterima kasih padanya.
"Makasih loh kak—?" Kataku agak bingung saat memanggil dia karena aku masih belum tau siapa gerangan namanya.
"Sheryl. Panggil gue sheryl aja" katanya lalu tersenyum dan menepuk pundakku.
Dia pun kembali ke tempat duduk dimana teman-temannya berada. Memberitahu teman-temannya akan geng sok cantik barusan. "Mereka sok banget!".
Geng itupun jadi bincangan rombongan kakak itu. Tampak dari cara kakak-kakak itu yang jelalatan melirik mereka terus-terusan. Dengan perasaan malu, komplotan cabe itu pun pergi meninggalkan kantin dengan perasan kesal.
Aku memandangi mereka yang pergi meninggalkan kantin. Lalu pandanganku beralih pada kakak cantik yang menjadi pembelaku tadi. Dia menyunggingkan senyumannya padaku. Dengan canggung aku balas tersenyum. Aku tersenyum seraya menatap hangat kakak itu, kak Sheryl.
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Remaudra
Teen Fiction|And i felt so heartless, when i have loving two heart without permission||Copyright©2017-All Rights Reserved|