BAB 10

49 10 0
                                    

Robby duduk di dalam salah satu ruangan dirumahnya. Ruangan yang gelap. Hanya ada lampu yang menerangi kotak pigura foto Elena Raymond bersama dirinya yang sedang berciuman. Robby memandangi foto itu. Setiap malam. Ia selalu menghabiskan malamnya dikamar itu dan memandangi foto didepannya kemudian tertidur di kursi bersama kegelapan disekelilingnya. Ini masih pukul delapan. Masih empat jam lagi waktu yang dia punya untuk memandangi foto itu. Ya. Ia baru akan tidur pukul dua belas. Dan begitu setiap harinya. Entah kenapa, dia nyaman dengan kesehariannya yang seperti ini. Ia merasa tenang.

"Aku rindu bibirmu, Elena" suara Robby menggema diruangan gelap itu. Ruangan itu sangat luas. Tak ada perabot apapun didalamnya. Hanya foto besar itu dan sebuah kursi untuk Robby. Saat Elena menikah, Robby memang sengaja membangun ruangan itu dirumahnya. Tak ada yang boleh masuk keruangan itu kecuali dirinya. Istrinya dulu pernah masuk keruangan itu, dan Robby mengetahuinya. Ia sangat marah dan menyiksa Christina. Christina kemudian diusir dari rumah dan wanita itu pulang kerumah asalnya. Dia mengalami kecelakaan hebat yang memang direncanakan oleh Robby. Karena luka yang cukup parah, Christina meninggal dan ia ditemukan oleh Kevin Edward di rumah sakit. Kevin kemudian frustasi dan kecelakaan pula. Kevin hilang ingatan. Ia tak mengingat apapun tentang masa lalunya. 2 tahun kemudian Kevin menikah dan dia hidup bahagia hingga saat ini. Tak ada yang tahu jika kematian Christina disebabkan oleh Robby. Yang orang tahu, Christina kabur dari rumah dan ditemukan meninggal karena kecelakaan. Dan saat itu pula, Fendy pergi dari rumah.

Robby tak suka ada orang lain yang mengganggu privasinya. Siapapun itu, ia tidak suka. Robby terus memandangi foto itu. Hingga tiba-tiba ponselnya bordering. Ia mengambil ponsel itu dari sakunya. Melihat nomor yang masuk. Herman William. Robby tersenyum kemudian mengangkat telefonnya.

"Halo?" mulai Robby.

"Halo, Rob?" jawab Herman diseberang telefon.

"Ada apa? Kau sudah memutuskan?" tanya Robby.

"Ya. Anak-anakku setuju. Aku mau bekerja sama denganmu" jawab Herman lugas. Robby tersenyum.

"Benarkah? Kabar yang bagus" respon Robby.

"Baiklah kalau begitu, aku tutup dulu telefonnya" ucap Herman.

"Baiklah" jawab Robby.

"Selamat malam" telefon ditutup.

"Selamat malam" balas Robby saat telefon sudah ditutup. Kena kau, Herman. Robby mengucapkan kalimat itu sambil tersenyum. Dia lalu tidur di kursi dengan senyum dibibirnya.

---------

3 Bulan kemudian.....

Hari ini Nindi wisuda. Marcel dan Herman menghadiri wisudanya. Nisa tetap bekerja. Ia akan menyusul jika pekerjaannya sudah selesai. Marcel dan Herman duduk bersebelahan.

Nindi dipanggil dan dia resmi lulus sekarang. Dia telah menjadi seorang Sarjana Bahasa dan Sastra. Saat Nindi turun dari panggung, Marcel dan Herman menghampirinya. Herman memeluk anaknya itu.

"Selamat ya, Sayang" ucap Herman dengan senyum diwajahnya. Marcel berdiri dibelakang Herman.

"Pak Herman William" sapa salah satu dosen Nindi yang mengenal Herman. Herman langsung mengahmpirinya dan mereka bercengkerama. Marcel hanya melihat Nindi. Dia memperhatikan Nindi. Nindi yang menyadarinya langsung melihat Marcel juga.

"Tak ada ucapan selamat?" tanya Nindi kepada Marcel. Mereka masih berdiri berjauhan.

"Kau mengharapkannya?" tanya Marcel kembali pada Nindi.

"Sama sekali tidak, Tuan Perancis" jawab Nindi. Marcel tersenyum.

"Selamat" Marcel mengucapkan selamat dengan nada yang datar.

FAR (Saat Kau meninggalkanku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang