7,4M

1.9K 79 3
                                    

          Sang fajar telah menyapa dunia dengan perlahan, merambat naik dari sang ufuk timur. Beberapa suara kendaraan umum maupun pribadi mulai terdengar. Suara deru mobil Jazz hitam mulai memasuki pekarangan rumah Gernald, tak lama kemudian seorang cowok bertubuh jangkung dan tegap dengan rambut yang dipotong spiky keluar dari sana.

          Setelah menghela napas panjang, cowok itu kembali berdiam disana menatap rumah dia yang tak banyak berubah---sebuah gazebo yang dulunya sering dimainkan oleh dirinya. Entahlah, kenangan lama itu selalu enggan luput dan membuat dua sudut bibirnya tertarik keatas, membentuk sebuah senyuman manis.

          "Biru!" Seruan dengan intonasi sedikit melengking itu membuat iris kopi yang tadinya masih tenggelam dalam kenangan candu mulai menoleh.

          Gadis remaja menggunakan seragam SMA itu tersenyum lebar kearahnya, cowok itu ikut melemparkan senyumannya sekaligus menghampirinya.

          "Sejak kapan dari situ?" Tanya Jingga penasaran.

          Iris kopi itu sedikit membulat karna melihat beberapa helai rambut Jingga belum sepenuhnya terikat dengan rapi. Tangannya menunjuk ke arah anak rambut yang tertiup dimainkan oleh hilir angin.

          "Lo masih aja sama, sensitif pada hal-hal kecil." Celetuk Jingga seraya mengendurkan ikatan rambutnya.

          "Harusnya rambut lo diurai, biar keliatan cantik."

          Jingga melebarkan matanya. "Emangnya gue nggak cantik, gitu?"

          "Kan supaya lebih cantik,"

          Gadis itu ikut tersenyum, mengajak Biru untuk masuk ke rumah sebelum Senja memulai kegiatan sarapan bersama karna Gernald sudah pagi sekali berangkat ke pabrik. Iris kopi itu sedikit terkesima melihat wajah datar dan anggun Senja yang kini menatap kosong lurusnya. Masih sama---namun kali ini terlihat lebih dingin.

          Biru mengambil tempat disamping Senja, gadis itu tetap diam saja meskipun sadar bahwa ada Biru disampingnya. Aroma musk yang tercium di indra penciumannya membuat Senja menggeserkan tubuhnya menjauh dari Biru. Bukannya Senja tidak suka aroma kemiri, hanya saja Senja tidak mau dekat-dekat dengan Biru. Selain merasa terkekang, Senja tak mau dianggap manja.

          "Hei, ini gue." Suara lembut Biru membuat bulu kuduk Biru sedikit meremang. "Biru Laksmana, gue yakin lo nggak bakal lupa."

          Senja memberanikan mendongakkan kepalanya, membiarkan sang iris kopi itu menjelajahi wajahnya yang kurang sempurna. "Kalau aku lupa?"

          "Gue bantu buat ingetin."

          Senja menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak perlu, butuh waktu lama aku berusaha untuk melupakannya." Kata Senja sedikit ketus.

          Salah satu alis Biru sedikit terangkat mendengarnya, meskipun dari fisik Senja tidak banyak berubah, namun tetap saja dari sifatnya sangat berbanding terbalik dengan sifatnya dahulu yang penurut dan tidak pernah membantah sedikitpun.

          Biru mengalihkan perhatiannya kepada Jingga yang kini sudah berada didepannya, melemparkan pertanyaan mengenai perubahan Senja saat ini. Jingga menganggukkan kepalanya seolah ia akan menjelaskan nanti semuanya tentang perasaan Senja yang membuat mereka harus memilih hubungan renggang.

Di Ruang Rindu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang