2. Vania Maharani

8.8K 1.1K 227
                                    

"Memang, realita itu tak seindah ekspetasi."

  •••  

"Woy! Ngantin apa ngantin!" teriak Jeno sambil gebrak meja gue.

"Bentar, nyalin tugas gue." balas gue sambil fokus ke papan tulis. Jeno langsung noyor kepala gue.

"Apaansih lo, No!" gue natap dia tajam. Gue paling gak suka diganggu pas lagi konsen.

"Halah sok rajin lo. Mau diliat siapa lo?"

"Vania." jawab gue lugas.

"Halah? Gayaan lo mau diliat Vania. Natap dia aja lo kicep, cemen."

Yap, semua yang dikatakan Jeno tadi 1000% benar.

"Noh, ladenin kakak tersayang lo. Daritadi nungguin lo di depan." Gue mendongak melirik sekilas ke arah pintu kelas. Anjir, Kak Yeri!

"Anjirlah! Males gue. Lo ngomong kek sana, bantuin gue, No!" sungut gue ke Jeno. Gue males ketemu dia.

"Ginian aja lo nyuruh gue." Habis ngomong gitu, Jeno langsung keluar kelas. Bisa gue liat kalau mereka sempat debat. Gimana gue bisa tau? Suara Jeno itu ngalah-ngalahin ibu-ibu rumpi komplek.

"Iya, Yer! Gila dah. Jaemin dispen hari ini." Jeno di depan udah sampai bersumpah-sumpah. Gue agak kasian sih, sedikit.

Gak lama Jeno balik ke dalam kelas bersamaan gue yang kelar nyalin tugas matematika.

"Gimana?"

"Gila, gak mau lagi gue lo suruh nahan dia. Bar-bar!"

Gue ngakak, "Yoklah, ngantin. Keburu bel."

Gue gak biasa makan di kantin. Biasanya gue cuma beli snack di koperasi habis itu nongkrong di depan perpus. Gue agak males gitu ngantri lama-lama dan akhirnya gue telat masuk kelas.

Cukup sekali gue malu kena hukum. Bukan karena hukumannya, cuma gue dihukum di depan Vania. Gila aja!
G

ue masih inget gimana kagetnya muka Vania pas gue dihukum. Dia kayak mau nolong cuma gak tau gimana. Gue sih cuma cengegesan pas ditanya guru itu.

"Van ... Yang tadi diem-diem aja ya. Jangan kasih tau orang." bisik gue ke Vania pas ketemu di koridor.

"Ha?!" bingungnya.

Sumpah, bingungnya dia itu lucu.

"Yang tadi gue dihukum. Jangan cerita ke orang. Cukup lo, gue, pak kumis, sama Tuhan yang tau." jelas gue.

Vania mengangguk, "Oke."

Habis itu Vania langsung jalan lagi melewati gue. Itu pertama kalinya gue ngomong sama dia diluar pembahasan sekolah.

"WOY JAEMIN ANJAY!" gue tersentak pas Jeno teriak di telinga gue.

"Lo, bisa gak sih gak pake teriak-teriak?" protes gue.

Jeno tampak menahan emosinya, "Masalahnya, lo daritadi gue panggil kagak dengar Jaeminudin! Lo juga senyum-senyum sendiri kayak orang gila!" Gue bales jitak kepala si Jeno.

"Mulut lo ringan amat, Jen Jen."

Hal pertama yang kami cari pas masuk kantin yaitu meja kosong.

"Gara-gara lo nih, kantin keburu penuh." Gue mendengus kasar.

Mata gue masih meneliti ke sekitar buat mastiin ada meja kosong untuk gue dan —si mulut toak— Jeno. Gak sengaja gue ngeliat Cece dan Vania di tengah kantin. Dan sialnya, di samping mereka itu meja kosong. Vania sempat noleh ke belakang dan kami sempat tatapan sebentar sampai akhirnya Vania kembali ke posisi awalnya. Gue berharap semoga Jeno gak—

"Lo pesen, gue kayak biasa aja. Gue duduk di sebelah Cece kesayangan."

—anjir gue lupa kalau Cece pacaran sama Jeno.

Gue balik dan ngambil posisi di sebelah Jeno. Jadi posisi kami saling berhadapan, i mean Jeno-Cece, gue-Vania. Ini situasi tercanggung gue.

"Makan guys!" ucap Jeno lalu memulai makannya.

"Bismillah."

Selama makan, —bucin— Jeno sama Cece gak berhenti buat saling melempar gombal receh yang meningkatkan rasa geli gue ke Jeno.

"Ce, aku ada tiga kata untuk kamu."

"Ha! Apatuh!"

"Aku cinta kamu selamanya."

"Itu kan lebih, Jen?"

"Iya, aku sama kamu kan jadi satu."

"Aaa~ gak jelas deh. Makin sayang. Kamu di ginjalku!"

Jijik gak?

"Van, gak makan?" tanya Jeno ke Vania. Gue ngelirik sekilas sambil makan.

"Enggak. Udah tadi sama Cece." Vania senyum.

Biar gue jelaskan tentang Vania ini. Vania Maharani, sekelas sama gue. Jutek, cuek, dingin. Awalnya gue takut buat ngobrol sama dia, cuma lama-kelamaan gue tau kalau itu karakter dia yang berbeda. Dengan dia yang begitu, gue semakin penasaran. Gue semakin larut dalam rasa penasaran dan gue lupa kalau gue mengikutsertakan perasaan.

Van, apa lo bakal peka?

P E K A || Jaemin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang