"Orang kayak Vania. Pagi-pagi udah 'assalamualaikum, mas crush'."
•••
"Kita pisah dong, Van! Ah! Gak bisa gue hidup tanpa lo!"
Bu Irene waktu itu mengumumkan hasil ujian semester akhir kelas sebelas. Dari hasil ujian itu kami bisa memprediksi sendiri nasib kelas dua belas. Ada yang bertahan di kelas yang sama dengan kelas sebelas ada yang harus bertukar dengan beberapa kelas lain. Gue bersyukur nilai gue masih sangat amat jadi gue gak perlu sibuk pindah kelas lagi. Gue rasa sistem pengelompokkan siswa berdasarkan nilai seperti ini ada sisi positif negatifnya. Positifnya itu guru mata pelajaran lebih mudah memberikan materi, gak perlu takut ada yang jomplang lagi. Sisi negatifnya, kalau pindah kelas otomatis harus adaptasi lagi dan juga belum lagi pandangan orang-orang.
"Lagian lo, bucin mulu."
Hasil perputaran kelas tadi, Cece harus pindah dari kelas dulu ke kelas lain. Masih satu tipe dengan kelas unggulan. Cece gak berhenti ngomel-ngomel di sepanjang koridor karena gak terima. Gue sama Renjun masih bertahan di kelas yang sama.
Cece berdecak, "Gue bucin tapi gak bego! Gue cuma sial aja, peringkat gue aman-aman aja, tapi karena kelas kita banyak yang double peringkat, otomatis diurut berdasarkan nama lagi. Ya naas banget nasib gue!"
"Jangan dibawa beban gitu lah, Ce! Kita masih bisa ngumpul di depan perpustakaan kok! Sudah berapa bulan padahal ini jadi kelas dua belas, lo masih aja ngeluh."
Cece merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, "Oh iya lupa! Gue kan sekelas sama Jaemin Jeno!"
"Iya tau." balas gue malas.
"Jaemin bodoh-bodoh pinter menurut gue. Senasib lah sama gue pokoknya! Eh, jangan marah sama gue gitu lah, Van. Dengan sekelas sama Jaemin kan gue bisa cari-cari info. Buat lo juga."
"Kalian berdua itu cocok. Satunya lancar di percintaan gagal di pendidikan, satunya lagi kebalikan." sahut Renjun yang ada di belakang kami. Sekarang kami lagi menuju ke kantin. Tumben banget gue mau ke kantin padahal selama dua tahun ini gue selalu cari makanan di koperasi. Gue sampai punya goals untuk kelas dua belas, bisa makan di kantin. Iya gue aneh. Orang-orang punya goals untuk lebih giat belajar sedangkan gue bisa makan di kantin.
Cece tertawa lalu menjitak jidat Renjun, "Oh iya jelas! Gue itu separuh jiwanya Vania."
Renjun berdecih menatap Cece sinis, "Idih, mau lo jadi separuh jiwanya manusia jelmaan setan ini, Van?"
"Lo kurang ajar sama gue ya!"
Gue sesekali tertawa melihat Renjun dan Cece yang selalu gak bisa akur. Akur sedetik lalu berantem lagi. Gue kadang capek sama mereka. Tapi lucu juga lihat mereka berantem kayak anak kecil, gue juga merasa hampa kalau salah sati dari mereka gak masuk sekolah.
Kondisi kantin lumayan— gak sangat ramai menurut gue. Untung gue mengikuti saran Cece tadi untuk keep kupon makanan terlebih dahulu jadi kami gak perlu lama mengantri lagi.
"Baru seminggu libur, statusnya pada ’assalamualaikum, kantin'. Sumpah ya!" Renjun nunjukkin status temannya ke kami.
Cece memutar bola mata malas, "Orang kayak Vania. Pagi-pagi udah 'assalamualaikum, mas crush'. Gue sama Jeno diem aja sih, pura-pura gak tau aja. Padahal kan, Njun, mereka ini kan duduk sebelahan, tapi ngobrolnya lewat chat. Malu atau modus?" Gue menyikut lengan Cece sampai dia hampir oleng ke samping.
"Gebet terus, Van. Doi udah mulai peka tinggal lo gas aja. Harapan kami untuk kelas dua belas ini, lo sama Jaemin jadian!"
"Ish! Bego!"
"Lo tau? Kerjaan gue kalo sekelompok sama Jaemin itu nulis sticky note nama lo terus gue kasih dia. Eh, dia senyum-senyum terus disimpan sticky note-nya."
"Beda cara dekat pasangan tsundere kayak Vania Jaemin. Sok denial perasaan tapi saling lempar kode tanpa henti. Lo mau ngajak jadian atau mau daftar jadi anggota pramuka pakai kode-kode? Cukup tabel periodik aja yang harus dipikir kodenya, kalian jangan." ucap Renjun membuat gue ingin menyumpal mulutnya yang sudah kayak lambe turah itu.
•••
"Mau chat duluan, tapi chat yang tadi pagi aja cuma dibaca doang. Kalau gue chat duluan nanti dikira gue lagi yang ngebet banget sama Jaemin." Gue menghela napas lalu menarik selimut sebatas dada bersiap untuk tidur. Gue masih meluk handphone gue berharap ada notifikasi masuk dari Jaemin.
"Ah, gila gue! Gue jadi kegeeran gara-gara Cece tadi!"
Semenjak gue tau gue gak sekelas lagi sama Jaemin, gue agak gak rela jadinya. Dua tahun gue suka diam-diam dan pas Jaemin mulai sadar sama gue kami malah harus beda kelas. Rasanya beda aja. Jaemin sama gue yang memang gak pernah ada interaksi lebih. Cuma lewat chat. Lambat sekali cara pendekatan kami. Mungkin anak SD atau SMP lebih cepat dalam hal ginian.
Kak Taeyong
Vania!Cepat-cepat gue nyalain handphone gue. Ternyata dari Kak Taeyong. Apa sih gue mikirnya Jaemin mulu?
Sudah lama Kak Taeyong gak ngabarin gue lagi setelah acara kelulusannya. Gue terakhir ketemu sama dia di sana bareng anggota organisasi. Gue juga sudah gak jadi anggota ini organisasi itu karena selama kelas dua belas segala ekskul itu harus dikurangkan. Kami harus fokus dengan persiapan ujian nanti.
Kak Taey!!
Gimana gimana hasilnya udah keluar gak?Setahu gue, beberapa minggu ini Kak Taeyong apply beasiswa di beberapa universitas. Dia juga tetap ikut ujian masuk universitas seperti biasa. Kak Taeyong aneh, padahal dia sudah dapat undangan di salah satu universitas ternama tapi dia masih gigih dengan keinginannya. Dan seharusnya hari ini Kak Taeyong sudah dapat balasannya.
Belum, tapi tunggu ya.
Semangat banget Kakak nyari kampus
Sudah kayak nyari jodohKak Taeyong enak.
Otaknya encer banget.Gak boleh pesimis
Doain lulus ya.
Kalau lulus kita makan es krim lagi. Mau?MAUUUUU!!
AAMIIN KAK! SEMOGA LULUS T.TBelum tidur, Van?
Masih sekolah bego, jangan begadang!
Matiin gak handphone-nya?Kak Taeyong marah bukannya takut malah gumush.
Iya kak, iya"Coba aja Jaemin yang ngirim. Sudah gak tau lagi gue harus balas apa."
Iya, halu terus gue bisanya. Realitanya nol besar. Waktu gue suka diam-diam sama Jaemin gue selalu berharap dia tau. Tapi pas dia tau, gue malah menyesal. Faktanya gue nyaman banget suka diam-diam. Tiap melepas kata diam-diam itu gue merasa beda. Bodoh!
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
P E K A || Jaemin✓
Fiksi Penggemar[Revisi Setelah Selesai] "Tumbuhan aja peka, masa lo enggak?" "Ya kalau di gak peka, ya berarti lo salah kode di awal." "Atau lebih parah, dia peka. Tapi berlagak seolah tidak peka karena dia gak mau sama lo." Vania itu orangnya pesimis parah kalau...