01. Cowok Nyebelin.

67 8 18
                                    

Semilir angin berhembus menerbangkan rambut hitam sebahu yang sengaja hari ini Aku gerai. Kulangkahkan kaki jenjangku yang terbalut sepatu convers hitam bertali putih, menuju gerbang. Aku tersenyum setiap kali berpapasan dengan siswa-siswi yang Aku kenal di sekolah ini. Aku memang dikenal dengan sosok yang ramah. Entahlah, Aku juga bingung kenapa mereka menganggap seperti itu. Padahal setiap kali Aku bertemu dengan orang baru, Aku tidak pernah memulai percakapan atau lebih tepatnya basa-basi. Bukan, Aku bukan orang seperti itu, Aku lebih memilih diam dan akan menjawab jika orang itu memulai percakapan duluan.

Tipikal orang yang susah untuk beradaptasi di lingkungan baru. Mataku menjelajah setiap sudut koridor, menyipitkan mata memandang kotak persegi kecil yang menggantung di pintu kelas bertuliskan XI Jasa Boga 2 dengan semangat Aku melangkah masuk ke dalam kelas dan tersenyum melihat Difa, teman sebangku, yang sudah duduk manis di bangku barisan kedua.

"Selamat pagi Difa," sapaku dengan senyum merekah.

"Pagi," jawabnya dengan balas tersenyum padaku.

"Ay, sini deh!"

"Apa?"

Dengan penasaran, Aku langsung duduk di sebelah Difa dan ikut melirik ke arah handphone Difa. Disana, terpampang foto kakak kelas yang ditaksir Difa dengan seorang cewek sedang berangkulan mesra yang di post di Instagram. Aku melirik ke arah Difa yang sedang cemberut.

"Kan gue udah bilang, Dif. Kak Rheno tuh playboy. Lo masih aja suka sama dia," tuturku.

"Tapi dia ganteng, Ay."

Difa masih memandangi foto Kak Rheno dengan pacar barunya yang entah pacar ke berapa dengan tatapan prihatin.

"Coba aja, yang disebelah dia itu gue. Udah ganteng, kapten basket, ramah, anak orang kaya pula."

"Dan jangan lewatkan dia playboy cap karat!" selaku.

"Nggak papa deh. Yang penting dia ganteng!"

"Makan tuh ganteng!" jawabku asal.

Dengan kesal Aku mengeluarkan buku catatan Matematika dan membacanya sekilas. Berhubung tadi malam belum sempat belajar, karena asik membaca novel baru yang ku beli kemarin siang seusai pulang sekolah dan selesai dalam waktu tiga jam.

Padahal itu novel tebel banget, sampe cocok buat dijadiin ganjelan jendela. Hebat kan? Aku termasuk orang yang maniak novel. Dari genre romance, fantasi, chicklit, humor, teen-fiction pokoknya semua yang berhubungan dengan novel Aku pasti suka. Dan Aku punya perpustakaan khusus dirumah yang isinya berjejer novel-novel karya penulis favoritku.

"Apa sih, Fa!"

Aku mendengus kesal saat Difa mencolek-colek bahuku. Tidak tau apa dia udah ganggu konsentrasiku menghafal rumus. Aku kembali melanjutkan membaca dan menghiraukan Difa yang kembali mencolek-colek bahuku semakin gencar. Dia pasti mau cerita Kak Rheno sama pacar barunya, bodo amatlah mending Aku cuekin, males ngomongin playboy cap karat macem Kak Rheno.

"Aww..." Aku meringis, saat tiba-tiba Difa mencubit lenganku dengan kencang. Aku menoleh dan cukup kaget saat melihat bukan Difa yang sedang duduk disebelahku melainkan cowok nyebelin yang tiap hari gangguin Aku terus. Sumpah demi apapun tanpa rasa bersalah udah nyubit lengan Aku, tuh cowok nyebelin malah senyum sok manis. Aku melotot, sambil mengelus lenganku yang sedikit perih.

"Gadi! lo tuh nyebelin banget. Sana lo jauh-jauh dari gue, manusia nyebelin!" teriakku menggema didalam kelas.

Aku mengatur nafasku sambil menahan amarah. Gadi, si cowok nyebelin malah terkekeh mendengar teriakanku.

"Gitu aja marah," jawab Gadi santai.

"Coba sini gue liat."

Sebelum Gadi memegang lenganku, Aku segera menepis tangannya dan melempar tatapan tajam.

"Nggak usah sok perhatian!"

"Bukan sok perhatian, gue emang peduli."

"Nggak jelas! Udah sana jauh-jauh. Ngapain lo duduk disebelah gue? Mau ngerjain gue lagi hah?"

Aku melihat Gadi menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Bukannya menuruti ucapanku agar menjauh, Gadi malah duduk tenang disampingku sambil pura-pura bermain handphone. Dengan amarah yang semakin mengganjal hatiku, aku memukul Gadi dengan buku catatan Matematika yang tadi Aku baca dengan bertubi-tubi.

Bukan apa-apa, karena Gadi Ganendra, atau lebih tepatnya si cowok nyebelin yang selalu ngerjain Aku dengan tingkah anehnya. Pernah, Gadi hampir buat Aku nangis, karena dengan iseng dia ngambil buku sejarah tanpa sepengetahuanku dari dalam tas yang isinya catatan rangkuman penuh satu buku. Dan saat Aku tanya apa dia yang udah ngambil buku sejarah milikku, dia nggak ngaku. Tapi aku terus desak Gadi supaya jawab jujur dan akhirnya dia ngaku kalau buku sejarah milik Aku dia kasihin ke Bu Ratmini, salah satu pedagang gorengan di kantin sekolah.

Aku langsung berlari ke kantin dan melihat buku sejarah milikku sudah ludes tak tersisa dijadikan bungkus gorengan. Dengan perasaan campur aduk, Aku kembali ke kelas, menahan airmata agar tidak menetes dan menenggelamkan kepala ke meja.

"Udahlah, anggep aja sedekah. Gue tadi kasian ngeliat Bu Ratmini yang keabisan kertas buat bungkus gorengan."

Aku diam tidak membalas ucapannya dan semakin menenggelamkan kepala ke meja menahan isakan agar tidak keluar.

"Udah jangan nangis, biar nanti catetannya gue salin ulang."

Dan seminggu kemudian Gadi menepati ucapannya dengan menyalin ulang setiap rangkuman yang ada di buku sejarahku. Ajaibnya, setiap rangkuman yang Gadi buat persis kaya catetan buku sejarahku dulu yang udah Bu Ratmini jadiin bungkus gorengan. Tapi tetap saja Aku kesal dan selalu waspada setiap Gadi berada disekelilingku seperti sekarang.

"Diem napa, Ay-Ay."

Aku menghiraukan ucapannya dan kembali memukuli kepalanya dengan buku.

"Ayya!"

Aku melonjak kaget saat Gadi memanggil namaku dengan sedikit membentak. Aku langsung berhenti memukuli kepalanya dan memandang bingung kearah Gadi.

"Gue bisa gagar otak, lo pukulin begitu. Lo mau tanggung jawab? Iya?!"

Aku diam enggan menjawab.

"Lo cewek tapi galak banget."

Aku melotot ke arah Gadi dan hendak memukul kepalanya lagi dengan buku. Tapi Gadi berhasil menghindar dan berdiri tepat dihadapanku dengan menumpukan kedua tangannya di meja. Dia tertawa lebar dan mengejek kearahku lewat tatapan matanya. Aku yang melihat kelakuannya itu merasa muak dan ingin sekali mencakar mukanya.

"Pergi lo sana, jauh-jauh dari gue!"

Gadi tertawa dan menyentil dahiku dengan keras.

"Gadi gila! Sehari aja lo jangan gangguin gue, bisa nggak sih?"

"Kalau gue jawab nggak bisa, lo mau apa?" tanyanya dengan senyum mengejek.

"Gue muak sama tingkah lo itu. Kenapa lo suka banget gangguin gue sejak pertama kali gue injak kelas ini. Lo buat hari-hari gue nggak tenang tau nggak!"

Aku mendengus kesal dan sengaja menahan amarah yang sejak tadi ingin meledak. Aku tidak ingin Gadi merasa puas karena sudah buat Aku marah.

Entah mungkin karena dia punya kepribadian ganda. Karena cuma Aku yang selalu jadi objek sasaran kejahilannya. Dia bersikap seperti ini hanya padaku, dengan cewek teman sekelas yang lain dia tidak bersikap seperti ini. Malah dia bersikap baik banget dan suka kasih jawaban PR.

Gadi menegakkan tubuhnya yang sedikit membungkuk dan menatapku dengan intens, membuatku sedikit risih. Perlahan, Gadi mendekatkan kepalanya ke arahku dan membisikkan sesuatu ke telingaku.

"Ada iler kering yang nempel di pipi lo."

Aku langsung berteriak heboh dan buru-buru mengambil kaca dikolong meja Difa dan melihat iler di pipiku yang dimaksud Gadi. Aku menatap kaca kecil yang selalu dibawa Difa ke sekolah dan menggeram kesal saat melihat tak ada iler di kedua pipi chubbyku. Aku menoleh ke arah Gadi yang sudah tertawa terpingkal-pingkal di bangkunya. Sumpah demi apapun! Mulai hari ini, jam ini, detik ini, Ayyara Dhaafiyah akan membenci Gadi Ganendra sampai kapanpun!

HeartStringsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang