(1) The Bid

49K 1.9K 224
                                    

Liburan akhir musim panas tinggal satu minggu lagi, dan aku masih terjebak disini bersama sepupuku yang tomboy dan menyebalkan.

Blue sedari tadi asyik dengan PSP di tangannya, sesekali menyuapkan camilan ke dalam mulutnya. Dan aku hanya bisa memperhatikan dia dengan bosan.

Sungguh menyedihkan. Padahal aku ingin pergi ke halaman belakang rumah paman John untuk memetik apel. Tapi Blue malah mengurungku disini, menemaninya yang sibuk bermain game. Yang bisa kulakukan hanyalah menggerutu dan menyalahkan ayahku yang sudah memaksaku untuk berlibur ke rumah ini.

"Sampai kapan kau akan bermain game? Seumur hidup?" celetukku yang sudah merasa tidak sabar.

Blue sama sekali tidak menyahut. Dia masih terfokus menatap layar PSP nya dan mengabaikanku.

"Ayolah, Blue... biarkan aku keluar!" pintaku yang sama sekali tidak di dengar olehnya.

Sudah kubilang 'kan? Dia itu sepupu yang menyebalkan.

Blue melirikku sekilas tanpa minat dan kembali meneruskan kegiatannya seolah itu adalah kebutuhan yang harus di penuhinya setiap hari.

Aku menatapnya dengan malas, dan memilih membaca komik yang tergeletak di dekat tempat tidur Blue. Komik tentang detektif, dan aku sama sekali tidak tertarik. Lantas kulempar komik itu asal. Duduk bersandar pada tempat tidur sembari menselonjorkan kaki.

Blue tampak mencuri-curi pandang ke arahku tapi aku abaikan. Dia menghela nafas panjang kemudian berkata :

"Kau bisa menonton tv jika bosan, Lunellyn" katanya memberi usul.

Aku mendesis tidak suka atas usulnya itu. Dia tahu dengan jelas bahwa aku bukanlah gadis yang sering menghabiskan waktunya dengan diam menatap layar tipis yang menampilkan banyak gambar bergerak. Aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan segelas coklat hangat dan novel untuk dibaca.

Gadis berambut jingga sebahu itu kembali melirikku sekilas, kemudian beralih melirik jam digital yang berada diatas meja belajarnya.

"Ada festival akhir musim panas di taman pusat kota sore ini. Kau ingin pergi kesana tidak?" kata Blue memberikan penawaran.

Kembali mendesis, aku menatapnya dengan sinis. "Kenapa kau tidak pergi dengan PSP mu saja sana!" jawabku ketus.

Kulihat Blue berdecak, kemudian mengubah posisinya menjadi telentang di atas karpet berbulu berwarna coklat. Masih memainkan PSP nya dengan serius.

"Pantas saja kau punya sedikit teman. Kau terlalu acuh tak acuh sebagai seorang gadis remaja berusia lima belas tahun. Sama sekali tidak sesuai dengan perawakanmu yang mungil dan parasmu yang imut menggemaskan seperti gadis berumur sepuluh tahun" ujarnya panjang lebar tanpa intonasi.

"Kau itu sebenarnya sedang memuji atau menghina?" sinisku seraya melipat kedua tangan di atas dada.

Blue mengangkat bahunya, "Dua-duanya mungkin".

Mengerucutkan bibir, aku memilih mengabaikannya. Terkadang aku selalu merasa heran. Sepupuku itu mempunyai nama 'Blue', tapi rambutnya berwarna jingga. Kenapa paman John tidak memberinya nama 'Orange' saja. Atau, 'Jeruk' saja sekalian.

Ayah selalu bilang, 'mungkin rambut Blue adalah perpaduan dari rambut paman John yang berwarna coklat kemerahan dan bibi Elma yang memiliki rambut pirang' setiap kali aku bertanya. Tapi menurutku itu tidak masuk akal sama sekali. Ugh, sudahlah. Aku sama sekali tidak berminat membicarakan sepupuku yang aneh itu.

Mungkin karena namanya yang aneh, sifatnya juga jadi aneh.

Tunggu! Tunggu! Kenapa kita jadi membicarakan sepupuku yang aneh dan menyebalkan itu? Oke, kita lupakan saja dia dan kembali fokus pada penderitaanku yang masih terkurung di dalam kamar Blue.

Mystika Euphoria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang