Prolog

419 30 18
                                    

PROLOG

"Sahabat itu mereka yang menyatukan perbedaan tanpa kebohongan, bukan mereka menyembunyikan kebenaran hanya agar dipandang sempurna"

~oOo~

Sahabat, tangan kita saling mengikat satu sama lain
Berjalan menyisir dalam garis yang sejajar
Tertawa membahana menantang masa depan
Kicauan burung mengalun menjadi backsoun alami
Ruang kelas tua yang berjejer itu menjadi saksi
Terciptanya sebuah kisah klasik bernama persahabatan
Terekam jelas gelak tawa mereka dalam ingatan
Hingga sang waktupun menghadang
Mencerai beraikan rantai yang terikat erat
Memusnahkan satu persatu jiwa dan tawa mereka
Jika semuanya terjadi hanya memori yang kita punya
Semuanya akan nampak sangat nyata dalam ingatan.

Renata Melasari, gadis manis yang memiliki bentuk wajah seperti hati, kedua pipi agak kembung dan dagu runcing. Wajahnya teduh, mempunyai bentuk mata yang lebar ditemani dengan senyum yang tak hilang-hilang. Ia duduk menyendiri—membaca karyanya—di bangku kayu depan kelas, bentuknya memanjang memang di khususkan untuk para siswa-siswi mengobrol. Hidungnya menyempit menghirup aroma bunga kuning yang bermekaran di depannya. Mata bulat beriris hitam itu bening, selalu memancarkan aura kebahagiaan. Namun tidak, ketika Renata melihat sesosok pria jangkung dengan senyum santai yang selalu berhasil membuatnya naik darah.

Pria jangkung itu bernama Sammy Gunawan yang mempunyai bentuk wajah kuat dengan tulang pipi yang agak menonjol. Pemilik sepasang mata dengan iris yang berbeda, iris mata kirinya berwarna hitam legam, sementara iris mata kanannya berwarna biru gelap. Tatapannya tajam, bisa membuat siapapun yang menatapnya tersesat di dalam indahnya ciptaan Tuhan. Mata yang berukuran sempit itu selalu berhasil menghipnotis orang-orang yang berada di sekitarnya. Namun, tidak berlaku bagi Renata yang sekarang sedang menatapnya jengah. Tanpa sadar tatapan jengah Renata selalu berhasil membuat tingkat kejahilan Sammy meningkat. Ide jahil tiba-tiba muncul di otak Sammy.

"Ekhem, sendirian aja lo?" Sammy memulai aksi jahil dengan tangan yang menyisir rambut ikalnya ke belakang, ciri khasnya. Ia mendekati Renata dan berjongkok tepat di hadapan bangku yang sedang Renata duduki. Sambil menopang dagu dengan kedua tangannya, mata dengan iris berbeda itu menatap Renata dengan lucu.

Sammy tersenyum girang ketika melihat Renata mulai terganggu dengan kedatangannya. Renata dengan sigap langsung menutup buku yang ada dalam genggaman, lalu ia sembunyikan di belakang punggung. Ketika Renata akan beranjak, Sammy menghalangi jalannya.

"Buku apaan, tuh? sini gue lihat!" Dengan bibir yang dimonyong-monyongkan, meniru bibir Renata, Sammy mulai menjahili sahabat perempuannya itu.

Beberapa pasang mata, baik itu teman sekelas yang melewatinya atau bahkan siswa-siswi yang baru saja datang. Semuanya memperhatikan mereka. Sebagian dari mereka ada yang merasa iba kepada Renata yang selalu jadi sasaran kejahilan Sammy ada juga yang iri dengan kedua pasangan sahabat ini.

"Nggak mau!" Dengan nada yang menjengkelkan khasnya, Renata menolak. Wajahnya kentara sekali sangat tidak suka dengan yang dilakukan Sammy. Bagaimanapun tak semua becandaan harus ditelannya dengan senang hati.

"Gue lihat, sini." Sammy keukeuh ingin merebut buku berwarna biru itu di tangan Renata, bukan karena penasaran. Hanya saja ia sangat senang sekali melihat ekspresi Renata yang geregetan jika sedang dijahili. Hingga tangannya secara tak sengaja menyentuh tangan gadis bawel nan manja itu.

"Upss ...," ujar Sammy sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. Renata memang anak mamah sekali, ia sangat menuruti apa yang ibunya katakan. Dan baru kemarin-kemarin ibunya mengatakan, "Dek, Dedek teh udah kelas dua SMA. Seharusnya bisa jaga diri dari yang bukan muhrimnya, atuh." Namun, Sammy berani jamin sifat labil Renata tidak akan kuat mengikuti perintah itu selama sebulan saja.

Hanya ingin kau tahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang