Kamu seperti hantu, terus menghantuiku
Ke mana pun tubuhku pergi kau terus membayangi aku
Salahku biarkan kamu bermain dengan hatiku
Aku tak bisa memusnahkan kau dari pikiranku iniDi dalam keramaian aku masih merasa sepi
Sendiri memikirkan kamu...
Kau genggam hatiku, dan kau tuliskan namamu
Kau tulis namamu...Tubuhku ada di sini
Tetapi tidak jiwaku
Kosong yang hanya kurasakan
Kau telah tinggal di hatiku(Kosong - Dewa 19)
***
"Haduuh!" Lily bergumam kesal saat bus yang ditumpanginya berhenti karena kemacetan rumit perempatan di depannya.
Lily melihat jam ponselnya, dua puluh menit sebelum jam kerja. Sepertinya ia harus turun dari bus sekarang juga dan berjalan sedikit lebih jauh ke kantor atau dia akan terlambat jika menunggu bus melaju sampai perempatan. Dengan tergesa-gesa, Lily memakai tasnya dan menuju pintu depan. "Turun sini aja, Bang," kata Lily pada kondektur bus.
"Iya, Neng. Kaki kiri ya," jawab si kernet sambil membuka pintu.
Dengan sekali lompatan, Lily turun dari bus dan melangkah cepat sampai perempatan. Dari perempatan, dia masih harus berjalan kaki sekitar lima belas menit sampai kantor. Memasuki gerbang kantor, Lily berlari. Jam kerja tinggal tiga menit lagi dan Lily harus mengejar waktu mesin absen sebelum terlambat. Waktu menunjukkan tepat pukul 8.30 saat Lily menyentuhkan telunjuknya ke fingerprint. Menghela nafas lega, Lily mendorong pintu dan melangkah santai ke mejanya dan menyalakan komputer. Setumpuk pekerjaan-ralat, tantangan-telah menanti di mejanya.
"Tumben siang baru sampai?" tanya Dina.
"Biasa, macet," jawab Lily singkat. Padahal sebenarnya kemacetan tadi tidaklah parah, standar kemacetan Jakarta setiap pagi. Penyebab utamanya adalah karena Lily bangun kesiangan.
"Lo udah selesaiin surat penawaran buat ke customer baru?" Dina bertanya lagi.
Lily mengambil sebuah amplop dan mengacungkannya pada Dina.
"Cepat gih kasih Pak Sam. Tadi ditanyain."
"Oke."
Sebelum beranjak, Lily mengecek e-mail pribadinya, berharap melihat satu pesan yang sangat dinantinya. Namun pesan itu ternyata belum ada. Hanya e-mail spam yang memenuhi kotak masuknya. Lily menghela nafas dan tersenyum, sesuatu yang baik akan datang kepada yang mau menunggu, batin Lily menghibur dirinya sendiri
***
Seperti biasanya, Lily makan siang dan menghabiskan sisa waktu istirahat di meja kerjanya. Ia tidak terlalu suka keluar kantor jika tidak ada keperluan yang benar-benar penting. Bahkan untuk sekadar jajan atau membeli tisu pun dia menitip pada OB. Lokasi kantornya yang berada di jalan strategis dan kurangnya taman membuatnya malas keluar. Toh diluar panas, lebih baik ngadem saja di kantor sambil memantengi media sosial dan blog.
Hobi Lily membaca novel sejak remaja tidak pernah hilang hingga sekarang. Bahkan ketika kuliah Lily masih menyempatkan diri membaca novel dan menulis cerpen dan cerbung di blog saat ia juga bekerja kantoran. Kalau saja Lily menuruti kata 'tidak ada waktu', blognya tidak akan semaju ini. Cerpen dan cerbung yang ia post sudah banyak, pembaca dan komentar yang tak pernah sepi, bahkan ia mendapat uang tambahan dari pengiklan di blognya. Bagi Lily, sesibuk apapun kegiatan yang dijalani, akan selalu ada waktu yang bisa diluangkan jika benar-benar berniat. Termasuk untuk mengasah hobi. Ia bercita-cita ingin bekerja total di bidang literatur, bidang yang paling disukainya.
"I'd still regret, last time that we kissed, the scent of your perfume so strong on my lips. The cold that it takes of the sad goodbye."
Jemari Lily berhenti memutar-mutar scroll pada mouse-nya. Senyumnya membeku ketika mendengar lagu itu. Salah satu dari beberapa lagu 'keramat' yang dihindarinya. Sialnya, saat ini lagu itu terputar di radio. Biasanya, Lily akan langsung mengganti saluran atau bahkan mematikan radio. Tapi kali ini ia hanya diam mendengarkan alunan lagu itu, seperti memasrahkan dirinya ditarik paksa ke lubang kesedihan dalam pikirannya.
"I wish you'd come and tell me where we were wrong. Will you dream of me, like I dream of you tonight? You're always gonna be my love, my whole life. There are moments that are just meant to last forever. I remember to love, you taught me how. You're always gonna be the one I count it on. Without you I'm feeling so lost and lonely. I never will forget my first love."
Lagu itu terus mengalun, membuai Lily semakin dalam ke ingatan masa lalunya. Ingatan akan kenangan indah yang ingin dilupakannya. Sesuatu yang membuatnya tidak rela itu berlalu. Sesuatu yang selama bertahun-tahun membuatnya dihantui kata 'seandainya'. Setetes air mata lolos meluncur di pipinya. Diikuti tetesan-tetesan lain. Lily menangis hening.
Lily membersit air matanya dan mematikan radio. Ia menyesal membiarkan lagu itu mengalun dan membuainya terjerumus dalam rasa sakit yang ingin dilupakannya. Ia sedang bekerja sekarang dan harus berkonsentrasi penuh. Bukan saat yang tepat untuk galau memikirkan masa lalu seperti anak remaja.
***
Hari sudah gelap saat Lily keluar kantor, tapi kepadatan jalan raya belum juga terurai. Suara deru kendaraan dan klakson yang bersahutan terdengar di mana-mana. Lily sudah terbiasa dengan suara memusingkan itu. Ia berjalan santai menyusuri trotoar yang sepi pejalan kaki.
Lily menoleh, menatap jalan tol yang tak jauh darinya. Seperti jalan raya disampingnya, jalan tol itu juga macet. Semasa kuliah dulu, Lily tahu jalan itu dilalui Devon setiap hari menuju kampusnya. Ia selalu berkhayal dan berharap Devon akan melihatnya. Lily sungguh berharap bisa bertemu Devon. Ia hanya ingin diberi kesempatan sekali saja bertemu Devon untuk membicarakan urusan mereka agar ia terbebas dari rasa penasaran yang mengganjal hatinya.
Di tahun pertama sekolah SMK, Lily dan Devon berada dalam masa-masa paling indah. Mereka bertemu dengan cara yang menyebalkan, dekat oleh hal yang konyol karena kejahilan khas anak remaja, dan menjalani masa indah berpacaran selama beberapa bulan. Tapi kisah itu harus kandas ketika Lily ikut orangtuanya pindah keluar kota karena Papanya ditempatkan di kantor cabang di kampung halamannya. Lily terpaksa meninggalkan Jakarta dan Devon beserta kisah indah mereka. Yang lebih menyedihkan, mereka tak sempat berpamitan dan sempat putus kontak karena Lily kehilangan sinyal selulernya.
Lily menghabiskan waktu dengan menjadi penyendiri selama sisa masa sekolahnya. Ia kesulitan membaur dengan teman-teman barunya karena mereka berbeda dari Citra, Rindu, Delon, Andi, dan teman-teman lamanya. Ia juga dihantui kesedihan dan ketidakrelaan berpisah dari Devon karena keadaan. Sejak saat itu, Lily semakin suka membaca novel, tenggelam dalam dunia khayalnya, dan semakin merindukan Devon. Lily juga mulai membuat blog untuk menyibukkan diri di waktu senggang.
Setelah lulus sekolah, dengan tekad bulat dan modal nekat, Lily kembali ke Jakarta seorang diri. Untung saja tante Lily mengijinkan Lily tinggal bersamanya dan salah satu kolega Papanya bersedia memberi Lily pekerjaan sebagai admin dengan jam kantor sehingga ia bisa menyesuaikan waktu dengan kuliah malamnya. Satu hal yang membuat Lily nekat kembali ke Jakarta adalah karena ia sangat ingin bertemu Devon. Ia berpikir, mungkin jika mereka benar-benar bertatap muka dan bicara, semuanya akan berbeda. Tapi sampai kini, kesempatan yang dinanti tak kunjung datang. Devon pun tak pernah meresponnya seolah ia lupa pernah mengenal Lily.
Untung saja lingkungan pekerjaan dan kuliahnya menyenangkan. Ditambah Lily sibuk menjadi blogger sehingga kesedihannya teralihkan. Sekarang, itulah senjata Lily. Ia tidak akan membiarkan dirinya berdiam diri sendirian agar tidak terlalu sering memikirkan Devon. Cowok itu sangat sulit dilupakan, selalu muncul di pikiran Lily kapanpun dan di manapun. Setiap kali ingat Devon, Lily akan bekerja seperti orang kesetanan atau marathon membaca novel. Tapi ketika kesibukan itu mereda, tetap saja Devon akan kembali menghantui pikiran Lily, seperti ruang kosong yang mudah diisi air atau udara.
Bahkan saat jalan kaki begini pun masih bisa-bisanya Devon mencuri tempat di pikiran gue, pikir Lily murung.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/106975573-288-k891763.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I STILL HEART YOU (STILL)
ChickLit(SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU) Bagaimana rasanya ketika kamu menunggu dan berjuang untuk menggapai mimpimu, kemudian karena satu kesialan mimpi yang sudah kamu gapai dengan susah payah kandas seketika? Terlebih jika perjalanan kamu meraih...