A MIRACLE OR A CURSE?

2.1K 151 6
                                    

Di hari H, Lily justru kesulitan izin saking banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Seharusnya Lily bisa keluar kantor tepat jam dua belas siang. Tapi hebohnya pekerjaan membuat Lily baru bisa keluar kantor pukul 12.45. Itupun Lily masih harus menerima gerutuan Pak Sam, yang hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Setelah itu ia bergegas pergi dan melewatkan makan siangnya. Jalan raya tampak ramai lancar siang itu.

"Sialan!" Lily mengumpat saat bus yang ia tumpangi berhenti di tengah kemacetan yang sangat padat. Lily melihat jam ponselnya, ia bisa terlambat. Semoga kemacetan ini segera terurai dan ia bisa sampai di gedung Window Media tepat waktu.

Kesal melihat kemacetan yang tak kunjung terurai, Lily memutuskan untuk memejamkan mata sejenak. Ia pun tertidur selama beberapa menit. Saat membuka mata, bus yang ia tumpangi sudah melaju kencang. Lily segera mengumpulkan kesadarannya susah payah karena tidur terlalu pulas. Saat dia menoleh keluar jendela, bus yang ditumpanginya sudah sampai di atas flyover.

"Waduh!" Lily mendesis kaget. Lily merasa tidurnya tidak terlalu lama, tapi kenapa dia bisa sampai kebablasan? Artinya nanti Lily harus berjalan lebih jauh ke gedung Window Media.

Lily menghentikan bus begitu turun dari flyover. Lily mengeluarkan ponselnya dan melihat jam. Cewek itu bernafas lega ketika dilihatnya masih ada waktu 15 menit sebelum tes wawancara mulai. Mengabaikan perutnya yang keroncongan dan tubuhnya yang gemetaran karena bangun dalam kondisi kaget, Lily berlari menuju gedung Window Media.

***

Karena kehabisan tempat parkir, mereka terpaksa berhenti di trotoar dengan janji tempat parkir akan tersedia untuk mobil mereka sepuluh menit lagi. Satu-satunya tempat parkir yang tersedia lumayan jauh dari aula tempat meeting berlangsung, jadi mereka membagi tugas dan seseorang harus tetap di dalam mobil untuk berjaga dan memarkir mobil begitu tempat sudah tersedia.

"Devon, tolong kamu bantu bawa printer itu ya. Hati-hati bawanya, kalau sampai rusak, gaji kamu sebulan ditambah bonus cuma bisa ganti seperlimanya doang," ujar Pak Chandra dengan nada bercanda.

"Kalau gitu saya berusaha dapatin bonus combo biar cukup gantiin kalau ini printer jatuh," kelakarnya. Devon menoleh Diana yang sedang merapikan kerudungnya. "Diana, bawa kabel sama aksesorisnya ya."

"Ya," sahut Diana yang sedang memasang jarum pentul tanpa menoleh.

Devon mengangkat printer dan membawanya ke aula. Dengan hati-hati, ia memegang printer itu dan melihat jalan agar jangan sampai jatuh. Harga printer itu memang mahal. Kalau sampai jatuh dan Devon harus ganti rugi bisa-bisa dia tidak punya jatah untuk hang out dan menambah koleksi hot wheels-nya.

Devon membelalak saat melihat seorang perempuan yang sedang berlari-lari di depannya. Perempuan itu tampak terburu-buru dan langkahnya kurang seimbang. Mengantisipasi hal buruk yang tidak diinginkan, Devon minggir sedikit agar perempuan itu tidak menabraknya. Tapi terkadang kesialan seperti lubang jebakan yang sulit dihindari bagaimanapun usaha untuk menghindari.

Gedebuk!!

Brak!!

Perempuan itu tersandung dan jatuh menabrak Devon yang sedang membawa printer. Perempuan itu mengaduh, meratapi sikunya yang berdarah dan lututnya yang lecet. Sedangkan Devon menatap ngeri alat yang dengan hati-hati dibawanya jatuh hingga terlepas beberapa bagiannya. Dia bahkan tak ingat mengaduh meratapi bokongnya yang ngilu gara-gara jatuh ditabrak perempuan itu.

Perempuan itu mengalihkan perhatian sejenak dari siku dan lututnya yang terluka. Dia pun ikut terdiam melihat akibat dari ketidak hati-hatiannya. Kemudian ekspresinya lebih terkejut lagi saat menyadari siapa yang dia tabrak. Sama terkejutnya seperti Devon saat melihat perempuan itu. Tatapan Devon tak lepas dari perempuan yang telah membuatnya sial itu. Benarkah dia....

I STILL HEART YOU (STILL) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang