Kamu itu misterius banget, bikin aku tambah sayang.
-WIR-
Bugh!
Suara pukulan yang membuat telinga ngilu menghiasi lapangan yang sudah ramai dikerumuni siswa-siswi yang asik menonton perkelahian.
"Ghea, Ghea! Cepetan ikut gua ke lapangan, kak Dafran sama kak Rian berantem Ghe!" Arsa panik sendiri.
Yang diajak bicara malah mengangkat sebelah alisnya "Hubungannya sama gua apa?"
Arsa mendengus sebal "Yaelah, lo liat dulu gitu kek, Ayolah cepetan"
"Orang berantem kok ditontonin, ada ilmunya apa?" Tanya Ghea santai, tapi judes.
Dengan gerakan cepat, Arsa menarik lengan Ghea tidak sabaran. "Lo tu kebanyakan ngomel tau gak?" Arsa sebal sendiri.
"Ngga"
"Sabodo amat lah"
Ghea dan Arsa segera menuju kearah lapangan yang sekarang sudah seperti panggung konser Exo.
Kedua gadis tersebut masuk kedalam kerumunan siswa-siswi hingga berdiri di bagian paling depan, tepat di depan Dafran dan Rian yang sedang berkelahi.
Seketika, jantung Ghea berhenti berdetak, kemudian berkerja dua kali lebih cepat setelah melihat pemandangan sadis tepat di depan matanya.
Disana, Dafran menonjok keras rahang Rian yang sekarang sudah terbujur kaku diatas lapangan dengan wajah lebam dan juga darah segar mengalir di hidungnya. kaki Dafran menendang perut Rian, hingga Rian terbatuk keras. Sudut bibir mereka berdua sudah mengeluarkan darah akibat sedikit robek, bisa ditebak karena tonjokan maut.
Rian mengeraskan rahangnya, giginya berglemetuk dan matanya menunjukan sorot amarah pada Dafran.
"Lo tuh hobinya ngacauin hidup orang ya? Belum puas selama ini nyari masalah sama gua? Mau lo tuh apa sih Yan?" Kilat amarah terpancar jelas dari mata Dafran, mata tajam nya yang terkadang menjadi hangat dan teduh, terkadang juga menjadi mata yang selalu ditakuti banyak orang.
"Hah? Seharusnya gua yang nanya ke lo. Berani banget lo ngejelekin gua di depan mama dan papa, lo yang nyadar!" Ketus Rian sambil meringis kesakitan.
"Emang dari dulu lo tuh ga pernah di anggep di keluarga gua, setelah apa yang lo lakuin itu cuma nyakitin mama, ngebantah semua omongan mereka. Lo tuh pembangkang tau gak? Saat mama kritis dirumah sakit, yang lo lakuin itu apa? Clubbing ga jelas, bawa anak orang ke hottel, dan akhirnya lo malu sendiri kan masuk penjara! Ngapain lo masih hidup? Seharusnya ga pantes lagi buat lo nginjek tanah di dunia ini, lo tuh ga pernah becus jadi orang! Yang lo lakuin cuma dosa, dosa, dan dosa. Apa lo pernah ibadah? Hah? Nyebut nama Tuhan aja lo jarang! Boro-boro ngebaca Al-qur'an. Dan sekarang? Saat mama udah meninggal, apa lo perduli? Apa pernah lo ziarah ke makam nya? Lo tau tempatnya aja engga Yan. Miris banget emang hidup lo tuh. Ga pernah diinginkan banyak orang! Mati aja lo Yan!" Kepalan tangan Dafran mendarat mulus di pipi Rian secara berulang-ulang.
Dengan segala upaya nya, Rian mencoba untuk berbicara "Aib orang disebar-sebar. Ga takut dosa apa lo?" Tawa meremehkan keluar dari mulutnya.
"Dan gua pun ga yakin kalo lo ga takit dosa atas perbuatan brengsek lo selama ini! Buat apa lo sekolah kalo ujung-ujungnya jadi orang yang punya jiwa iblis? Dimana lagi hati lo? Setan semua tau gak tubuh lo itu! Otak lo itu udah tercemar sama hal-hal buruk. Gua sendiri heran sama lo! Dimana rasa malu lo itu? Mau taro dimana lagi muka lo? Dasar SETAN!!" Dafran menggeret Rian, kemudian membanting tubuhnya keras-keras hingga terdengar suara retakan yang membuat siapapun mendengarnya akan merasakan ngilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANATHEMA
Teen FictionGhea suka coklat, tapi lebih suka lagi sama Dafran. -Anathema