u-9

971 190 7
                                    

"Foto di sebelah sini oke juga." Ervin menyuruh Athifa untuk berdiri di depan kameranya dalam jarak 5 meter. Athifa menurut lalu tersenyum pada kamera. Baru saja Ervin ingin memencet tombol pada kamera, matanya terfokus pada wajah Athifa.

Kedua sudut bibirnya naik perlahan. Barulah setelah sadar, Ervin memotret Athifa.

"Fa, serius nih, lo gak mau pikir-pikir dulu?" tanya Ervin tiba-tiba, membuat Athifa mengerutkan dahinya.

"Pikir-pikir apa?" tanya Athifa lalu mengambil kamera dari tangan Ervin untuk melihat-lihat hasil jepretan Ervin.

"Jadi pacar gue."

Tanpa basa-basi Ervin mengatakan keinginannya. Lalu laki-laki itu memilih untuk menatap sepatunya. Mendadak sepatunya menjadi tampak menarik setelah ia berbicara seperti itu.

"Gak tau ah. Gue gak mau mikirin!"

Ervin menghela napas panjang. Yang ia duga pun terjadi.

"Udahlah, Fa. Kenapa kita jadi saling tertahan? Gue udah terlalu lelah untuk menahan lagi. Apa mungkin lo menganggap gue bercanda? Come on, Fa, you know me. Lo tau kapan gue bercanda dan kapan gue serius. Dan yang berhubungan dengan lo, gue selalu serius. Apalagi dengan perasaan gue ke lo. Yang gue butuhkan hanya sebuah kepastian, Fa, sebuah pengakuan aja. Lo—"

"Cukup." Athifa memotong ucapan Ervin. "Gak ada yang tertahan. Gak ada sebuah pengakuan karena nyatanya memang gak ada, bukan? Lo bisa urus perasaan lo sendiri, Vin. Jangan libatkan gue."

"Gue tau, Athifa. Gue tau saat lo berbohong. But still, I can not help myself to love you. Even more than before."

Athifa menggelengkan kepalanya pelan, seolah berusaha menghilangkan perbincangan yang membuatnya tidak nyaman itu.

Di samping itu, Ervin mengumpat dalam hati. Lagi-lagi gagal untuk meyakinkan hati seorang Athifa.

unrequited.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang