"Kamu jahat! Aku benci."
"Aku nggak bermaksud begitu. Maaf," timpal gadis kecil di kursi roda. Dikayuhnya kursi itu mendekat, menghampiri gadis lain di depannya.
"Stop! Aku nggak mau kamu dekat-dekat. Kamu itu menjijikkan. Penyakitan. Kamu merebut Papa dan Mama. Kamu menjijikkan!"
Anak itu bergerak mundur. Kakinya yang mungil mulai terasa dingin begitu menyentuh bibir kolam renang.
"Maafin aku! Ayo kita main lagi, aku nggak mau sendirian."
Anak di kursi roda itu mulai menangis. Sekali lagi ia mengayuh kursinya maju. Sedang anak di depannya terus mundur menghindar.
"Aku bilang ja--"
BYUR.
"GISHA!!!"
Air mata gadis mungil itu mulai merebak. Anak yang jatuh ke kolam nampak terengah-engah. Tangannya tampak putus asa menggapai angin. Kepalanya sesekali keluar, kadang terlihat wajahnya seperti sedang bertemu dengan kematian. Gadis di kursi roda terus menangis, meneriaki nama anak itu tanpa henti, sampai akhirnya tak ada gerakan dalam kolam. Gadis mungil itu mengambang.
Pada saat yang sama, samar-samar terlihat senyum ganjil yang memuakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Imperfect
Teen FictionGisha muak dengan Raisha, kakak kembarnya yang perfeksionis dan angkuh. Selalu juara olimpiade, populer, disegani banyak orang, disayangi Mama Papa, Gisha butuh itu semua! Apalagi Niko, ketua OSIS yang begitu ditaksirnya juga menaruh hati pada Raish...