Langkah Gisha menggema di ruang tamu. Kakinya yang berat ia paksakan menuju meja makan, sesekali nampak mulutnya yang menguap lebar. Tidak ada apa-apa, hanya barisan roti tawar di meja yang menggugah semangatnya pagi itu.
Dilahapnya roti tanpa selai dengan rakus. Bukan karena ia menyukai hal yang hambar-hambar. Hanya saja tangannya memang terlalu malas bahkan untuk sekadar mengoles selai. Tampak remahan makanannya berjatuhan mengotori seragam putih abunya yang kucal.
"Lho?"
Mata bulat Gisha menyipit, tampang detektif dadakannya kembali muncul. Dengan satu suapan akhir, ia meneguk sereal cokelat sampai tandas. Dipandanginya tabung kecil di seberang meja. Dari jauh, ia memandang sangsi. Benda itu nampak familiar, namun di saat bersamaan juga terasa asing. Gisha mendekat, tangannya yang gemetar segera meraih tabung kaca itu.
"Demi Neptunus! Berapa banyak jenis obat yang Raisha punya?"
Tangan Gisha berubah dingin. Cepat-cepat ia masukkan botol berisi butiran pil itu dalam tasnya. Tanpa sadar, sepasang mata mengintainya dari jauh.
"Lo udah mati belum sih, Sya? Buka pintu aja lama banget!"
Gisha gelagapan. Bungkusan mencurigakan berisi bubuk putih itu hilang entah ke mana. "Dia pasti nyariin obat laknat itu! Sial, sial!"
KLIK.
Pintu terbuka. Raisha terpana beberapa detik saat menemukan adik kembarnya sedang dalam posisi kayang menghadap kolong tempat tidur. Gisha yang terkejut dengan cepat merobohkan diri, membuat sebagian tulang pinggangnya kram mendadak.
"Ngapain sih, lo?"
Seraya meringis, Gisha tertawa renyah. "Jurus karate baru, Ra. Lo harus cobain sensasinya!"
Yang diajak bicara hanya mendecak malas. Bola matanya ikut berputar beberapa kali.
"Eh, elo yang ngapain tiba-tiba di sini? Ganggu kesejahteraan hidup gue aja, deh!"
Raisha mendelik, tangannya yang ramping ia lipat di depan dada. "Lo pikir gue sudi menginjakkan kaki gue yang sangat suci ini ke kamar lo yang penuh nista?"
Tangan Gisha mengepal kuat, lubang hidungnya yang kecil tampak kembang-kempis penuh emosi. "Kayaknya gue harus buat jurus kompilasi baru antara kayang, salto dan sikap lilin, deh. Lama-lama lo memuakkan banget, tau nggak?"
"Cih." Raisha memandang remeh. "Kalau bukan karena Mama, gue juga males berurusan sama kriminal culas kayak lo."
"Mama?"
Raisha tersenyum gamang. "Minggu depan Mama bakal bawa lo ke Singapura."
"Hah?" Gisha membulatkan matanya lebar-lebar. "Vacation? Holiday? Liburan? Serius lo, Ra?"
"Serius. But not that serious."
Raisha membalikkan badannya. Rambutnya yang terurai panjang terkibas seketika. Sebelum tenggelam di balik pintu, tampak senyum ganjil tersungging.
"Selamat liburan ke tempat psikiater, Silly!"
"HAH?!"
Berbeda dengan pagi tadi, kini langkah Gisha tampak tergesa. Beberapa kali kepalanya menghadap kanan-kiri bergantian, takut-takut ada oknum jahat yang memergoki aksinya--padahal satu-satunya yang bertindak kriminal saat ini hanya ia seorang. Obat yang sedari pagi dibawanya dalam tas kini berada dalam genggaman, berniat memasukkannya diam-diam ke tas sang empunya.
"Gisha?"
"Brengsek, ada tengkorak idup!"
Cewek itu terlonjak begitu sosok Niko muncul tiba-tiba di balik manekin tengkorak yang biasa digunakan saat praktik biologi.
"Apa banget sih lo, Sya? Ngendap-ngendap gitu kayak mau maling onta."
Gisha sekuat tenaga menepuk lengan Niko. "Elo yang apa banget, Nik! Jalan-jalan di koridor angker sambil nyeret tengkorak manusia. Horor, tau!"
"Biasa, bersih-bersih lab. Gara-gara ruangannya dipake lo kemaren, butiran daki lo menyebar ke penjuru ruangan, tau nggak?" sungut Niko sebal seraya mengibaskan lap kotor di depan wajah Gisha.
Cewek itu sesaat terbatuk-batuk sekarat. Tangannya yang mengepal bersiap-siap melayangkan jurus andalannya. Tiba-tiba tatapan Niko berubah, rautnya yang jahil kini memandang Gisha ragu.
"Sya, lo abis minum obat?"
"Hah?"
Gisha dengan cepat menatap tangannya yang masih mengepal kuat, lengkap dengan tabung kaca yang masih terhimpit di dalamnya.
Ups!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Imperfect
Teen FictionGisha muak dengan Raisha, kakak kembarnya yang perfeksionis dan angkuh. Selalu juara olimpiade, populer, disegani banyak orang, disayangi Mama Papa, Gisha butuh itu semua! Apalagi Niko, ketua OSIS yang begitu ditaksirnya juga menaruh hati pada Raish...