Audi's
Rem. Gas. Rem. Gas.
Begitu terus sampai kakiku pegal sendiri. Sudah satu jam berkendara, baru setengah perjalanan yang kutempuh dari Cibubur menuju Kebagusan. Tadi pagi, setelah menyiapkan sarapan buat Gema, aku menyibukkan diri dengan membereskan kamar kami. Gema juga agak buru-buru pagi ini. Setelah menghabiskan sarapannya, dia mencariku ke kamar untuk pamit--ritual kami biasanya aku akan mencium punggung tangan Gema dan Gema akan balas mencium keningku--setelah itu dia langsung berangkat ke kantor.
Biarpun punya pekerjaan yang supersibuk, aku selalu menyempatkan membuat sarapan untuk Gema, walau hanya telur orak-arik mentega atau nasi goreng pakai bumbu instan. Gema memang agak pemilih soal makanan, tapi dia selalu menelan apapun masakan istri tercintanya. Itu yang membuatku bersyukur punya suami seperti Gema. Kami mengerti kalau kami sama-sama punya pekerjaan yang lumayan menyita waktu dan menguras tenaga. Gema masih menoleransi lembur tiga kali seminggu, aku pun membiarkan Gema memiliki usaha sampingan.
Gema itu anaknya kreatif. Dia penggemar otomotif, spesialisasi mobil. Kalau disuruh milih beli jam tangan atau pelek mobil, Gema hanya akan tertawa kecil, lalu berkata, "Ya, pelek mobil lah!". Dia secinta itu dengan Betty--mobilnya yang dibeli sendiri dari hasil usaha jual-beli pelek mobil. Semuanya berangkat dari hobi Gema, sejak SMA dia mulai merintis usaha ini sampai akhirnya sekarang dia punya garasi pribadi yang dipakai untuk memajang koleksi-koleksi peleknya. Lokasinya nggak jauh dari rumah Bunda, mertuaku. Hampir setiap akhir pekan dan kadang sepulang kerja Gema akan mampir ke sana. Terutama kalau ada customer spesial yang berniat melihat langsung kondisi pelek.
Speaking of "pelek mobil", that's just how we met. Sabtu siang, bermandikan pancuran terik matahari, di tribun sirkuit Sentul, tujuh tahun yang lalu.
I wasn't prepared for anything. Rambut dikucir bulat tinggi-tinggi, tanktop hitam, kardigan putih, dan celana pendek. Seingatku, penampilanku waktu itu nggak jauh beda deh dengan bayi Panda yang belum mandi--well, aku juga belum pernah lihat, sih, bayi Panda yang belum mandi itu bentuknya seperti apa. Gimana nggak seadanya, Rani--teman mainku sejak kecil--langsung menodongku untuk menemaninya dan Rizky--pacar Rani--untuk menonton acara balap mobil. Berhubung Rani nggak terlalu suka dengan acara-acara semacam itu, dia memang suka mencari tumbal. Kebetulan aku kepalang janji mau main dengannya akhir pekan itu. Niat awal yang hanya leyeh-leyeh di kamar Rani langsung berubah total dan berakhir dengan terpanggang di bawah sinar matahari, ditemani aroma hasil pembakaran mesin mobil, dilatarbelakangi deruman-deruman kencang knalpot, decitan-decitan melengking, dan sorak sorai penonton melihat acara balap yang sejujurnya kalau bukan karena Rani mungkin aku nggak akan pernah berinisiatif datang ke sini.
Then, God brought him to me. Setelah acara balapan itu selesai--dan terima kasih, Ya Tuhan, karena kulitku hampir sepekat tinta cumi kalau dipaksa berada di sana satu atau dua jam lebih lama, Rizky menemui temannya yang adalah salah satu peserta balap dan berhasil menyabet peringkat kedua. Yap, orang itu Gema. Kita jabat tangan, saling sebut nama, lalu Rizky bilang temannya itu memang lagi niat jual pelek. Kebetulan waktu di perjalanan menuju ke acara balap aku sempat cerita kalau aku mau memberikan kado pelek untuk Papaku.
Singkat cerita, perkenalan kami berlanjut menjadi saling kirim pesan singkat. Gema mengundangku ke garasinya, lalu dia mengantarku sampai ke rumah. Rutinitas kirim pesan yang semula hanya sesekali menjadi sering kali. Lima bulan kemudian, aku dan Gema sama-sama optimis untuk menjalin hubungan pribadi. Lima tahun setelah pertemuan itu, kami bertunangan, lalu menikah.
Hidup kadang memang suka bercanda. Aku nggak pernah menyangka akan bertemu jodoh di acara balapan dan kalau Rani nggak mengajakku Sabtu itu, mungkin aku akan lebih tertarik memiliki suami seorang dokter ketimbang mantan pembalap yang sekarang banting kemudi jadi PNS. Aku pernah bertanya kepada Gema, apa kesan pertamanya melihatku di acara balap waktu itu. The answer was beyond expectations, surprisingly.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bridesmaids Tale #3: Bed of Lies
RomanceAudi's: Lelaki itu nggak ada yang bisa seratus persen dipercaya, bahkan ketika dia adalah suami lo sendiri. Gema's: Sealim-alimnya pria, pasti ada khilafnya. Bukan nggak sayang, cuma godaan. Meet Audi, pengacara supersibuk yang akan memperjuangkan...