Entah dimana Aya meletakan dompet mungilnya itu. Dia sudah mencari di setiap sudut kamarnya namun tak ditemukannya juga. Seingatnya ia menyimpan di dalam tas sekolahnya. Dan kemarin adalah terakhir kalinya dia melihat dompet itu, tepatnya di jam istirahat.
Dimana dia menyimpannya? Kenapa Aya jadi pelupa sekarang?
Apa dia menjatuhkannya? Pikir Aya. Atau ada yang mencurinya? Jika pikirannya benar, itu bahaya. Bukan uang yang Aya khawatirkan, lagipula di dalam dompet Aya tidak ada uang sepeser pun. Yang ia takuti adalah kartu identitasnya. Bagaimana jika ada orang jahat yang menyamar menggunakan namanya? Itu tidak boleh terjadi.
Tapi jika dipikirkan kembali, kalau memang benar dompetnya dicuri, si pencuri hanya akan mengambil uangnya saja. Untuk apa mereka mengambil kartu identitas Aya? Bahkan, mungkin si pencuri tidak mengenal Aya.
Ah.. pikiran Aya konyol sekali. Siapa juga yang akan menggunakan identitasnya? Jika memang Aya menjatuhkan dompetnya, dan ada yang menemukannya adalah orang baik. Maka ia akan mengembalikan dompet miliknya. Tapi apa ada orang seperti itu di zaman sekarang? Pikir Aya.
Jika Aya terus mencari dompetnya yang hilang, dia akan terlambat berangkat sekolah. Lihat jam sudah menunjukan pukul 06.45. Lima belas menit lagi jam pelajaran pertama akan dimulai.
Dengan langkah cepat Aya keluar dari kamarnya dan menuruni tangga. Tak ada waktu untuk sarapan.
"Aya kamu gak sarapan dulu?" Suara Linda tak menghentikan langkah Aya.
Tanpa menoleh atau hanya menyapa Aya tetap melanjutkan langkahnya.
Linda yang melihat kelakuan anaknya hanya bisa menghela nafas. Aya memang selalu bersikap seperti itu padanya dan Reno yang notabennya adalah suaminya dan Ayah Aya. Tapi Linda tak memusingkan masalah itu.
Dia adalah seorang perancang busana yang cukup terkenal di negeri sendiri dan negeri negeri tetangga. Linda tak ada waktu untuk memusingkan masalah yang ada di rumah, bahkan dia tidur di rumah saja jarang kerena tuntutan pekerjaan.
Menurut Linda semua kesibukannya ini adalah untuk anaknya, Aya. Lagi pula Aya tidak pernah kekurangan apapun. Uang selalu ia kirim pada Aya setiap bulannya. Fasilitasnya juga ia penuhi untuk Aya.
Sambil melahap sarapannya Linda kembali sibuk dengan tabletnya. Menuruskan pekerjaan yang tertunda.
***
Lima menit lagi jam pelajaran pertama akan dimulai. Dan sialnya lagi Aya terjabak ditengah kemacetan dengan senandung klakson bersautan.
"Pak emang gak ada jalan tikus apa?" Tanya Aya pada Budi supir pribadi Aya.
"Ada sih non, itu... belokan depan, itu jalannya. Deket non tinggal lurus trus belok dibelokan pertama trus keluar di jalan raya depan sekolah non Aya. Tapi ini mobil didepan aja gak gerak gerak non." Oceh pak Budi panjang sambil menunjukan belokan yang jaraknya beberapa meter di depan mobil Aya.
Dengan gerakan cepat Aya membuka pintu mobil dan berlari munuju jalan yang di maksud pak Budi.
Tak ada waktu untuk menunggu jalanan lenggang. Hanya tinggal 4 menit tersisa, Aya berlari sekencang yang ia bisa.
Pak Budi yang menyadari Aya keluar dari mobil hanya bisa meneriakinya saja. Jika dia ikut mengejar Aya, bagaimana dengan mobil majikannya? Bisa bisa anak istri di kampung tidak makan.
***
Ia baru mengingat jika hari ini adalah hari selasa. Hari di mana jam pelajaran pertama adalah fisika dengan guru yang mengajar adalah bu Ayu. Guru yang terkenal sebagai guru killer di SMA Kemilau Bangsa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya
Teen FictionCahaya Apa yang terlintas dipikiran kalian ketika mendengar kata Cahaya? Apakah itu sesuatu yang bersinar? Atau apakah sesuatu yang menyilaukan mata? Jika kalian berpikir seperti itu kalian memang benar. Tapi Cahaya yang satu ini jauh berbeda deng...