Gema suara buku buku terjatuh memecah keheningan di perpustakaan sepi ini. Sebenarnya apa yang Aya pikirkan sehingga buku buku tebal dan berdebu di tangan Aya itu terjatuh berserakan di lantai.
Ini membuat pekerjaannya bertambah. Tangan Aya bergerak memunguti buku buku yang berada di lantai. Menempatkan pada tempat yang seharusnya.
"Lo gak papa?" Tanya seseorang yang membuat Aya mendongkakkan kepalanya. Matanya bertemu dengan manik mata hitam tajam. Yang dimiliki oleh seorang siswa laki laki yang sudah berjongkok di depan Aya.
Aya tidak tahu jika di perpustakaan ini ada orang selain dirinya. Aya pikir dia sendirian di perpustakaan ini.
Penjaga perpustakaan yang dari tadi mengawasinya sedang keluar mengerusu urusan yang Aya tidak ketahui. Entah urusan apa yang membuat si penjaga perpustakaan tidak kunjubg kembali. Lagipula untuk apa Aya mengetahui urusan penjaga perpustakaan itu bukan urusannya.
"Kirain gue di sini gak ada orang" ucap siswa laki laki itu yang tak lain adalah Gavin.
Ya, siswa laki laki itu Gavin. Gavin kan memang sedang berada di perpustakaan. Gavin ikut memunguti buku buku yang dijatuhkan Aya.
Manis. Hati Gavin bicara, saat Gavin mengintip Aya dari balik bulu mata tebalya, sedangkan tangannya berkerja membantu membereskan buku buku yang terjatuh. Gavin masih saja memperhatikan Wajah mungil Aya, wajah Aya terasa tak asing diingatan Gavin.
Gavin tidak menyadari Aya sudah yang beranjak membereskan buku buku di rak rak lain. Dia terlalu asyik melamun.
Apa dia penjaga perpustakaan baru ya? Hati Gavin bertanya. Jika memang benar dia akan menjadikan perpustakaan jadi tempat favoritnya. Ah kadang jiwa playboy nya masih muncul jika di depan matanya ada gadis manis seperti Aya.
Rajin sekali dia membereskan buku buku di perpustakaan ini. Pikir Gavin.
Buku? Oh Tuhan Gavin melupakan sesuatu. Dia harus membawa buku paket biologi ke kelasnya. Dan sekarang Gavin harus apa?
Apa dia meminta bantuan pada cewek itu saja? Pikir Gavin.
Ah, itu bukan Gavin.Gavin tidak pernah meminta tolong pada perempuan, itu janji Gavin. Itu memalukan munurut Gavin. Dia adalah seorang laki laki. Dia tidak boleh lemah.
Tapi ini darurat dia harus cepat. Jika bu Fatma berpikir bahwa dirinya membolos, itu sangat bahaya. Apa lagi jika sudah melaporkannya pada Ayahnya. Tak ada pilihan. Dia harus mencoba dulu, setidaknya itu lebih baik.
Dengan ragu Gavin menghampiri Aya."Hmm..Lo bisa bantu gue gak?" Tanya Gavin ragu.
Ini bukan gue banget njirr!!.. jerit Gavin dalam hati. Ini benar benar memalukan untuk seorang badboy sepertinya.Aya mendelik sambil sedikit mendongkak menatap Gavin. Jangan salahkan badannya yang mungil itu, salahkan badan Gavin yang terlalu tinggi dan mengharuskan Aya mendongkak.
"Gue sibuk" jawab Aya sinis. Siapa dia meminta bantuan pada Aya. Kenal saja tidak. Pikir Aya. Aya berlalu meninggalkan Gavin yang masih mematung menatapnya.
Gavin tak menyangka bahwa gadis manis seperti Aya mempunyai sifat sinis dan dingin seperti itu. Apalagi delikkan tajamnya itu. Oh Tuhan sekarang Gavin benar benar frustasi. Apakah ia harus memohon? Tidak. Itu akan merendahkan harga dirinya yang tinggi. Seorang Gavin tidak akan pernah melakukannya. Dia sudah melanggar janjinya sendiri.
Dika. Ya, lebih baik dia hubungi Dika untuk membantunya.
***
Kantin adalah tempat favorit para murid di sekolah ini. Namun hari ini kantin nampak sepi, tidak seperti biasanya yang selalu padat dan berisik. Entah kamana para murid sekolahnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya
Teen FictionCahaya Apa yang terlintas dipikiran kalian ketika mendengar kata Cahaya? Apakah itu sesuatu yang bersinar? Atau apakah sesuatu yang menyilaukan mata? Jika kalian berpikir seperti itu kalian memang benar. Tapi Cahaya yang satu ini jauh berbeda deng...