Dulu aku tidak pernah suka berhubungan dengan wanita lebih dari sebulan. Menurutku, mereka akan menjadi menyebalkan setelah sebulan kami pacaran. Mereka akan lebih protektif dan menjadi seperti anjing penjaga ketika ada wanita lain di sekitarku, dan itu benar-benar memuakkan. Bagaimanapun, seharusnya mereka sadar bahwa aku ini lelaki. Wajar kan kalau lelaki melirik wanita yang cantik? Kalau aku melirik ke arah cowok lain, barulah mereka bisa bersikap protektif.
Tapi ketika aku bilang ‘dulu’, sudah pasti sebelum adanya wanita bernama Ufi Andhita. Kalian pasti mengenalnya kan? Menurutku, dari segi penampilan, tidak ada yang istimewa darinya. Dia hanya seperti wanita cantik yang lain, dengan tampilan anggun dan juga menarik. Tapi ada yang berbeda dari pribadinya, hingga aku bisa bertahan selama setahun lebih dengannya.
Dia bukan wanita yang membuatku menunggu berjam-jam di depan salon, dia juga bukan wanita yang membawaku berkeliling mall seharian hanya untuk shopping. Dia berbeda. Aku sudah merasakannya ketika pertama mengenalnya, hingga akhirnya bisa menjadi sahabatnya. Mungkin kalian sedikit bingung, kalau begitu akan kuceritakan runtut kejadiannya.
Aku tidak perlu menceritakan bagaimana awalnya kami bisa saling mengenal, kalian harusnya sudah tahu. Awalnya, aku berniat mendekatinya atau salah satu dari sahabat-sahabatnya. Tapi ternyata, kami malah bisa menjadi sahabat baik. Ufi adalah wanita pengertian yang mengerti bagaimana harus bersikap, dan kapan harus bicara. Aku merasa nyaman bersama wanita itu, hingga menjadi sahabat baiknya.
Mungkin kalian tidak asing dengan istilah sahabat jadi cinta, yeah mainstream sekali memang. Tapi itulah yang aku rasakan pada wanita itu, sampai meminta-nya untuk menjadi kekasihku. Tidak semudah itu, kalian tau. Aku harus menunggu hingga satu setengah tahun, sampai dia mau menerimaku.
Coba kalian bayangkan, seorang Musi Damarta harus menunggu seorang wanita hingga satu setengah tahun? Seluruh fans-ku pasti akan tertawa ketika mengetahui itu. Tapi demi Ufi Andhita, aku benar-benar menunggu dan meyakinkannya. Seriously, aku benar-benar tidak pernah melirik wanita lain ketika bersamanya. Ufi Andhita memang wanita yang sangat berbeda.Cerita sampai disaat dia menerima perasaanku, lebih tepatnya dia bersedia menjadi kekasihku. How a beautiful life! So colorful, and… bagaimana aku bisa mendeskripsikannya? Ah pokoknya aku bahagia sekali saat itu. Bayangkan saja bagaimana rasanya ketika kau mendapat hadiah setelah menunggu sekian lama.
Tapi entah hanya perasaanku saja, atau memang ada hal ganjil disini. Ufi yang dewasa, bisa berubah menjadi sangat ganas ketika bertengkar dengan Ahmad. Hei, aku jelas cemburu karena itu. Aku merasa Ufi lebih menjadi dirinya sendiri ketika bersama Ahmad! Padahal mereka baru kenal, lalu bagaimana lelaki sialan itu bisa membuat Ufi menjadi dirinya sendiri?
Anggaplah itu karma-ku, karena aku baru tau ternyata Ahmad adalah mantan Ufi. Mantan pacar, aku ingin tertawa kencang untuk hal itu. Bagaimana aku bisa buta dengan tidak melihat semua itu? Biarpun aku sudah mendapatkan Ufi, aku tau hatinya bukan untukku. Tapi untuk cowok sialan itu! Karma? Aku ingin tertawa kencang jika berfikir karma seperti ini yang harus aku dapat.
Seharusnya aku bersikap egois dengan mempertahankan Ufi, dan membuatnya segera melupakan Ahmad. Lalu hidup bahagia denganku selamanya. Tapi ini bukan dongeng, perasaan juga tidak bisa diatur semudah itu. Aku tau aku yang harus mengalah kali ini, untuk kebahagiaan Ufi. Aku harus melepas wanita yang kuharapkan menjadi pelabuhan terakhirku untuk bersama dengan lelaki lain.
Memutuskan Ufi dengan alasan lebih nyaman bersama sebagai sahabat, aku berusaha terlihat bisa melupakannya. Tapi siapa yang akan aku bodohi? Aku bahkan hampir tidak bisa berdiri tegak sekarang, ketika melihat kedua manusia itu berciuman di depanku. Sakit, tentu saja. Tapi ada kelegaan ketika melihat senyum Ufi terkembang sempurna di wajah cantiknya itu, karena aku tau bahwa pengorbananku bisa membuatnya bahagia sekarang. Aku membalikan badanku, tidak ingin menatap pemandangan menyakitkan itu.
“Aduh! Hati-hati dong kamu!” sungutan wanita didepanku membuatku segera sadar dan mengulurkan tanganku padanya. Akibat berbalik secara mendadak, aku menabrak seorang wanita hingga dia jatuh terduduk di lantai.
“Sorry, gue nggak sengaja” Ujarku singkat. Wanita tadi menatap tanganku, namun memilih berdiri tanpa menyambut uluran tanganku. Baru ketika dia berdiri, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah wanita itu. Dia, apa terlalu lebay kalau aku bilang aku sedang berhadapan dengan bidadari? Tidak, dia bahkan lebih indah dari seorang bidadari.
Kerudung putih yang ia kenakan, membentuk wajah lonjongnya dengan sempurna. Pipinya yang agak chubby berhias lesung pipit yang tampak cute dipipi-nya, dan bibirnya yang tipis mengerucut sempurna menambah kesan lucu diwajahnya itu. Pakaian muslim yang tidak terlalu membentuk tubuhnya itu membuatnya kelihatan sangat anggun dan menarik.
Seumur hidup, aku tidak pernah bertemu dengan wanita se-cantik ini. Bahkan reaksiku kali ini – bibir terbuka sedikit, mata memandang tanpa berkedip, dan badan membatu – adalah pertama kalinya kuberikan ketika menatap wajah seorang wanita pertama kali.
TOK!
Aduh. “Lihat apa kamu? Astaga, anak kecil sudah berani menatap seperti itu! Dasar anak muda jaman sekarang, tidak pernah tahu aturan.” Setelah memukul kepalaku dengan tas tangannya yang mini namun ternyata cukup keras, dia mulai mengomel yang membuatku hanya bisa melongo.
Dia menyebutku apa? Anak kecil? Bahkan tanpa ditanyapun, wajahnya sudah menampakkan umur dari gadis ini. Mungkin 20 tahunan, lalu bagaimana dia bisa menyebutku anak kecil ketika umurku sudah 23 tahun? “Sory, tapi gue udah 23 tahun” reaksi paling tolol yang kuberikan dengan wajah sepolos mungkin.
Wanita itu menatapku sedetik, kemudian mendengus “Aku juga sudah menduga umurmu 23 tahun, lalu kenapa? Bagi wanita berusia 27 tahun, umur kamu itu memang masih umur anak kecil tahu?”
“Wanita usia 27 tahun? Siapa?” Kini aku benar-benar tidak mengerti dengan kata-kata gadis didepanku ini, apakah dia benar-benar bidadari yang punya bahasa yang berbeda denganku? Ataukah otakku yang melambat karena terlalu terpesona pada kecantikannya?
Tok!
Dia memukul kepalaku lagi, lebih keras kali ini. Karena terdengar cukup keras di telingaku. Gadis macam apa dia? Bisa-bisanya melakukan itu pada lelaki sepertiku. “Aku, tentu saja. Siapa lagi?!”
Apa? Gadis, maksudku wanita, itu bilang apa? Dia berusia 27 tahun?
~!@#$%^&*()_+
Haiiii, aku datang membawa cerita abal baru^^
Ada yang inget Damar gak? Inget kan? Inget dong?
Nah aku mutusin buat project tentang dia, karenaaaa aku akhir-akhir ini lagi gak sibuk XD
Aku tau se-abal apa cerita ini, Haha.. Tapi aku emang paling susah buat bikin awal cerita~
Kalau suka silahkan dibaca, silahkan tinggalin jejak. Kalau nggak suka, silahkan pindah lapak ^^
-LAF-
KAMU SEDANG MEMBACA
Love 3 : THE TRUE LOVE?
Teen FictionCopyright © 2014 by luthfia_AF WARNING : CERITA BELUM DIREVISI SAMA SEKALI, KESALAHAN DALAM PENULISAN DAN INFORMASI YANG TERMUAT DI DALAMNYA DIBIARKAN APA ADANYA. TERIMAKASIH UNTUK PENGERTIANNYA. (Kalau bisa baca 'You can't live without love?' dan '...