cerita keenam

43 3 1
                                        

Sudahlah, yang kemarin tinggalkan saja kalau hanya membuat sakit hati. Karena esok atau lusa, kamu akan disambut hari yang lebih baik. Asalkan kamu bisa move on secepat mungkin.
***

Tapi Tetep ajalah, putri gak bakal ngelupain hari kemarin. Hari dimana dia mengetahui sebuah fakta besar kalau yang tawuran itu adalah suporter dari sekolah Pinus dan sekolah Cemara.

Sekarang, bedasarkan fakta yang ada, perasaan putri begitu campur aduk. Yang pertama, sudah pasti ia sangat kesal kepada suporter sekolahnya sendiri yang terbukti ngebacok supporter lawan sampai mau mati.

Yang kedua, haduh, kenapa jadi serumit ini? Padahal awal mula dari semua ini hanyalah kesetujuan putri untuk ikut menonton pertandingan futsal sekolahnya. Sesuatu hal yang tidak pernah ia suka dari dulu. Karena baginya, lebih baik tengkurep di kasur sambil baca buku novel deh.

Banyak pertanyaan-pertanyaan Putri yang tiba-tiba muncul setelah kejadian kemarin. Tapi tak ada satupun yang terjawab. Seperti, apakah kak tari kenal sama orang yang telah menamparnya di rumah sakit? Apakah hubungan antara kak tari dengan orang tersebut? Apakah mereka berdua musuhan? Apakah dia ataupun kak tari punya hubungan dengan tawuran kemarin? Ah tak satupun yang kak tari jawab dengan jelas. Ia menjawab dengan jawaban yang ambigu. Tidak bisa langsung dipahami oleh putri.

Sore kemarin, saat semua sudah sampai di mobil, kak tari terus diam di kursi belakang. Mobil pun melaju meninggalkan rumah sakit. Putri yang duduk disampingnya terus menatapnya dengan perasaan bingung. Tatapan kak tari terlihat tajam. Menusuk tapi tidak bersuara. Air muka dan tatapannya seolah berkata kalau dia sedang dendam kesumat.

Putri memegang tangan kak tari, "Kak.. Kakak gapapa?"

Mungkin itu membuat kak tari kaget. Refleks, ia langsung tersenyum dan menoleh kearah Putri, "Eh, enggak kok gapapa. Ada apa emangnya, Put?"

Putri menatap air muka Kak Tari yang sudah berubah normal itu. Iapun membalas dengan ramah, "Oh baguslah, kak. Soalnya tadi wajah kak Putri beda banget. Kayak kesel sama orang gitu."

"Ohahaha, enggak kok put, aku baik-baik saja." Jawab Kak Tari sembari mengacak-acak rambut Putri.

"Hmm.. Kak Tarii.." Panggil putri lagi, "Maaf aku nanya begini, apa kak Tari kenal sama orang yang tadi? Eh, maksudnya, perempuan tadi yang dirumah sakit?"

Kak Tari menyipitkan matanya tanda berpikir, "Hmm, enggak terlalu, malah bahkan bisa dibilang gak kenal."

"Tapi kayaknya kak tari kenal banget sama orang itu?"

"Enggak kok, Put. Itu perasaan kamu aja. Emang pernah sih ketemu, cuma ya gitu doang." Lantas kak Tari tersenyum.

"Ketemu dimana?" Selidik Putri lagi.

"Festival tahun kemarin. Dia itu supporter yang paling jago banget ngeprovokasi lawan. Bacotnya parah banget, put." Kata Kak Tari, nadanya santai.

"Tapi kayaknya tadi dia gak nonton?"

"Hehe, gak tahu deh, mungkin lagi servis bacotnya itu." Kak Tari jawab asal.

Putri tertawa. Itu celetukan yang lumayan lucu di situasi seperti ini.

"Apakah kak tari punya hubungan sesuatu sama dia?"

"Ada, cuma sebatas supporter, enggak lebih.." Jawab kak Tari seraya tersenyum. Ia mengelus rambut putri, "Udah ya konferensi pers nya, mendingan sekarang kamu tidur. Kamu kelihatan capek sekali hari ini, put."

Ah tuh kan. Sebenarnya putri masih kesal dengan jawaban kak tari itu. Kebukti banget kan kalo kak tari ngehindar. Tapi yaudahlahyaaa, mau gimana lagi, masa iya harus dipaksa jawab dengan jawaban yang sebenar-benarnya. Kan gak sopan, kakak kelas lho itu.

Don't Look BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang