Cerita Kelima.

55 6 0
                                        

Marilah lihat realita yang ada. Bahwasannya rumah sakit memang akan selalu ramai diisi oleh orang-orang yang sakit. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa jagalah diri kita baik-baik dan jangan sampai kita menjadi penghuni rumah sakit yang sudah penuh sesak itu.

Itulah yang sedang terjadi di rumah sakit Sehat Bersama, sebuah rumah sakit umum di daerah kota. Seolah tidak memberi celah sedikitpun untuk semut hitam yang berlari, seluruh lorong di rumah sakit ini penuh oleh pengunjung. Baik keluarga pasien, dokter-dokter, perawat, staf kebersihan sampai partikel lain yang ada di rumah sakit ikut memenuhi setiap lorong bangunan bercat putih itu.

Tak terkecuali juga tempat parkir yang dipenuhi oleh kendaraan kepanasan. Meskipun masih ada beberapa garis parkir yang kosong, tetap saja parkiran ini terlihat ramai.

Dari arah masuk parkiran terlihat mobil Avanza putih melaju dengan tergesa-gesa. Ia mencari garis parkir kosong yang tidak jauh dari pintu masuk. Lalu memarkirkan kendaraan disana.

Lalu dengan tergesa-gesa pula si pengemudi yang ternyata seorang wanita keluar dari mobilnya. Meninggalkan penumpang lain yang masih di dalam. Tanpa basa-basi, ia pun berjalan masuk ke rumah sakit. Penumpang lain yang turun juga langsung mengekor.

"Ika, Tunggu!" Kata salah satu penumpang lain yang mengekor. Mereka sepertinya sebaya, jadi dikatakan bahwa mereka semua berteman.

Salah satu penumpang lain menarik tangannya. "Sstt. Jangan teriak, wajarin aja, maklum kondisinya lagi kayak begini." Kata salah satu teman yang lain. Ada empat orang yang mengekor disana. Semuanya wanita juga.

"Iya, mending kita ikutin aja. Jangan komplain kalo gak mau kena semprot. Udah yuk!" Kata satu lainnya sambil berbisik. Mereka berempat melangkah cepat masuk kerumah sakit. Mengekor si pengemudi yang sudah agak jauh meninggalkan mereka.

Setelah sampai di lobby rumah sakit, mereka melihat perempuan tadi sedang menghampiri meja costumer service. Wajah perempuan itu terlihat sangat panik. Mereka pun langsung mempercepat langkah hingga ke meja costumer service. Sekarang semua sudah berkumpul di depan meja itu. Kondisinya satu orang terlihat panik, empat orang terlihat ngos-ngosan.

"Permisi Sus, mau nanya ruangan pasien." Kata si wanita yang masih terlihat panik.

Suster di meja costumer service menoleh, "Oh iya mbak, siapa nama pasiennya? Bisa dituliskan?"

"Rendy Andrean Winahata. Baru masuk sekitar sejam yang lalu, sus." Kata perempuan yang panik itu sembari menata rambutnya.

Suster langsung menghadap ke komputer yang ada di mejanya. "Baik, sebentar." Kata si suster sembari mengetikan sebuah nama di komputer.

Suster mendelik lagi kearah perempuan tadi. "Sekarang pasien atas nama tersebut  masih di ruang UGD. Kalau Mau kesana silakan tunggu di ruang tunggu UGD, mbak."

"Oke sus, makasih. Dimana ruang UGD?"

"Dari lorong ini lurus aja, ada di sebelah kanan, mbak." Balas suster sambil menunjukan arah dengan tangannya.

"Oke terima kasih banyak sus." Lalu ia langsung pergi lagi kearah yang ditunjukkan oleh suster. Lagi-lagi meninggalkan teman-temannya tanpa peduli sedikitpun. Karena pikirannya saat ini hanyalah, bagaimana ia bisa sampai di ruang UGD untuk mendapatkan informasi yang sejalas-jelasnya.

Langkahnya makin dipercepat. Sampai ia melihat papan bertuliskan unit gawat darurat. Tak jauh dari sana, terdapat ruang tunggu khusus UGD yang juga terlihat beberapa orang yang dikenalnya sedang duduk dengan penuh rasa khawatir.

"Pras!" Kata Wanita itu sambil menghampiri orang yang dimaksud.

Laki-laki itu menoleh ke sumber suara, "Ika.." Refleksnya dengan penuh rasa heran.

Don't Look BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang