Senja Bagian 2

23 1 0
                                    

Kendaraan berseliweran disana sini, suara pekik klakson silih berganti menghardik setiap kendaraan yang melintas di depannya. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari kalau disini macet. Karena jalanan yang sempit ditanbah lagi para pedagang yang menjajakan dagangannya di trotoar jalan.

Steven melangkah pergi menuju sebuah toko boneka. Ia membeli sebuah boneka beruang yang ukutan sedang untuk nanti ia berikan kepada Rina. Sudah lama ia tidak memberikan Rina hadiah. Sebuah boneka beruang terbungkus rapi dalam balutan kertas kado yang siap untuk ia berikan kepada Rina.

Selesai membeli kado, ia pun segera menuju tempat yang telah dijanjikan oleh Rina. Dia tak ingin kalau Rina menunggunya terlalu lama dan nanti Rina malah ngambek. Pernah suatu ketika ketika mereka pergi jalan-jalan namun, Steven terlambat beberapa menit, Rina langsung badmood yang membuat Steven susah untuk membujuknya. Kalau sudah ambekan, Rina paling susah dibujuk. Karena terlalu cinta ya ujung-ujungnya Steven yang mengalah.

Tak lama kemudian ia pun sampai di pantai yang telah di janjikan. Disana sudah ada Rina. Steven khawatir. Ia takut kalau nanti Rina ngambek lagi. Ia pun segera menghampirinya.

"Maaf aku tetlambat" ucapnya sedikit kaku.

"Tidak apa-apa. Duduklah!" balas Rina sembari sedikit tersenyum.

"Tumben kamu nggak ambekkan. Biasanya kalau aku telat kamu laangsung ngambek" ucap Steven sedikit menggoda Rina yang sedari tadi agak cuek atas kedatangannya.

Rina tidak menanggapi kata-kata Steven barusan. Entah mengapa ia begitu peduli dengan handphone  ditangannya ketimbang Steven yang duduk di depannya. Hal itu membuat suasana yang semula dingin jadi bertambah dingin.

"Udah pesan makan? Kalau belum biar aku pesan ya! Kamu maunya apa?" ujar Steven memecah kesunyian.

"Mmm terserah kamu aja deh." balas Rina singkat. Hal itu sebenarnya membuat Steven sedikit jengkel, namun ya bagaimana lagi ia tetap tidak boleh memperlihatkan kejengkelannya itu.

"Kamu itu sebenarnya kenapa sih? Lagi ada masalah ya? Dari tadi kok kamu menjawab pertanyaanku dengan datar saja. Apa iya ada masalah? Kalau iya cerita dong biar bisa aku beri saran." Tiba-tiba Steven berbicara dengan nada agak tinggi meluapkan kekesalannya. Karena tudak biasanya Rina bersikap sedingin ini kepadanya.

"Kamu kok gitu sih sama aku. Tidak biasanya kamu bentak aku seperti ini" balas Rina dengan tatapan sinis.

Melihat itu Steven pun langsung terdiam. Rasa bersalah pun langsung menghantuinya.

"Maaf yang, bukan maksud ku untuk menghardikmu. Tapi ya tolonglah kalau kita sedang ketemuan handphone mu itu tolong dimatikan. Kalau kamu terus-terusan megangin hp mending kita pulang aja dan ngobrol lewat chat saja" ucap Steven menahan kejengkelannya.

"Iya deh iya aku minta maaf" balas Rina datar.

Tak lama kemudian minuman yang mereka pesan pun datang. Dua gelas es kelapa muda di tambah sepiring lengkitang terhidang di depan mereka. Mereka pun langsung mebikmati hidangan yang ada di depan mereka.

"Sudah lama ya kita nggak nikmatin suasana seperti ini. Kalau bukan akunya yang sibuk pasti kamunya yang sibuk. Jadi sedikit sekali waktu kita untuk ketemuan ya" ucap Steven memecah keheningan.

"Ya. Aku pasti merindukan ini" ucap Rina.

Kata-kata Rina barusan membuat dahi Steven sedikit berkerut. Ia tidak tau entah dengan maksud apa Rina mengucapkan kata-kata itu. Apakah mereka ketemuan untuk mengakhiri hubungan mereka. Namun, dengan cepat ia tepis rasa curiganya itu.

"Iya aku juga akan merindukan ini" jawabnya seakan-akan tidak ada rasa curiga sedikitpun.

"Aku selalu ingat pepatah bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bukan begitu?" lanjut Rina.

"Iya, memangnya kenapa?" ucap Steven.

Rina pun terhenti sejenak. Sebuah perasaan bersalah sedikit tepancar dari wajah ayu Rina. Curiga pun kembali menggerogoti benak Steven. Namun ya daripada salah tanggap ia tetap hanya memilih diam.

Setelah agak tenang Rina pun akhirnya mlanjutkan pembicaraan mereka.

"Kamu tau kan Rio sahabatku waktu kecil yang pernah ku ceritakan?"

"Iya, ada apa dengannya?" tanya Steven.

"Sebenarnya aku selama ini jarang ketemuan denganmu karena Rio. Orang tua kami telah menjodohkan kami. Aku tidak bisa menolaknya. Aku jadi jarang ketemuan sama kamu karena aku tidak ingin menyakiti hatinya orang tuaku dan juga Rio". Rina pun terhenti dari ucapannya lantaran air atanya telah membendung di pelupuk matanya. Setelah agak tenang ia pun melanjutkan.

"Aku tidak tau harus berbuat apa lagi. Karena itu aku ingin kita udahan" ucap Rina menahan bendungan air matanya. Kata-kata Rina barusan membuat Steven seakan di sambar petir. Ia benar-benar syok mendengar kata-kata Rina barusan. Ia benar-benar tidak bisa menerima semua ini. Ia pun akhirnya angkat bicara.

"Kamu kok tega sih lakuin ini sama aku. Aku tuh masih cinta sama kamu tapi kenapa kamu tega mutusin aku yank. Aku tak terima loh diginiin" ucapnya sambil sedikit menahan emosi.

"Iya aku tahu..." ucapan Rina terhenti sejenak sembari menahan tangis nya. Setelah agak tenang ia pun melanjutkan.

"Aku tau kalau kamu mencintaiku dan aku mencintaimu. Tapi orang tuaku menjodihkan aku dengan Rio..." belum selesai Rina melanjutkan kata-katanya Steven pun langsung memotong.

"Siapa? Rio? Kamu tau kalau dia itu orang yang tempramental. Sedikit salah langsung di selesaikan dengan kekerasan, apa kamu tidak ingat waktu Rio bermasalah dengan Zikri. Dia hampir merenggut nyawa Zikri hanya karena masalah kecil. Dan juga apa kamu tidak mengingat ketika Ratih ia pukuli lantaran tidak mau menurutinya?" ucap Steven panjang lebar.

"Kamu salah. Dia bukan orang yang seperti itu. Dia orang yang baik. Kamu terlalu percaya dengan rumor yang di sebarkan oleh orang yang tidak suka dengannya" ucap Rina menepis tuduhan Steven.

"Terserah kamu mau apa. Aku tidak bisa lagi menasehatimu seperti apa. Karena ujung-ujungnya kamu pasti akan tetap membela Rio. Maka dari itu kalau kamu memang ingin kita putus, oke aku terima. Tapi kalau nanti kamu kenapa-kenapa saat bersama Rio, jangan pernah berharap untuk kembali denganku." ucap Steven sambil melangkah pergi meninggalkan Rina dalam kesendiriannya. Rina pun akhirnya tidak dapat menahan bendungan yang telah membanjiri kedua pelupuk matanya.

Setelah agak tenang ia pun menelpon Rio.

"Hai, kamu dimana? Bisa jemput aku nggak di Pantai Gajah... Iya aku sendiri... Tidak apa-apa kok aku hanya sedih saja melihat orang tua temannya temanku meninggal... Iya tidak apa-apa. Ok aku tunggu ya" begitulah percakapan mereka lewat handphone.

                                    ****         

Desir kendaraan lalu lalang bagai desir peluru di medan perang. Jalanan tidak terlalu ramai malam itu hingga siapa pun bisa memacu laju kendaraan dengan kecepatan tinggi. Tak terkecuali seoarang pemuda yang memacu laju kendaraan nya dengan kesedihan yang bersemayam dalam dirinya lantaran diputuskan oleh orang yang ia cintai. Ia pun berhenti di sebuah sungai di pinggir kota lalu berteriak sekuat tenaga.

"Aaarrghh. Dasar tidak berguna!" ia pun langsung melempar boneka yang awalnya akan ia hadiahkan kepada Rina ke dalam semak belukar. Ia tidak sadar bahwa sebenarnya sepasang bola mata dari paras yang ayu sedang mengawasinya. Setelah dirasa cukup tenang akhirnya Steven pun berlalu pulang.

Mata yang tadi memperhatikan Steven bergerak ke semak-semak tempat Steven membuang bonekanya. Jari-jari lentiknya mengusap lembut boneka itu.

"From your sweety, Steven Pratama Andesta" ucapnya singkat sambil sedikit menebar senyum. Gadis itupun langsung mendekap boneka itu. Bersambung...

Senja MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang