Senja Bagian 3

15 1 0
                                    

Sebuah senyuman merekah dari mulut seorang gadis belia. Ia sangat senang sekali menemukan sebuah boneka yang lucu tadi malam. Ia merasa kalau hadiah tersebut diberikan untuknya, bukan untuk kekasih sang pemilik boneka itu. Ia terus-terusan tersenyum sambil sesekali membelai mesra boneka itu.

"Eliv...." terdengar sebuah teriakkan wanita paruh baya dari dapur. Suara yang cukup membuat seisi rumah terhenti dari kativitasnya, tak terkecuali gadis itu. Namun, sekeras itu suara memanggilnya tak membuat gadis itu bergeming dari tempat tidurnya. Hingga sekali lagi teriakkan memanggilnya.

"Eliv! Sedang ngapain sih kamu, cepat bantu mama memasak sarapan nih!" ucap suara itu sekali lagi.

Tidak mau panggilan datang lagi kepadanya akhirnya ia bangkit dari ranjangnya.

"Iya ma bentar" hanya itu jawaban singkat yang ia berikan sembari membetulkan pakainnya.

"Ngapain sih kamu lama banget kalau dipanggil? Kamu itu anak gadis gak boleh bangun kepagian, pamali" ucap wanita paruh baya itu ketika melihat batang hidung Eliv.

"Gak ada ma, hanya tidur-tiduran saja. Mama sekarang lagi masak apa?" tanyanya ketika sudah menjumpai ibunya di dapur.

"Ini mama mau masak nasi goreng, kamu bantuin ya ngupas bawang terus potong ya!" ucap mama sembari menyodorkan keranjang berisi bawang merah dan bawang putih. Entah setan darimana yang tiba-tiba menghasut mamanya Eliv hingga membuat ia disuruh-suruh, padahal biasanya kalau urusan masak memasak ia tidak akan pernah meminta bantuan pada orang lain meskipun hanya untuk mengupas bawang. Namun, begitulah sifat seorang ibu yang susah ditebak.

"Ok ma"

Mulailah ia mengerjakan tugasnya. Ia mulai memotong bawang dengan jari lentiknya. Sesekali ia usap air bening yang mengalir dari kedua pelupuk matanya. Melihat itu mamanya pun meledeknya.

"Makanya sering-sering bantu mama ke dapur, kalau kamu sering bantu mama kamu nggak harus menyeka air matamu dan menghirup ingusmu. Udah kayak anak kecil saja" disela-sela kerjaannya mama masi sempat-sempatnya meledek Eliv.

"Mama ih jangan ledek aku dong" ucapnya manja.

"Hahaha, oh ya tadi malam mama ngeliat kamu membawa sesuatu, sepetinya itu benda yang spesial, kamu udah pacaran ya?" ucap mama tiba-tiba.

"Ih mama apaan sih? Itu punya temanku ma, dia nitip sama aku katanya aku lebih cocok nyimpannya" jawab Eliv sembari menyembunyikan wajahnya yang merah seperti bawang.

"Punya teman atau dari yang... itu tuh..."tiba-tiba mama mulai meledek Eliv, kemudian mama mulai melanjutkan, "kalau bukan dari orang yang spesial ngapain wajahmu memerah?"

Eliv pun tidak mau melanjutkan pembicaraannya dengan mamanya karena semakin ia lawan takutnya nanti mamanya malah menjadi-jadi meledeknya. Akhirnya masakkan mereka selesai. Mereka sekeluarga sarapan bersama sebelum memulai aktivitas masing-masing. Setelah menemani ibunya mengantar ayahnya dan juga adiknya, Eliv pun kemudian langsung menuju kamarnya dan langsung menyambar handphonenya dan membuka instagram. Ia langsung mencari nama yang tertera di boneka itu. Ia pun akhirnya menemukan nama yang dimaksud. Ia pun menelusuri bionya, seketika ia pun melonjak kegirangan lantaran disana tertulis bahwa Steven ternyata satu kampus dengannya. Ia pun merasa ada kesempatana untuknya memiliki Steven. Karena entah mengapa ia langsung jatuh cinta kepada Steven.

"Tak lama lagi kamu akan jatuh kepelukkanku" desahnya seperti seorang dukun yang siap mengguna-guna pasiennya.

***

Pagi itu Steven melangkah dengan gontai. Ia masih mengingat peristiwa kemarin yang menimpanya. Ia tidak menyanka gadis yang dulu amat ia cintai tega mencampakkannya hanya karena telah menemui lelaki yang baru. Ia pun berjalan terhuyung-huyung seperti orang yang sedang mabuk.

Tiba-tiba sebuah tepukkan mendarat di pundaknya. Sontak ia langsung terkejut dan ingin membalas tepukkan itu, namun dengan refleks tangan itu langsung menepis tepukkannya.

"Hei cuk napa bengong? Gak baik terus-terusan bengong ntar kesandung batu langsung innalillah" sebuah suara langsung menyambutnya.

"Aaah elu Ton, bukannya menghibur teman yang lagi galau malah nyumpahin, hati-hati ntar doanya malah berbalik ke elu"

"Ah benar begitu? Idih amit-amit dah kalau sampai berbalik ke gua, moga gak kesampaian ya" ucapnya agak ngeri. "Eh lu ngapain sih bengong? Gak biasanya lo gua liat lu kayak gini, mang ada masalah apaan sih? Coba deh ceritain sama gua" tanya Anton tiba-tiba.

"Gak ada, cuman lagi kepengen aja"

"Ah elu jangan ngada-ngada lah, sok atuh ceritain sama gua, mana tau sohib lu ini bisa ngasih saran" ucap Anton memaksa.

"Iya deh iya gua bakalan cerita. Jadi begini gua baru diputusin sama Rina..." belum sempat Steven menyelesaikan kata-katanya tiba-tiba Anton lsngsung tertawa terkekeh dan meledek Steven.

"Ahahahahaha... sejak kapan cowok diputusin oleh cewek, apalagi cowok itu seganteng dan sekeren elu. Gak ada tau" ia tertawa sangat puas melihat Steven yang menderita.

"Dasar... bukannya ngasih saran malah nertawain, lu teman apa bukan sih" tukas Steven dengan nada tinggi.

"Ahahahaha sorry-sorry gua gak bermaksud nertawain loe, lanjutin lagi lah cerita lo tadi" ucap Anton mulai serius.

"Makanya kalau orang lagi ngomong didengerin bukan malah diketawain, jadi begini gua kemarin diputusin oleh Rina gara-gara ia sudah punya pacar baru, dan pacarnya itu adalah temannya semenjak ia kecil dulu." ucap Steven melanjutkan ceritanya.

"Kejam sekali wanita itu!" ucap Anton sembari membelai dagu Steven.

"Apaan sih kamu..." tiba-tiba saja ia menabrak seorang wanita hingga jatuh terduduk di lantai.

"Awww..." teriak gadis itu.

"Sorry aku gak sengaja, apa ada yang sakit?" tanya Steven khawatir akan keadaan gadis itu.

"Mmm... tidak apa-apa" balas cewek itu.

Steven pun membereskan barang-barang milik si cewek yang berserakkan di atas lantai. Satu persatu ia pungut dan memberikannya kepada si cewek. Namun, ti0ba-tiba saja matanya langsung terfokus kepada sepotong kertas yang berbingkaikan tali pita. Disana tertulis namanya. Iapun langsung menanyakannya kepada cewek itu.

"Ini..."

Belum sempat ia melanjutkan pertanyaannya tiba-tiba cewek itu langsung pergi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Ingin sebenarnya Steven mengejar cewek itu, namun tiba-tiba saja Rina melintas dihadapannya hingga membuat langkahnya tertahan. Rina pun langsung menarik tangan Steven. Namun, karena rasa bencinya kepada Rina masih menyelimuti hatinya, ia pun langsung menepis tangan Rina dan mengajak Anton pergi. Ia meninggalkan Rina sendiri dengan ditemani rasa bersalahnya.

[

Senja MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang