Bagian 2

4.3K 459 71
                                    

Ada saat dimana Wonwoo memilih sendiri atau pergi diam-diam untuk merenung setelah bercinta dengan Mingyu yang terlelap lebih dahulu.

Dia mengendap pergi kedapur untuk menyalakan mesin kopi dan duduk di meja dapur setelah kopinya matang dengan asap mengepul dari cangkir yang di gunakannya. Lalu pergi tidur ke kamar pribadinya setelah semua beban pikiran membuatnya tidak mampu lagi untuk berdiri tegak.

Namun malam ini, ia tidak ingin pergi ke kamar priadinya setelah minum kopi, ia ingin kembali ke kamar utama, dan memandang wajah lelah Mingyu yang tertidur dengan tenang. Memperhatikannya yang sudah banyak berubah, menghitung kerutan di sudut mata yang mulai terlihat, atau hanya sekeder bermonolog sambil menatap wajah tampan yang selalu berhasil membuatnya berkali-kali jatuh.

Sungguh lemahnya. Ia bahkan tidak pernah mampu menangis di hadapan Mingyu. 20 tahun mengenal, 15 tahun tinggal bersama sebagai rekan kerja, dan 10 tahun membangun sebuah hubungan, belum bisa membuatnya terbuka kepada Mingyu.

Bukan!

Bukan karena Wonwoo tidak percaya kepada Mingyu. Ada hal lain yang tidak bisa Wonwoo jabarkan dengan gamblang. Dan berhentilah mengecapnya sebagai Tsundere, ia bukan Jihoon yang begitu dingin kepada banyak hal.

"Kau belum tidur?" Mingyu terbangung. Mungkin terganggu dengan helaan nafasnya, atau sentuhan abstrak dari jari-jarinya. "Minum kopi lagi?"

Dia bahkan tahu kebiasaan yang terkadang dilakukannya setelah mereka bercinta.

Wonwoo jadi merasa ingin menangis dengan mata yang memarah, tapi harga diri air matanya begitu tinggi hingga tidak mau keluar sedikitpun.

Mingyu merentangkan tangannya dengan senyum yang menenangkan seolah berkata Aku tahu, namun Wonwoo menolak untuk mendekat dan berkata, "tidak mau! Pakai celana sana." Dan Mingyu teratawa meresponnya dengan kecupan singkat di bibir Wonwoo.

Lihatkan. Inilah yang Wonwoo maksud. Tidak harus menunjukan air mata di depan Mingyu. Pria itu begitu tahu dirinya seperti apa tanpa perlu banyak berekspresi. Seperti manito, mereka memahami satu sama lain tanpa perlu banyak kata. Dan menenangkan perasaan satu sama lain, tanpa kalimat panjang memakan waktu.

Hanya sebuah senyuman, dan pelukan penguat, semua itu sudah cukup menjadi alasan Wonwoo bertahan sejauh ini dengan semua kecaman yang masih di terimanya.

Terutama dari Orang Tua Mingyu.

"Peluk aku sampai pagi ya."

...

Bagian 2

Hari itu musim panas 5 tahun lalu. Mereka tengah mempersiapkan konser Dunia mereka yang di mulai dari Seoul hingga ke kota-kota besar Dunia. Wonwoo yang memiliki jadwal individu untuk sebuah brand, datang terpisah dengan yang lainnya ketempat latihan.

Jadwal telah di tetapkan. Manager-nya menerangkan jadwalnya sepanjang hari dengan waktu istirahat yang minim. Ia tidak mengeluh meski baru tidur 2 jam, dan hanya berdecak melihat Manager-nya yang justru tidur di mobil setelah jadwal individu-nya selesai dan membereskan semua barang-barangnya sendiri.

"Hyung!" Wonwoo menepuk bahu lebarnya. Yang tertidur terhuyung karena di bangunkan dengan begitu keras. Hendak mengomel, namun omelannya tertunda saat ponsel berbunyi. Wonwoo mengintip dari tempatnya. Nama Mingyu tertera, namun tidak tahu apa isinya karena tubuh besar sang Manajer menghalangi.

Mingyu mengirim pesan apa?

"Jadwal dirubah. Kau kembali ke Dorm. Disana ada Jeonghan, Seungcheol, dan Soonyoung. Sedangkan yang lainnya sedang di studio untuk memperbaiki rekaman yang kurang pas. Aku akan mengantar langsung ke Dorm."

ReachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang