Bagian 4

1.3K 200 27
                                    

Reach

...

Wonwoo sungguh senang atas apa yang telah Mingyu capai sejauh ini. Sebagai teman, sahabat, rekan dan pasangan, Wonwoo sangat berbahagia untuk segala hal baik yang Mingyu terima. Tapi, tidak munafik kala Wonwoo juga merasakan perasaan takut disaat yang bersamaan.

Perasaan takut yang mempunyai arti lebih dari kehilangan dan di campakan.

Seperti Seungcheol.

"Semuanya, ayo berfoto."

Saat hari pernikahan Jisoo tiba, Wonwoo banyak berpikir tentang Seungcheol, tentang realita masyarakat yang menampar dirinya juga.

Dia berdiri di sisi ruangan. Kesedihan pada sepasang mata bulatnya, tidak mampu menipu mereka yang telah lama mengenalnya. Wonwoo bersikap tidak peduli, pura-pura tidak tahu, dan berpikir naif seperti Minghao atau Chan yang mengira Seungcheol hanya terlalu terbawa perasaan atas sakralnya upacara pemberkatan.

Mingyu bersikap jauh lebih dewasa dengan menemani Seungcheol dan mengajaknya bicara. Berbeda dengan Jihoon yang memilih untuk menghindar dari pada ikutan menangis karena ikatan batin yang terlampau kuat dengan Seumgcheol sebagai teman terlamanya.

Menurut Wonwoo, Seungcheol lah yang bodoh. Apa yang di harapkannya dengan datang? Simpatik? Atau keajaiban seperti Jisoo yang tiba-tiba berani membatalkan pernikahannya?

Mereka yang tahu, tidak ada yang menyarankannya untuk datang, tetapi dia tetap ingin datang dengan harapan bodoh yang jelas tidak mungkin terjadi.

Sungguh menyedihkan. Sangat.

"Wonwoo, terimakasih." Jisoo berbisik kala pengambilan foto.

Tidak yakin untuk apa, tetapi Wonwoo mengangguk sambil tersenyum kecil.

Setelah foto berhasil di ambil, Wonwoo memperhatikan kembali Seungcheol yang mengambil tempat menjauh di ikuti Mingyu. Dia jadi berpikir tentang bagaian akhir... bagian akhir kehidupannya dan Mingyu.

Siapa yang akan tersenyum sebagai pengantin dan siapa yang akan menangis sebagai pecundang?

Jika Seungcheol adalah dirinya, apakah dia sanggup? Sanggup kah di tertawakan oleh mereka yang terus mengutuknya? atau yang lebih mengerikan, sanggup kah ia di buang seperti sampah pada tempat yang tidak tepat?

Ini menyesakkan. Air mata yang turun begitu saja, sebenarnya untuk siapa? Untuk Seungcheol atau untuk dirinya sendiri atas semua ketidakpastian masa depan hidupnya?

Andai ada jalan terbaik untuk pergi, kenapa juga ia harus tergabung di tengah-tengah orang yang berebut bunga dari pengantin? Dia tidak tertarik hal konyol seperti itu, tidak pernah tertarik, tetapi Bunga justru jatuh di kakinya tanpa dia minta dan orang-orang mulai bersorak riuh memberi tepuk tangan.

Apa yang harus Wonwoo lakukan? Bukan ini yang dia mau.

"Bunga-mu."

Mingyu mengambilnya. Bunga yang jatuh di kakinya dan tidak tersentuh olehnya, diambil oleh Mingyu yang entah sejak kapan sudah berada di hadapannya. Menatapnya dalam penuh kelembutan dan kasih sayang.

Ingin rasanya memeluk, menangis dalam dekapan tubuh tegap itu dan menuangkan seluruh kecemasan juga ketakutannya. Tapi lagi-lagi dia terlalu takut. Takut mendengar fakta bahwa ia tidak ada dalam list masa depan Mingyu, takut dengan hal-hal yang sangat ingin ia ketahui namun tidak berani ia dengar.

"Mingyu..." suaranya bergetar. Ia ingin di peluk.

Wonwoo kemudian merasa tangannya di genggam, di tarik dengan lembut namun kuat. Mingyu menuntunnya pergi, meninggalkan ballroom hotel mewah itu menuju parkiran. Mencari mobilnya, dan membawanya pulang dalam keterdiaman.

ReachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang