"Berapa harga untuk sebuah mobil-mobilan ini, Sir?" Tanya Pearl pada seorang penjual yang bekerja di toko mainan. Ia menunjuk ke arah mobil-mobilan yang berada di lemari paling atas, sedangkan tumpukan-tumpukan di bawahnya tersusun rapi oleh mainan-mainan lainnya.
"155$. Tapi karena kau adalah pengunjung pertama yang menanyakan mainan itu, maka kau akan aku hargakan 100$ saja." Ujar sang penjaga toko.
Pearl memekik riang ketika mengetahui bahwa harganya diturunkan. Dengan hati yang berbunga-bunga, ia menyuruh sang penjaga toko untuk mengambilkan mobil-mobilan yang Pearl maksud. Setelah diambilkan, Pearl tak henti-hentinya memuji mainan tersebut.
"Ngomong-ngomong, kau perempuan, kenapa membeli mainan laki-laki?" Tanya sang penjual mainan itu lagi, membuat Pearl memutar bola matanya acuh namun setelah itu ia tersenyum.
"Hah, kau ingin tahu urusanku saja. Baiklah, sir. Aku beli ini." Ujar Pearl seraya menyerahkan mainan yang ia pilih kepada si penjaga toko, dan membiarkan ia membungkusnya.
Sembari menunggu, ia melirik ke arah jam tangannya, berharap agar waktu mempercepatkan dirinya agar sekarang sudah berada di rumah, karena ia sangat tak sabar menyusun rencananya.
"Hey, perempuan manis. Ini dia belanjaanmu." Pearl spontan berlari menuju kasir dan membayarnya segera, kemudian keluar dari toko. Namun sebelum ia melangkah melewati keset toko, seseorang berdiri di hadapannya. O'ou, Louis?
"Hi, Pearl. Wah, belanjamu besar sekali. Pasti mahal." Louis menegur Pearl seraya melirik ke arah kantung besar yang Pearl pegang. Sementara gadis itu sekarang hanya bisa menahan diri untuk tidak berteriak di tempat seperti ini.
"A... Aku... Ini untuk seseorang." Ujar Pearl disertai senyuman manisnya. Sesekali ia menggaruk-garuk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, hanya untuk mengurangi rasa canggungnya.
"Oh, kau mau pulang?" Tanya Louis.
"Ya. Kau sendiri bagaimana?"
"Aku ingin membelikan adikku hadiah ulang tahun untuknya. Kebetulan ia besok berulang tahun." Louis tersenyum. Kemudian menyentuh pundak Pearl lembut. "Hati-hati di jalan, ya." Peringatnya dengan ramah lalu berlalu dari hadapan Pearl.
Sial, sial. Pearl berjalan dengan langkah cepat dari biasanya hanya untuk mencari tempat yang agak jauh, untuk berteriak. Namun sekiranya tak ada tempat yang cocok, jadi dia hanya terjongkok di belakang toko mainan tadi lalu menangkupkan kepalanya diantara kedua pahanya, dan berteriak. "Huh, huh, huh. Oh, Pearl. Apa kau masih hidup? Tidak, kau tidak hidup. Lalu, oh my God..."
"....Apa yang kau lakukan di sana, huh?" Seseorang berteriak tak jauh dari keberadaan Pearl yang sedang berjongkok. Perlahan, kepalanya mendongak dan terkejut mendapati Mr.Chris sedang melihatnya dari balik jendela. Oh, sepertinya si dungu Pearl lupa jika guru mengerikannya, tinggal di daerah sini.
"Ah? Uhm, oh. Ada hantu terbang, Mr. Permisi." Ujar Pearl lalu berlari sebelum Mr.Chris bertanya lebih banyak lagi, dan tentu membuatnya harus membuang-buang waktunya.
Sembari berjalan, ia teringat akan Louis saat berbicara tadi. Rasanya, seperti meminum coklat hangat di tengah salju, ada rasa dingin dan hangat. Semua menyatu, namun intinya hanya satu yaitu: nikmat.
Pearl berhenti di pinggir jalan. Seraya menunggu taksi berhenti, ia tersenyum malu-malu. Beberapa orang yang melihatnya, hanya tersenyum penuh keheranan sampai akhirnya ada taksi berhenti, dan ia merangkak masuk.
°°°
"Oke, mainan lengkap, perekam suara, bunga, coklat, topi. Hahaha, Pearl yang cantik, kau benar-benar telah menjalankan dengan baik. Hahaha." Suara tawa Pearl menggelegar di tengah keramaian kamarnya akan barang-barang belanjaannya. Ada yang ia beli untuk dirinya sendiri, untuk Ibunya, dan ada pula untuk Louis-yang paling banyak tentunya.
Pearl sedang memilah-milih barang untuk Louis, namun seketika pintu kamarnya terbuka menampakkan sosok Ibunya yang terkejut. "Oh-Pearl! Kau mendapatkan uang dari mana?!"
Tubuh Pearl seketika membeku di tempat. Apa yang harus ia katakan? Berbohong? Telat, karena Ibunya refleks mencari keberadaan Cowds. "Pearl, kemana Cowds?"
"Ha-uhm..."
"...Kau memecahkannya untuk membeli semua ini, Pearl? Oh, bagus, bagus sekali. Kelakuanmu sangat mencerminkan anak yang berbakti, Pearl. Aku sangat bangga padamu, mungkin kau sudah lupa dengan Ayahmu."
Refleks Pearl berdiri di hadapan Ibunya dan menentang perkataan Ibunya yang salah. Ini tentu membuat hatinya tergores. "Bu! Ini bukan seperti yang kau kira..."
"...Sudah aneh belakangan ini, makan tak pernah teratur, masakan yang Ibu buat susah payah, dibiarkan membasi. Jarang keluar kamar seperti biasanya, dan sekarang kau memecahkan Cowds peninggalan Ayahmu?"
"Bu..."
"...Tidak. Jangan berbicara padaku." Ujar Ibunya lalu berlalu dari kamar Pearl. Suara pintu terbanting, membuat Pearl terkejut di tempat. Sejenak ia memikirkan nasibnya jika Ibunya benar-benar tak ingin menegurnya kembali.
Pun, bayangan akan Ayahnya terlintas di kepalanya. Di sana tergambar jelas, Ayahnya sedang menggendongnya memutari halaman rumah. Tawa bahagia mereka benar-benar membuat satu harapan untuk Pearl-berharap Ayahnya kembali lagi.
Matanya mengeluarkan air mata untuk yang kesekian kalinya. Menghapus air mata, lalu dengan langkah cepat ia berjalan dan berjongkok, kemudian mencari kepingan-kepingan Cowds di dalam tong sampah kamarnya. Setelah berhasil ia kumpulkan, barulah ia susun di atas meja belajarnya, lalu mulai me-lem dan merekatkan satu per satu. Meski jadinya nanti tak seperti yang dulu, setidaknya ia masih bisa melihat Cowds di kamarnya.
Oh, Pearl. Lagi-lagi kau berbuat ulah.
Menyebalkan.
======
Wahhh 2 part lagihh:')
Guys follow gue dongz, ntar gue follback kokbYe
KAMU SEDANG MEMBACA
seven actions ❄ l.t
Fanfictionseven actions to get you. copyright 2014 © by -prior