[Part 7] Kepingan masa lalu

3.1K 451 21
                                    

--------------------------------------------------

Sorry for typos and happy reading.

--------------------------------------------------

[Part 7]

Aku merenungi tahun-tahun silam yang pernah aku lalui dan melihat diriku yang dulu, Bae Suzy yang dulu adalah seorang anak yang penuh dengan kebencian dan tanda tanya, ketika aku melihat aku yang sekarang, aku bisa melihat bahwa aku masih membeku dalam masa lalu bagaikan burung dalam sangkar. Dalam kepingan-kepingan kelam masa lalu, aku melihat diriku sedang menunggu dari balik jendela, melihat ke arah pagar dan menunggu kedatangan seseorang.

Pernah suatu hari apa yang aku tunggu datang, ia berdiri di samping pagar sembari meremas baju kumuh nan kotor yang tak layak pakai, dia berjalan dengan timpang. Aku memanggilnya 'ibu' tapi dia tak mendengar. Ketika aku berlari cepat menuju pagar, ia lenyap bagaikan pelangi dimusim panas. Aku merasa sakit tapi aku tak menangis, seperti itulah gambaran betapa bongkahan es mulai menyelimuti hatiku.

Pada kepingan-kepingan kelam masa lalu yang lainnya, aku melihat diriku di sebuah rumah kumuh yang tak pernah aku pikir akan di tempati oleh siapapun. Aku melihat ibuku di sebuah ranjang besi yang berkarat, dengan bau yang mengengat aku tak mengernyit apa lagi menutup hidung. Aku menghampirinya dan ia menangis, pria yang aku panggil ayah berdiri di depan pintu ―bersedekap dan enggan menoleh.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia akhirnya menatapku dengan matanya yang tak lagi bersinar dan untuk pertama kalinya aku menangis karena sentuhan seseorang. Ketika ia menutup mata untuk selamanya, yang dia dengar hanyalah tangisku. Seandainya aku lebih berani untuk mengatakan bahwa aku mencintainya maka ia mungkin akan pergi dengan sebuah senyuman yang menghiasi bibirnya dan bukannya air mata yang mengalir di sudut mata keriputnya. Aku meraung, memaki tentang bertapa tidak adilnya tuhan pada hidupku.

Pada kepingan selanjutnya, aku melihat diriku sedang berdiri di sebuah kuburan. Sendirian. Aku juga bisa melihat rintikan hujan yang menghujam tanah dengan tajam. Di sekitaranku terlihat basah, bahkan tubuhku menggigil karena dingin. Aku berdiri di sana seharian dan berakhir sakit ke esokan harinya. Tidak ada yang menyampaikan bela sungkawa. Tidak ada yang menghiburku, bahkan tidak ada seorangpun yang merasa bahwa seseorang baru saja terbaring kaku di dalam kuburan. Aku sedih, tapi sekali lagi aku tak menangis.

Setiap kali aku melihat wajah ayahku, hanya amarah yang tersisa, hanya rasa sakit yang aku rasa. Ada banyak kata yang ingin ku lontarkan, tapi aku menelannya bulat-bulat, karena aku tau dia tak akan pernah menjawabnya.

Semua kepingan-kepingan masa lalu itu bagaikan rantai karat berminyak yang menggikat kedua kaki ku dengan erat, menyeretku terus ke dalam kegelapan setiap kali aku melihatnya. Tidak ada gunanya menyimpan dendam, yang mati tetaplah mati, yang tersakiti tetaplah tersakiti, luka mungkin bisa sembuh tapi bekas luka menginggat jelas siapa pelakunya. Seperti itulah masa lalu, mereka harus di simpan dan tidak mudah disingkirkan. Pada akhirnya kepingan kelam itu selalu kembali untuk menghantui.

***

Jiyeon hanya melihat Suzy yang terus minum sembari memangku tangan ―tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan menghentikan wanita yang sudah mulai mabuk berat tersebut. "Ya ampun, bocah ini" Keluh Jiyeon untuk yang kesekian kalinya. Ia memang sengaja tidak minum bersama dengan Suzy, karena jika mereka sama-sama minum maka tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok paginya. Mereka mungkin akan terkapar di ranjang motel dengan pria asing yang mendengkur.

"Aku buntu" racau Suzy dengan cegukan khas orang mabuk, Jiyeon hanya mengangguk. Ia tidak yakin Suzy melihatnya, lampu club itu terlalu gelap untuk pandangan orang mabuk sepertinya. "Aku buntu" Ulangnya lagi, meracaukan hal yang sama.

BACK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang